"Lea,"
Aku dipanggil lagi setelah dua tahun lamanya.
Kuputar tubuhku menghadap dia. "Iya?"
Aku menatap matanya lagi setelah dua tahun lamanya.
"Kamu nggak ingat aku?"
Pertanyaan macam apa itu, Naren.
"Ingat. Teman SMP dulu kan?" jawabku terlihat sebiasa mungkin.
Dan itu membuat Narendra sedikit kebingungan.
"Iya.."
"Ini Zamora, masih ingat nggak?" tanyaku menunjuk Zamora di sebelahku.
Zamora terlihat panik. Kenapa coba? Aku kan biasa saja.
"Oh.. Iya, ingat."
Lalu kami diam untuk beberapa saat. Aku dan Zamora berdiri tidak sampai satu meter dari tempat Narendra. Ini canggung.
"Ada lagi yang mau diomongin?" tanyaku karena kami terlihat seperti orang bodoh.
Narendra lagi-lagi terlihat tersentak kecil.
"Oh, enggak. Cuma.. aneh aja?" katanya mengecilkan suara.
"Kenapa?" tanyaku seolah tidak mendengar pertanyaan konyolnya.
"Eh, nggak, nggak. Sorry,"
Aku mengangguk santai. "Oke. Kalau gitu kita duluan ya."
Dia mengangguk masih dengan wajahnya yang bingung.
"Jora.."
"Diem." aku mengeratkan peganganku pada lengan Zamora. Kubawa dia ke kamar mandi perempuan.
Kutatap pantulan diriku di cermin besar kamar mandi. Aku menarik napas dan membuangnya agar dapat mereda segala emosi yang ingin kutumpahkan saat ini juga.
Tanganku mencengkram wastafel kuat.
Zamora hanya menatapku dari jarak dua langkah. Memberikanku ruang untuk mengatur diri.
"Mora, pelajaran habis ini apa?"
"Ppkn dua jam."
Tersisa mapel itu untuk hari ini. Dua jam mata pelajaran sekolahku sama dengan 80 menit.
"Gue ke UKS aja. Tolong bilang perut gue sakit."
"Oke."
***
"Alea,"
Ck, kenapa manggil lagi sih.
"Iya, kenapa?"
"Kamu.. beneran ingat nggak sih sama aku?"
Aku menghela napas. Merapikan buku tulis ke meja membuat bunyi yang cukup keras karena kuselipkan emosiku disana.
Narendra sampai terkejut sedikit.
"Ingat, Naren." jawabku tersenyum palsu.
"Tapi kenapa biasa aja?"
"Terus gue harus gimana?"
"Gue? Kenapa pake gue-gue an sekarang?"
"Emang kenapa?"
"Kamu sekarang kok kasar?"
"Menurut lo kenapa?"
"Lea, kamu marah?"
Benar-benar pertanyaan bodoh yang tidak ingin kudengar.
"Lo sehabis hilang ditelan bumi selama dua tahun jadi bodoh ya?"
Narendra nampak terdiam. Terlihat tertohok dengan pedasnya ucapan berkedok pertanyaan itu.
Daripada membuang waktu, aku segera memakai tasku dan meninggalkan dia.
"Maaf, Alea.."
Langkahku sempat terhenti mendengar ucapannya. Namun aku segera kembali berjalan keluar dari kelas.
Maaf mu sudah tidak berarti lagi, Naren.

YOU ARE READING
lose
Fanfikce"kenapa tiba-tiba, naren?" "maaf," "narendra, aku nungguin kamu.." "lea, cantiknya naren. nanti naren balik lagi ya?" balik lagi? bullshit. kejora memilih move on dan melanjutkan hidupnya dibanding menunggu kebohongan narendra. tapi, kenapa saat k...