Trend orang Indonesia memang aneh-aneh. Mungkin loe pernah ingat tentang mitos ikan Lohan yang harganya jutaan itu. Ikan itu sulit ditemukan. Langka. Tapi dulu. Orang-orang percaya kalau ikan yang mempunyai kepala segede tutup panci itu bisa mendatangkan rejeki berlimpah. Setempe dan setahu gue, kalau mau dapat duit itu ya kerja. Bukan melihara ikan yang bahkan gak enak rasanya kalau di rendang. Kalau emang mitos itu benar, mungkin juragan ikan pasar senen udah naik Lamborgini saat ngantar cabe-cabe-an ke Karaoke.
Kenyataannya sekarang?
Kemarin gue kencing di selokan dekat rumah gue, ikan Lauhan pada rame-rame muter-muterin pancurannya.
Okeh. Tanpa bermaksud men-diskriminasi ikan, trend gak sehat itu pun kian lama memudar. Seiring tergantikannya vokalis Kangen band. Syukurlah.
Tahun ini (2015), masyarakat kembali dihebohkan dengan trend gak masuk akal. Adalah katanya batu cincin, yang berharga mahal. Tergantung dari keaslian batunya. Jadi gini, batu cincin yang asli katanya kalau di senter dan cahaya senternya nembus, itu asli. Harganya mahal. Masalah tembus pandang, G-String punya pok Nori juga tembus pandang. Pertanyaannya, apakah pok Nori bersedia G-String nya di tuker sekumpulan batu penghias akuarium itu?
Setelah gue bales-balesan komen di Path menanyakan hal itu dengan pok Nori, beliau ternyata gak setuju. Katanya lebih baik dia gak maskeran tiga hari daripada dapat yang begituan.
Kegoblokan mitos tersebut juga merasuki teman gue. Namanya Ardi. Setiap pagi kalau kita lari pagi, Ardi selalu nyenter-nyenter batu yang di injaknya. Dan dalam hitungan menit pula, semua batu jalanan komplek gue di vonis Ardi: batu palsu.
"Ngapain seh loe nyenterin batu-batu gituh?" Tanya gue ke Ardi yang lagi jongkok menerawang batu.
"Sapa tau kan, salah satu dari batu tak bernama ini adalah Giok. Gue bisa kaya mendadak." Jawab Ardi polos sambil ngendus-ngendus batu.
Gue bukan orang yang ngikutin trend. Makanya gue takut ngajakin Ardi ke keburan. Kebayang ajah gitu kalau kita lewat kuburan, pasti Ardi ngajakin singgah. Buat nyenter batu Nisan tentunya.
Sekali lagi, di Wikipedia gak pernah tercatat ada Milyuner batu giok.
Bill Gates kaya karena Software Windows.
Mark Zuckenberg jadi jutawan berkat Facebook.
Mendiang Steve Jobs punya perusahaan Apple karena jualan batu Giok? Gak pernah.
Secara sastra, hal itu ditulis di Internet juga gak keren.
Sama seperti sebelum-sebelumnya. Gue yakin fenomena batu cincin itu juga akan berakhir. Cepat atau lambat. Layaknya kasus korupsi yang hilang termakan usia.
Keresahan batu cincin itu bikin gue gak bisa tidur satu malam. Abang gue dirumah selalu ngomongin batu. Facebook dan Twitter juga gak mau kalah, beranda gue penuh kabar tentang cincin aki-aki. Ada yang upload batu cincin warna merah, yang Giok, yang warna-warni, yang bersinar saat malam. Sampe yang ada foto berdua dengan pacarnya. Mungkin itu batu cincin edisi Vallentine.
Saat semua benda di sekitar gue lihat menyerupai cincin, gue putuskan main hape. Buka Bbm dan nyoba ngobrol sama teman. Lagi-lagi, feed Bbm berisi batu meteor garden menghabiskan kuota data. Seorang teman gue yang lain juga update display picture (DP) nya di Bbm. Gambar cincin menghiasi pergelangan tangan. Namanya Madon.
Iseng, gue komentari DP nya.
Gue: banyak banged cincin loe. Mana gede-gede gituh?
Madon: goblok loe. Itu kalau dijual semua harganya 150 juta.
Gue: waw! Udah kaya dong loe?
Madon: tuh punya teman. Gue cuma disuruh bantu jual.
Gue: ooo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacar Bipolar
RomanceBoy ngambil ancang-ancang. Mengepal tangan. Menarik nafas dalam-dalam. Membusungkan perut. Dia siap meluluh-lantahkan apapun yang ada didepannya. Gue jerit dalam hati: ampuni dia tuhan! Dia tidak tahu apa yang akan dia lakukan. Terlambat. Belum semp...