—day 7
Ruangan bernuansa putih dengan sebuah piano yang berada tepat di ujung ruangan, disinilah saya berada. Dengan Winwin berada di samping saya yang tengah duduk di pangkuan.
"Dokter mau ngapain?"
Saya tersenyum mendengar tanyanya. Saya posisikan dirinya dengan baik di pangkuan saya, lantas mengarahkan jari-jari panjang saya di atas tuts-tuts putih yang berjejeran indah.
"Kamu pernah bilang ingin melihat saya bermain piano bukan?"
Dia mengangguk kecil, lantas saya tersenyum.
"Sekarang saya akan menunjukkan permainan piano yang tidak akan pernah kamu lupakan"
"Dih alay," cibirnya
"Gak percayaan kamu"
Anak itu hanya terkekeh, lalu menggoyangkan lengan saya. "Bercanda, ayo cepat perlihatkan"
Saya menarik nafas perlahan, lantas dengan pelan mulai menggerakkan jari-jari saya menari di atas tuts-tuts piano itu.
Permainan piano dari lagu timeless - nct u saya perdengarkan seraya memejamkan kedua mata, membiarkan jari-jari saya bergerak sendirinya. Mulai menghayati makna lagu itu sedalam mungkin, hingga membuat air mata saya hampir saja menetes jikalau tak saya tahan saat itu juga.
Tidak ada pergerakan dari anak itu, saya pikir dia benar-benar tertegun dengan permainan saya. Sudah saya bilang permainan ini tidak akan pernah dilupakannya, oleh karena itu saya berusaha agar menghayatinya sedalam mungkin.
Hingga permainan selesai, tidak ada pergerakan darinya. Saya mulai membuka mata perlahan sedetik permainan saya telah selesai.
"Hey, kamu menangis?" tanya saya saat melihatnya menunduk di pangkuan saya. Dapat terlihat butiran-butiran air mata jatuh perlahan dari wajahnya yang sedang menunduk itu.
Winwin mulai menengadahkan kepalanya, "A-aku gak tau kenapa tiba-tiba nangis" katanya seraya memandang saya, terlihat jelas air mata yang tengah menghiasi wajah mungilnya.
Saya hanya terkekeh lalu ikut menghapus air mata itu, "Cengeng. Kamu seakan-akan tahu arti lagu itu"
Dia menggeleng, "Aku gak tau artinya. Dokter tahu?"
"Kamu mau tahu memangnya?" Dia mengangguk. "Lagu ini mengisahkan tentang seseorang yang bermimpi agar tetap bersama kekasih masa lalunya"
"Kekasih masa lalu? Mereka sudah tidak bersama lagi dong"
Saya mengangguk, "Iya. Namun dia cinta mati sehingga tidak ingin berpisah dengan kekasihnya"
"Apa yang terjadi memangnya?"
"Saya engga tahu, kan saya bukan dia"
Dia berdecak, "Kira dokter tahu"
Saya hanya membalas dengan senyuman, mengarahkan salah satu tangan saya untuk mengusap lembut surai lebatnya. Akhir-akhir ini saya sering melakukan hal itu.
"Aku juga ingin bermimpi" ucapnya tiba-tiba
"Apa yang kau impikan?"
"Banyak"
"Salah satunya?"
"Menjadi sehat seperti dulu" katanya
Saya tersenyum, "Kamu bisa memimpikan hal lain"
"Aku mau, tapi itu tidak mungkin"
"Kenapa?"
"Waktuku sudah tidak banyak lagi dokter. Percuma kalau aku ingin bermimpi"
"Kamu bisa memimpikan hal-hal sederhana"
Dia mengerjap kebingungan, "Seperti?"
"Hal sederhana seperti menyuapi mamamu, bercerita denganku, dan banyak hal lainnya"
Anak itu terdiam, "Tapi aku ingin sehat agar bisa memimpikan hal-hal luar biasa. Teman-temanku bermimpi ingin menjadi dokter, pilot, sedangkan aku? Hanya disini menunggu waktuku habis"
Saya hanya diam mendengarkan.
"Aku iri dengan mereka yang bisa berani bermimpi setinggi itu, sedangkan aku harus berfikir dua kali sebelum memikirkannya" ujarnya
"Kamu marah?" tanya saya
"Dulu aku marah, kenapa aku tidak bisa seperti temanku yang lain. Tapi sekarang tidak lagi, aku malah bersyukur. Teman-temanku mungkin berani bermimpi setinggi langit, tapi tidak bisa mengalahkan apa saja yang telah kulalui selama ini"
"Apa itu?"
"Dokter tahu? Kalau bukan karena aku sakit, mama tidak akan seperhatian ini denganku. Aku tidak akan menemui kakek dan kisah-kisah unik yang selalu diceritakannya padaku. Aku tidak akan bertemu anak-anak hebat seusiaku yang bahkan penyakitnya lebih parah dariku. Aku tidak akan menemui dokter kunti yang selalu mengomel karena aku tidak beristirahat di kamar sebagai bentuk perhatiannya. Dan terlebih lagi aku tidak akan bertemu dokter bulan dengan kata-kata bijaknya yang selalu menyemangatiku"
Saya tidak pernah menyangka anak seusianya dapat berkata sedemikian. Dia terlalu dini untuk menyadari hal-hal seperti itu di usianya.
"Terima kasih, dokter" Kedua lengan kecilnya beralih melingkar di perut, saya membalas pelukan itu seraya mengelus punggung kecilnya pelan.
"Dokter harus janji, kata-kata yang selalu dokter ucapkan padaku setiap hari harus disampaikan juga ke orang lain ya?"
Saya mengangguk seraya tersenyum. Bersyukur kepada Tuhan yang telah memberikan saya kesempatan untuk bertemu anak sehebat dia. Dia terlalu hebat untuk disebut sebagai manusia.
"Ehm, dokter"
"Hm?"
"K-kepalaku sakit"
Saya panik saat dia berkata demikian, lantas dengan cepat saya beralih menelisik wajahnya yang tengah berada di dalam dekapan saya.
"Kamu mimisan!"
Saya benar-benae kaget saat melihat darah yang keluar hebat dari lubang hidungnya. Banyak, sangat banyak. Kali ini lebih banyak dibandingkan mimisannya beberapa hari lalu.
Segera saya angkat tubuhnya, menggendongnya dengan kedua tangan saya lalu berlari keluar dari ruangan ini. Tak peduli dengan jas putih saya yang kini berlumuran darah.
"Tahan, ya. Saya akan periksa kamu" kata saya saat berlari.
Dia tidak meresponnya. Tangan kecilnya masih senantiasa menggenggam erat jas putih saya. Lantas dengan senyuman mungil yang menghias wajahnya, kedua kelopak matanya perlahan menutup dengan kesadaran yang telah terambil sepenuhnya.
- moon taeil -
KAMU SEDANG MEMBACA
janji sederhana, taeil ✔
Fiksi Penggemar"Janji harus ada di samping aku sampai akhir" -ft. moon taeil, nct. start : jan 2021 end : feb 2021