Perasaan Terakhir

525 12 0
                                    

Katanya konon, para penulis pasti punya teman sesama penulis lainnya. Itu bisa jadi karena mereka saling nyambung. Entah itu teman penulis dunia maya atau bukan. Sama kayak gue, yang punya banyak teman penulis. Dari penulis yang tidak terkenal sampai penulis script film layar lebar.

Sewaktu gue nulis bab Cokelat tanpa rasa, gue sempat share cerita itu ke teman gue yang juga penulis bayangan (Ghost Writer), namanya Wina. "Win, gimana menurut loe?"

"Bagus kok. Cerita loe selalu nyentrik. Gue selalu suka cerita loe. High Quality." Jawabnya santai. "Bahasa loe mudah dicerna Rea. Loe selalu jujur dalam tulisan loe. Gue suka banget pokoknya."

"Makasih ya, loe udah mau jadi first reader gue." Gue melipat tangan. Menatap kedepan.

Starbucks di daerah Hermes Place siang itu tidak begitu ramai pengunjung. Hanya beberapa orang. Dengan jarak yang cukup jauh antara pengunjung yang satu dengan pengunjung lainnya. Sayup-sayup melantun lagu dari band favorit gue, The Script. Judulnya The Man Who Cant Be Moved.

Wina mengernyitkan alis ke gue, "kenapa sih gak loe kasih ajah cerita itu ke Vero?"

"Gak." Gue jawab mantap. "Maksud loe? Biar dia baca gituh?" Gue menambahi.

"Iyalah. Biar dia tahu perasaan loe. Sapa tau kan, dia bisa nerima loe setelah baca cerita itu."

"Gila loe. Yang ada gue bisa malu kalau Vero sampe tahu gue suka banget sama dia. Pokoknya gak. Sekali lagi, gak bisa."

"Malu kenapa? Karena dia tahu loe suka banget sama dia?" Kata Wina setelah nyeruput kopi.

"Jelas dong! Harga diri Win. Harga diri. Gue cowok." Gue sewot.

"Terus kalau tiba-tiba dia baca buku loe gimana?"

"Gak bakal. Tapi kalau sampe itu kejadian, yang jelas gue bakal migrasi. Hahaha."

Wina geleng-geleng kepala dengar jawaban gue.

Satu hal yang pasti, Vero gak suka baca buku. Lagian dia juga gak tahu gue pernah nulis.

"Ih lo tuh ya, gue heran sama loe Re. Kenapa loe cuma mendam perasaan loe ke dia?" Wina nampar pundak gue pelan. "Tapi sih gue rasa gak cuma loe ajah sih, semua cowok juga bakal jaim." Kata Wina melanjutkan sambil mencubit pancake yang ada didepan kami, lalu mengunyahnya.

Gue lalu ngeliatin Wina yang tengah asyik makan, "loe suka banget ya sama pancake?"

"Ya suka lah bego. Makanya gue makan." Jawabnya mantap tanpa ngelirik gue. Wina fokus untuk menghabiskan pancake itu.

"Eh tapi gue mau nanya satu hal sama loe Re."

"Apaan?"

"Gue tahu loe tuh sering banget pacaran. Apa sih yang loe lakuin kalau ada cewek yang nunjukin perasaannya terang-terangan ke elo?" Tanya Wina. Dan masih memakan pancake.

"Misalnya kayak apa?"

"Misalnya dia tiap hari nyamperin loe ke rumah. Setiap loe manggung dia dateng. NoMention loe di twitter, pokoknya kayak-kayak gitu deh."

"Emang ada ya cewek kayak gitu? Berarti gue mirip Aliando dong." Kata gue sambil ngusap-ngusap dagu.

"Yee... kampret. Gue serius! Jawab dulu." Wina sewot.

"Hahaha. Iya. Iya. Yang pasti Win, gue bakal nerima tuh cewek. Terus gue main-mainin. Dan kalau dia beruntung, gue jadiin dia cadangan." Jawab gue sedikit bercanda.

"Kenapa gituh?" Wina penasaran.

"Karena gue tau dia sayang banget ke gue."

Wina mandangin gue serius, "tapi... dia kan sayang sama loe masa loe gituiin sih?"

Pacar BipolarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang