Arheta kini tengah berbaring di kasurnya. Keadaan nya sudah mulai membaik. Tapi pusing dikepalanya tidak hilang dan tangan dan kakinya yang lemas.
Arheta menarik selimut hingga menutupi dadanya. Ia akan tidur seharian ini.
Tiba-tiba seseorang membuka pintu kamarnya. Dengan ceoat Arheta membalikan tubuhnya hingga membelakangi pintu.
Orang tersebut duduk di pinggir kasur.
"Dek"
Seketika air mata Arheta mengalir saat mendengar kata tersebut. Kata dan suara yang sangat ia rindu.
"Ini kakak" Arheta memiliki kakak perempuan yang sudah berumah tangga yang bernama Ratih.
Ratih melihat punggung Arheta bergetar. Ia sudah mengetahui semuanya,tapi ia tidak percaya adiknya yang manis ini tidak mungkin melakukan hal seperti itu.
"Jangan nangis, kakak udah disini buat liat kamu"
"Kakak juga bawa Raga ponakan kamu" tangis Arheta semakin kuat.
Hati Ratih sakit melihat adik kesayangannya menangis sangat pilu.
"Kamu berubah ya de. Dulu kamu kalau lagi nangis slalu peluk kakak, tapi sekarang kakak udah disini dan kamu enggak meluk kakak"
Dengan cepat Arheta menghambur pelukan keRatih. Ratih membalas pelukan Arheta sambil mengusap rambutnya sayang.
"Arheta rindu kakak"
"Kakak juga rindu kamu" air mata Ratih mengalir di pipinya. Ia tidak bisa menahan air matanya.
Arheta menangis dipelukan Ratih.
"Semua nya jahat sama Arheta, mereka gak percaya sama aku kak"
"Aku gak pernah ngelakuin hal itu kak, kakak percaya kan sama aku?" Ratih mengangguk.
"Iya kakak percaya sama kamu" Arheta semakin mempererat pelukannya.
"Aku sayang kakak" air mata Ratih semakin deras.
***
Arheta dan Ratih kini tengah berada di halaman belakang. Mereka tengah duduk di bangku.
Arheta menatap kearah depan sedangkan Ratih tengah bermain ponsel.
"Kak" Ratih menoleh.
"Hmm" Arheta menatap Ratih lekat.
"Maafin aku ya kalau aku punya salah" Ratih terdiam lalu menatap Arheta.
"Kenapa kamu minta maaf?" Arheta menatap kedepan lalu tersenyum.
"Kakak gak perlu tau" Ratih menghela nafas lalu mengusap tangan Arheta.
"Waktu aku disini tingga dua puluh delapan hari lagi kak"
"Maksudnya?"
"Waktu itu aku diusir, Tapi aku minta satu permintaan kemereka. Aku bilang kasih waktu aku satu bulan dan mereka setuju" Ratih menatap Arheta sendu.
"Kenapa kamu gak bilang kalau kamu gak ngelakuin itu?"
"Percuma kak mereka gak akan pernah percaya sama aku. Aku juga udah capek bela diri aku sendiri karena itu buang-buang waktu aku" air mata Arheta kembali mengalir. Ratih menangkup wajah Arheta.
Mata mereka bertemu.
"Udah jangan nangis" Ratih mengusap air mata Arheta.
"Kamu harus buktiin kemereka kalau kamu gak ngelakuin itu kamu Jangan menyerah" Arheta mengangguk. Ratih tersenyum lalu membawa Arheta kedekapannya.
"Tata" seorang anak kecil berlari kearah Arheta. Arheta tersenyum lalu memeluk anak itu.
"Tata laga kangen sama tata" Raga masih berumur dua tahun. Arheta tersenyum lalu mengecup pipi chuby raga.
Ratih tersenyum melihat mereka.
"Tata juga kangen sama Raga" Raga menatap Arheta. Lalu mengusap air mata yang masih menempel di pipi Arheta.
Entah lah dada Arheta terasa sesak.
"Tata jangan nangis. Kalau Tata nangis Laga jadi sedih" mata Arheta berkaca-kaca. Ia tersenyum lalu mengecup kening Raga sayang.
Ratih tak kuasa menahan air matanya ia membalikan badannya lalu berlari ke dalam rumah.
"Bilang sama Laga siapa yang udah bikin Tata nangis. Nanti Laga hajal" Arheta tertawa kecil. Raga sangat menggemaskan jika marah.
"Tata gak papa sayang"
"Yaudah ayo kita main" Raga menarik tangan Arheta untuk bermain.
***
Ratih kini tengah menangis di kamar mandi. Dadanya sangat sesak ketika melihat adiknya tersenyum.
Ratih membekap mulutnya agar orang lain tidak mendengar isakannya.
Ratih menarik nafas lalu membuangnya. Ia mencuci mukanya.
"Maafin kakak dek"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Instantly Destroyed
Teen FictionCinta berawal dari benci jika di kehidupan tidak nyata, tapi benci berawal dari cinta memang banyak dikehidupan nyata. Seorang gadis yang harus menerima nasib nya bahwa orang yang dulu mencintainya sekarang membencinya. Berawal dari kesalahpahaman y...