Tak Terhapus (Bagian 1)

580 14 9
                                    

Sekitar awal Februari 2015 ini, gue dapat sms mantan. Isinya berupa permintaan maaf dia ke gue. Pesan itu datangnya jam empat subuh. Jelas ajah, gue ngerasa dia ngirim pesan karna mabuk. Atau karena dia dalam masalah besar.

Giliran dapat masalahnya ajah loe ingat gue! (Cie... cie... yang masih sayang)

Enggak, gue gak berharap apa-apa lagi sama mantan gue ini. Terus terang gue emang pernah kecewa, tapi sekarang gue udah 'biasa ajah' setiap kali dia ngubungin. Sayang sih ada, tapi gak berniat memiliki. Toh, gue udah pernah pacaran juga sama dia. Satu tahun lamanya. Mungkin waktu yang sebentar. Bagi gue pribadi, setahun adalah rekor terlama. Karena nyaris setelah dia, gue pacaran paling mentok tuh enam bulan.

Ngedapetin sms bertema maaf-maaf tadi, gue langsung sms mantan gue balik.

Kamu kenapa minta maaf? Lebaran masih lama lagih.

Tujuh menit kemudian, gue dihubungin mantan. Pertama, gue bingung harus angkat atau enggak. Kedua, gue udah ngantuk banget.

Akhirnya... gue biarin. Ada sekitar lima kali panggilannya gak gue angkat. Gue milih tidur.

***

Paginya, gue dibangunkan suara pintu yang digedor orang. Bisingnya terasa sampai ke tulang. Ini akibat gue udah lama gak minum Anlene. Maklum, Manula. Tulang gue udah keropos semua.

Kesel, gue beranjak ke depan untuk membuka pintu. Masih mengenakan sehelai boxer plus mulut yang bau Naga kecebur jamban. Gue buka pintu emosi, dan... terbelalaklah mata gue, yang datang rupanya mantan.

"Hai." Sapa mantan. Senyum tipis nya masih sama, masih manis.

"Uhm... ahhh... anu... eng..." gue kaget. Bingung mau nyapa atau nyiram dia pake bensin. Terus gue bakar.

"Aku gak disuruh masuk nih?" Tanya mantan. Alis nya dinaikin satu.

"Ah! Iyaiyaiya. Ayo... ayo masuk. Hehehe. Hehehe." Gue mempersilahkan dia masuk.

Gue berjalan masuk kamar di ikuti mantan. Kerasa, dia memperhatikan gue terus yang sibuk mengacak-ngacak rambut sendiri. Sesampainya di kamar gue duduk di kasur, mantan duduk di meja komputer.

Momen canggung gak terhindari.

Gue diem-dieman sejenak sama dia.

"Apa khabar kamu?" Mantan memulai pembicaraan.

"Lumayan. Aku gak aneh kan? Seperti yang kamu lihat. Itu artinya aku baik-baik ajah." Jawab gue.

"Syukurlah kamu baik-baik saja. Aku doain kamu semalam."

"Apaan? Kamu kira aku udah almarhum, pake didoain. Hahaha. Ah... huff."

"Aku kangen sama kamu." Pernyataan mantan mengejutkan gue. Matanya berkaca-kaca.

Gue cuma bisa ngeliatin dia. Sebenarnya gue juga gak tahu mau ngomong apa. Kalau gue bilang kangen, yang ada dia jadi berfikir gue ngasih harapan. Kalau gue bilang 'aku benci kamu,' bisa-bisa dia nimpuk gue pake mouse. Gue bisa berubah jadi kursor.

"Aku juga kangen kamu." Gue ngasih pernyataan yang sama ke mantan.

Mantan berdiri, lalu meluk gue. Gue cuma bisa membiarkan itu terjadi. Senang rasanya, melihat dia agak sedikit dewasa. Dalam pelukan itu, gue membelai rambut mantan yang sedang menangis. Gue tersenyum, lucu juga membayangkan dua orang yang tadi nya berpisah kini bisa ada dalam satu ruangan, sedang berpelukan. Dua orang yang dulu saling membenci dan menghianati, saling berciuman. Di ruangan ini, kamar gue, rumah gue, tempat dia pernah tinggal sama gue.

Kenapa gue di takdirkan untuk berjumpa dia lagi? Gue gak tahu. Ini semua pasti sudah diatur, dan udah kewajiban gue buat jalaninnya.

"Aku mau kita kayak dulu. Aku mau kita sama-sama lagi." Kata mantan tanpa memandang gue.

Pacar BipolarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang