Ruang bawah tanah yang kata sebagian orang memiliki banyak rahasia rupanya benar. Mungkin, tempat seperti itu memang sengaja dibuat untuk menyimpan hal-hal misterius atau pun rahasia-rahasia yang si penghuni rumah punyai. Aku pun makin meningkatkan keyakinan akan hal tersebut. Rumah Keluarga Lovjer ini menyimpan banyak sekali keabu-abuan. Untungnya, aku berhasil memecahkan satu dari sekian hal privat di rumah ini.
Kupantau terus-menerus burung api di hadapan, tidak begitu menyilaukan netra. Dia baru saja menyatakan dirinya sebagai pelayan. Apa yang dapat dilakukan oleh seekor roh phoenix? Menyemburkan api? Jika iya, bulan depan aku akan meminta Bibi Lovjer membangun perapian di ruang tengah.
"Anda pasti terkejut melihat saya kan, Tuan?" Hantu burung itu menerka.
"Hah--"
Dilihat dari mana pun, makhluk itu seperti khayalanku saja. Atau bisa jadi aku sedang bermimpi. Pikiranku ke mana-mana, kacau. Melihat bahwa dia memanglah wujud nyata, rasanya seperti berperan langsung dalam adegan 'petualangan bertemu makhluk dunia lain'.
"Maafkan atas kelancangan saya. Tetapi, jika Tuan berkenan, maka bacalah surat yang ada di dalam kotak itu."
Kepalaku refleks beralih ke kotak merah tadi. Aku hampir tidak menyadari keberadaan amplop itu karena warnanya selaras dengan latar dalam kotak. Kuraih objek tersebut, tampak dari belakang sampul lektur dikunci oleh perekat cokelat segitiga. Di bagian depannya tertulis, "JATHIN'GAR ~ 24TH MARS".
Dengan perlahan, jemariku meraih perekat yang tertempel kuat, membunyi rekatan yang dipisah. Aku kemudian menarik sepucuk surat di dalamnya. Ternyata tidak hanya sampulnya saja yang sederhana, tetapi juga penampilan dan kertas yang digunakan tak kalah klasik.
Aku membuka kertas yang dilipat tiga tersebut, membacanya dengan saksama.
"Bayi kecil?" Dan sekarang aku bukan bayi lagi.
"Jathin'gar?" Mungkin nama kota.
"Urd?" Oh, itu pasti si roh burung.
Yang terdapat dalam surat amat membuatku kelimpungan. Isinya tidak dapat kupahami sepenuhnya. Jika kalian bertanya-tanya perihal isi suratnya, biar kutunjukkan.
"Baiklah, burung? Bisa kau jelaskan semua ini?"
"Tentu, Tuanku. Saya tentu akan menjelaskan segala yang saya tahu," ujar sang burung meyakinkan aku. Kilau yang ia tampakkan masih membius penglihatan.
Belum sempat aku bertanya lebih jauh, jam tangan pintar yang kukenakan berbunyi seketika. Peringatan kualitas oksigen rupanya. Oleh karena ruangan ini begitu kotor lagi berdebu, aku pun memutuskan untuk kembali ke kamar. Tentu dengan membawa kotak merah berikut isinya.
"Mungkin lain kali saja ... hmm, besok. Kau bisa masuk ke dalam sini, kan?" Aku menodongkan belati pada burung phoenix jadi-jadian tersebut.
"Dengan senang hati, Tuanku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Gladio
Fantasi[15+] Gladio Acursio, seorang remaja berusia 14 tahun menemukan sebuah kotak berisi wasiat dari mendiang ayahnya di ruang bawah tanah. Wasiat agar dirinya pergi ke Jathin'gar, negeri di atas awan. Ia tidak menyangka bahwa dirinya merupakan seorang k...