day 4

69 21 1
                                    

—day 4

Kami berdua berjalan menyusuri koridor rumah sakit yang sepi ini. Jam di pergelangan tangan menunjukkan pukul sebelas siang, ini waktu bagi pasien untuk beristirahat.

Berbeda dengan seorang anak kecil yang tengah menggenggam tangan saya. Alih-alih beristirahat di kamarnya, dia justru menemani langkah saya saat ini.

Saat ini saya sedang ingin memantau keadaan beberapa pasien, melihat kemajuan dari mereka. Pasalnya Kun sedang ada urusan keluarga mendadak, jadi saya menggantikannya.

Sebelumnya saya sudah mengatakan kepada anak ini untuk beristirahat saja di kamar, atau melakukan kegiatan yang dia sukai. Namun alih-alih menurut, dia yang malah menarik paksa tangan saya untuk melakukan tugas

Aku mau temani dokter. Kita teman, bukan? Ayoo sini cepat, nanti dokter kunti marah. Bergentayangan, loh. Hihh ngeri.

Terserah apa maunya. Saya hanya khawatir kondisinya tiba-tiba drop. Pasalnya akhir-akhir ini diagnosanya semakin parah.

"Kamu tidak ingin beristirahat?" tanyaku, dia membalasnya dengan gelengan.

"Tapi wajahmu pucat"

Wajahnya memang terlihat pucat saat ini, dia seperti mayat hidup. Anak-anak seumuran yang melihatnya mungkin akan lari ketakukan.

"Engga papa. Mukaku selalu begini kok"

"Yakin?"

"Iya yakin" balasnya dengan anggukan mantap

Saya lantas berhenti berjalan, membuatnya ikut berhenti juga. Lalu saya berjongkok di hadapannya. "Sini saya gendong"

Dia seperti kebingungan, sangat lucu. "Dokter mau gendong aku?"

Saya mengangguk. "Iya, saya takut kamu tiba-tiba pingsan. Ayo"

Tanpa menunggu persetujuan segera saya angkat tubuhnya lalu memposisikannya di salah satu lengan saya. Dia ringan sekali, seperti kapas. Ah tentu saja tidak, saya terlalu melebih-lebihkannya.

Kami berjalan dan memasuki ruang inap satu-persatu, ditemani dengan seorang perawat yang sedari tadi mengikuti jejak saya dari belakang. Sedangkan dia masih tetap berada di gendongan saya tanpa banyak bicara.

"Kakek!" serunya saat kami memasuki salah satu ruang inap. Seorang pria lansia tengah duduk seraya membaca koran lantas menoleh ketika mendengar seruan Winwin.

"Hai anak kecil. Sedang apa yang kamu lakukan?" Balasnya tersenyum lalu melipat koran yang tadi dibaca.

Kudengar desahan keluar dari bibir mungil anak itu. "Sudah kubilang jangan panggil aku anak kecil, kakek. Umurku 9 tahun sekarang"

Kakek itu hanya tertawa singkat mendengar ocehannya. "Iya iya, janji tidak akan memanggilmu anak kecil"

Sepertinya mereka dekat. Terlihat interaksi keduanya layaknya seorang anak dan ayah sedang bercengkrama. Kalau menurut saya, kakek ini mungkin telah menjadi sosok ayah bagi anak itu di rumah sakit ini.

"Sejauh ini baik-baik saja. Rajin minum obat anda dan jangan lupa banyak beristirahat" ujar saya membungkuk di hadapannya

"Iya terima kasih dokter" balasnya tersenyum tulus

Winwin yang tadinya ikut duduk di atas brankar kakek itu kini menjulurkan kedua tangannya kemudian melingkarkannya di leher saya. Sekarang dia sudah kembali dalam posisi berada di gendongan saya.

janji sederhana, taeil ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang