Sweet Naren

1 0 0
                                    

Sejak kepindahan Narendra saat itu, kami berdua jadi semakin dekat. Bahkan ternyata rumah barunya hanya berjarak beberapa langkah dari rumahku.

Dan hal itu semakin membuat kami menempel satu sama lain.

Seperti hari ini, aku tengah berguling di kasurnya sementara yang punya kamar mengambil makanan di bawah.

Aku hanya melirik sekilas saat Narendra sudah kembali dengan nampan berisi makanan. Salah satunya pisang sale, kesukaanku.

Bahkan Tante Mira sengaja menyetok makanan itu di rumahnya khusus untuk aku. Katanya karena aku adalah teman perempuan pertama yang dibawa Narendra ke rumah.

"Cantik, makan dulu." Narendra memanggilku.

Saat Narendra mengatakan dia ingin memanggilku Alea, kurasa itu sebuah kebohongn. Karena nyatanya ia lebih sering memanggilku 'cantik'.

Aku mengangguk dan bangkit dari kasur. Kami berdua duduk di ujung kasur bersebelahan. Memakan camilan dengan obrolan-obrolan biasa.

"Udah belajar untuk ulangan Pak Hendro belum?" tanya Narendra yang membuatku menggeleng.

Aku terkekeh saat melihat wajahnya karena mendengar jawabanku. Wajah-wajah sebal dan putus asa karena aku susah sekali disuruh belajar.

"Iya, malam nanti aku belajar, ganteng."

"Yaudah iya. Aku video call ya nanti?"

"Sip," jawabku mengacungkan ibu jari.

"Kita nonton yuk di bawah!" ajak Narendra saat kami sedang asik memakan camilan.

Aku hanya mengangguki sebagai jawaban.

Kemudian aku membawa nampan berisi makanan itu untuk ikut bersama kami ke bawah namun Narendra langsung memotongku lebih dulu.

Aku menatapnya bingung.

"Kenapa?" dia ikut menatapku bingung.

"Aku aja yang bawa." ucapku hendak mengambil alih nampan itu.

"Aku aja. Udah yuk ke bawah," Narendra menggengam sebelah tanganku sementara tangannya yang lain memegang nampan.

Tapi kulepaskan tanganku darinya.

"Aku aja yang bawa kenapa sih? Tadi kan kamu yang bawa ke atas. Makanannya juga punya kamu, ini juga rumah kamu." protesku panjang lebar.

Kuakui saat itu aku sangat kekanak-kanakan. Nampan saja kuributkan. Dulu aku memang sangat keras kepala, sampai sekarang sebenarnya. Makanya aku heran kenapa Narendra tahan dengan sifatku.

Narendra menghela pelan napasnya sebelum menjawab, "Gak papa, Lea. Kamu pegang tangan aku aja daripada pegang nampan." katanya jenaka.

Kuputar bola mataku malas. Walau dalam hati sudah menjerit keras. Cowok ini, benar-benar.

"Nonton apa kita?" tanyaku saat kami berdua telah duduk bersandar dengan kaki diluruskan di sofa rumah Narendra.

"Mau nonton horor gak?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Mau nonton horor gak?"

"Nggak, ah! Kamu suka jahil nakutin," Kataku sebal.

Narendra tertawa. "Kali ini enggak."

"Tergantung film apa."

"Hmm," dia berdehem sembari mencari film yang pas di aplikasi untuk menonton pada TV besar itu.

"Anabelle yang baru keluar mau gak?"

Aku langsung menggeleng horor membuat Narendra terbahak.

"Jadi mau nonton apa, cantik?"

"Upin ipin aja," jawabku yang lagi-lagi membuatnya terbahak.

"Kalau itu bukan film horor namanya."

Aku berdecak. "Yasudah terserah kamu aja deh."

"Annabelle kalau begitu."

lose Where stories live. Discover now