#4 - Bertahan atau Melepaskan?

59 13 4
                                    

Besok, tepat seminggu sudah berlalu, sebagian barang-barang yang ada dirumah ini telah dipindahkan ke rumah yang ada di Jakarta.

Sepulang dari makam Nenek dan Kakeknya, Ranya berdiri diambang pintu kamar keduanya, tempat dimana ia selalu mendapatkan pelukan hangat dan elusan kepala dari mereka,

Sejak kecil, Ranya tidak pernah merasakan kasih sayang dari seorang Ibu, karena sang Ibu telah meninggal dunia pada saat berjuang melahirkannya,

Tidak jarang ia diledek oleh teman sebayanya dahulu, meskipun Hanif, Hagi, Dimas, dan Mahesa ada untuknya, tetap saja, para anak perempuan enggan berteman Ranya.

Itu juga menjadi salah satu alasan mengapa Satria memutuskan untuk memindahkan kedua anaknya ke Malang, ke tempat kedua orangtuanya.

Ranya duduk didepan meja rias, terputar sekilas bayangan dimana Neneknya dulu selalu menyisir rambut panjangnya setiap sebelum tidur sembari bercerita tentang banyak hal yang ia lewati di hari tersebut.

Kini rambut panjang itu telah raib, malam dimana gadis itu frustasi dan memotong asal rambutnya ditoilet rumah sakit dengan seragam lusuh saat menunggu keadaan Nenek Kakeknya yang sedang kritis.

Ia mengambil foto yang terbingkai pigura pada sisi meja tersebut, mengusapnya pelan dengan mata berkaca-kaca

"Nek, Kek, makasih buat semuanya..., aku bersyukur jadi cucu kalian, terimakasih udah ngerawat dan ngebesarin Ranya dan Mas, aku sayang kalian..." ucap Ranya

Kemudian gadis itu terhanyut dalam renungannya seraya menundukkan kepala, menyembunyikan tangisnya.

Satu jam ia memendam diri, Lukman yang mengintip dari balik pintu, mendekati adiknya

"Dek" panggil Lukman

Ranya tak menjawabnya, Lukman pun beralih ke sisi sebelahnya.

Sang adik rupanya tertidur dengan kepala telungkup di meja mengarah kearah kiri, Lukman pun memindahkannya ke kasur,

Wajahnya tampak memerah, mata, hidung, dan bibir yang membengkak,

Walaupun seperti itu, menurut Lukman wajah adiknya terlihat berpuluh-puluh kali lebih cantik dari biasanya

Ranya sangat mirip dengan almarhum mendiang Mama, Soraya Adella

Dari fitur wajahnya, cara bicara, cara berjalan, mungkin semua bentuk dan ciri fisiknya hampir sama, hanya terletak di kepribadiannya

Jika Mama memiliki pembawaan yang lembut, pendiam, sabar, dan anggun, berbanding terbalik dengan Ranya yang galak, banyak bicara, ekspresif, dan suka bercanda,

Lagi-lagi buah jatuh tak jauh dari pohonnya, Ranya dan Mama sama-sama perasa dan sentimentil.

Notifikasi dari ponsel Ranya berseru, Lukman pun memandang layar benda itu, itu pesan dari pacarnya.

Whatsapp:
Baskara: kamu sibuk ngga?
Baskara: aku telepon boleh?

Lukman pun dengan sigap meraih benda itu dan membawanya keluar, takut Ranya akan terbangun,

Dan biarkanlah untuk kali ini Lukman ikut ambil peran dalam hubungan sang adik.

Pemuda itu mengangkat sambungan itu tanpa menjawabnya,

[1] Dari Hagi untuk Ranya ft. hwangshinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang