day 2

106 24 5
                                    

-day 2

"Jadi mulai hari ini lo kembali?"

Saya mengangguk mendengar tanyanya. Qian Kun, teman perkuliahan saya sekaligus rekan di rumah sakit ini.

"Ciee, dokter moon. Akhirnya ya kembali juga, kira bakalan menetap di sana" ujarnya sambil terkekeh.

"Hm ya, rencana awal saya ingin menetap disana. Tapi ternyata perasaan rindu ke tanah kelahiran ini membuncah. Saya memilih pulang saja"

Kun mengangguk, "Welcome home, dokter moon!"

Dia berucap seraya menepuk-nepuk bahu saya yang dilapisi jas putih khas seorang dokter ini. Hari ini saya kembali bekerja di rumah sakit. Kata pimpinan minggu depan saja, tapi saya rasa akan bosan hingga mengering di rumah sendirian jika tidak melakukan apapun. Makanya saya memilih bekerja 3 hari selepas pulang dari Amerika.

"Anak kemarin. Dia pasienmu?" tanya saya

"Ah, winwin itu?" Saya mengangguk.

"Dia anak baik"

"Saya tahu"

"Ada apa dengannya?"

"Kamu yang menjadi dokternya?" tanya saya balik, Kun mengangguk. "Dia meminta saya untuk menjadi dokternya"

Kun nampaknya terkejut, namun dia kembali tertawa. "Anak itu. Sepertinya dia benar-benar bosan melihatku setiap hari"

"Yasudah. Lo aja yang jadi dokternya kalo gitu. Nanti gue tanya ke perawat" lanjutnya lagi

Saya membalas dengan anggukan. "Leukimia, benar?"

Sepertinya Kun kali ini betul-betul terkejut dengan apa yang baru saja saya lontarkan. "Tahu dari mana?"

"Dia yang mengatakannya sendiri"

Wajahnya berubah sendu, lalu segaris senyuman menghiasi wajahnya. "Gue ga nyangka dia tahu soal penyakitnya."

"Maksudnya? Saya kira kamu tahu"

Dia menggeleng. "Lo kira gue tega beri tahu anak berusia 9 tahun kalau dia menderita leukimia?"

Saya hanya diam.

"Gue gak pernah beri tahu dia, termasuk mamanya. Tentu saja kita gak mau dia tahu, kita sepakat menyembunyikan soal penyakitnya. Menutupi penyakit leukimia yang dideritanya dalam kata demam. Penyakit leukimia untuk anak sekecil dia sangat menyeramkan, kan? Mungkin dia tidak sengaja mendengarnya. Tapi sumpah, gue kaget banget. Ternyata selama ini dia tahu"

Saya hanya mengangguk. "Dia tidak beri tahu? Lalu bagaimana sikapnya selama ini?"

"Itu yang bikin gue kaget. Dia terlihat baik-baik saja, ceria seperti biasanya. Makanya gue kaget kalau dia sudah tahu."

Ah, saya paham. Anak itu sudah tahu dan tidak ingin memberi tahu orang lain kalau dia tahu kebenarannya. Entah apa alasannya, sepertinya saya akan menanyakannya.

"Dia anak kuat, Taeil. Anak kecil penderita leukimia, penyakit mematikan. Tapi dia masih saja menampilkan senyuman indahnya dibalik penyakit mematikan itu. Padahal hidupnya tidak lama lagi" kata Kun membuat saya mengernyit.

"Apa maksudmu hidupnya tidak lama lagi?"

Dia menghela nafas panjang, sepertinya ingin menangis. Dapat saya lihat kedua matanya berkaca-kaca. "Sudah mencapai stadium akhir. Segala obat dan terapi tidak lagi direspon tubuhnya"

Saya membeku mendengar penuturannya. Terkejut? Jelas saja. Untuk anak seusianya hal ini benar-benar tidak adil.

"Dia tahu itu?"

janji sederhana, taeil ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang