Jisoo duduk di halte bus bersama kakek tua, hanya mereka berdua yang ada di sana selama kurun waktu dua puluh menit terakhir. Kakek itu membawa sebuah tongkat yang di topang dengan postur duduk membungkuk, mata menatap lurus ke depan disertai seberkas senyuman.
Hari itu langit senja berwarna merah jambu keunguan, warna menakjubkan yang jarang terlihat. Jalanan di sekitar ramai oleh lalu-lalang kendaraan, tapi pejalan kaki tidak ada satupun yang terlihat.
“Jika kau terlahir di kehidupan sebelumnya, kau ingin menjadi apa, Nak?” tanya sang kakek.
Gadis itu terdiam dari gerakan memainkan ponselnya, ia baru saja dipecat dari pekerjaan. “Saya ingin jadi anak orang kaya.”
Tawa si lelaki tua terdengar serak dan lelah. “Kalau begitu, bagaimana jika kau dilahirkan dalam masa gentingnya peperangan?”
“Kalau begitu ... saya ingin jadi seorang pahlawan,” balas Jisoo percaya diri.
“Benarkah pahlawan? Banyak gadis yang kutanyai dan jawaban mereka rata-rata ingin menjadi seorang putri.”
“Putri itu lemah. Saya tidak menyukainya. Mereka hanya diam di dalam istana dan belajar hanya untuk menggantungkan hidup pada seorang pangeran. Saya lebih menyukai pahlawan, mereka berani dan berkorban untuk banyak orang.”
Kakek di samping Jisoo mengangguk paham, bus datang dari arah kiri secara perlahan-lahan. Tempat duduk mereka menghadap ke pemandangan matahari terbenam, menurut Jisoo hal itu menguntungkan karena ia bisa menikmati senja dengan langit merah jambu yang langka.
Pintu bus terbuka otomatis, ia membantu kakek terlebih dahulu. Namun, bus melaju sebelum ia naik. Jisoo hampir saja terjatuh karena ditinggalkan oleh bus terakhir di tempat ini.
Tanpa Jisoo sadari ada mobil dari arah kirinya yang melaju tak terkendali, mobil itu menabrak dan menghempaskan gadis tersebut dari tanah beraspal. Ia terjatuh dan darah mengucur banyak dari dahi, tapi yang ia lihat tidak ada orang sama sekali yang berhenti untuk menyelamatkannya.
Dengan pandangan buram, air mata terjatuh dan darah berlinangan. Jisoo terkapar di tepi trotoar, sedetik kemudian hal terakhir yang ia lihat adalah pemandangan matahari terbenam.
🎐🎐🎐
Kepala Jisoo berdengung, ia merasa linglung kala membuka mata, tak ada rasa sakit sama sekali. Menoleh ke arah samping dan depannya, tempat ini asing.
Jisoo melihat ke pakaiannya sendiri, hanbok?
Rambutnya diikat kepang rapi, ada tas besar menggantung di punggung dan sebilah pedang di tangan kanannya. Ia berdiri di tengah-tengah keramaian ... tempat apa ini? Apakah ia bisa menyebutnya pasar?
Orang di sekitar adu tawar-menawar dan saling membanggakan barang dagangan masing-masing.
Tapi kenapa Jisoo membawa pedang? Apa dia sedang menjadi seorang pahlawan di dunia mimpinya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Ferly | Taesoo
Fiksi PenggemarSometimes we need fantasy to survive the reality. ©2021 | taesoo-short story area