Theanin

9 0 0
                                    

2019
Juni, 11

PRANGGG!

Suara pecahan kaca membangunkan Em pada tidur lelapnya. Seketika bangkit dan menolehkan diri pada bagian kasur yang kosong, pikiran buruk tengah bercokol pada dirinya. Apa yang terjadi di tengah malam begini? Dimana Jungkook? Diantara seluruh keresahannya itu, ia segera bangkit dan keluar dan menuju arah asal suara.

"Astaga Jungkook?! Apa yang terjadi?" Terlihat Jungkook yang sedang berdiri di dapur dengan menumpu badan pada dinding di sampingnya.  Tanpa pikir panjang, Em segera berlari kesana dan memeriksa keadaannya. Wajahnya pucat, tubuhnya bergetar. Jari yang bergetar itu tak mampu menopang gelas yang seharusnya digunakan untuk menenggak air, guna menyokong pil di rongga mulut berikut lanjut ke lambungnya, menyebabkan terhempasnya gelas kaca itu dan memecah keheningan malam.

Syukurlah itu bukan berasal dari perampok maupun penguntit. Meski tak dapat dipungkiri rasa khawatirnya melihat keadaan Jungkook seperti itu, setidaknya ia dapat bernafas lega sebab tak ada orang asing yang menerobos masuk.

"Kau sakit?" Em memberi gelas berisi air yang langsung diterima Jungkook untuk selanjutnya ia teguk. Dalam pikir Jungkook, ia butuh meminum pil itu secepat mungkin, hanya itu yang mampu meredakannya sekarang.

"Jung, kau baik-baik saja?" Em mengarahkan Jungkook untuk duduk kearah kursi dapur setelah selesai menenggak obatnya. Mengelus punggung guna menenangkan kekasih, lalu menyeka keringat menggunakan tisu yang berada di meja depan mereka. 

"Aku baik, hanya saja tadi begitu lemas sampai tak mampu menopang gelas." Jungkook, yang sedari tadi masih dengan agenda menarik nafas dalam, melanjutkan. "Maaf aku membangunkanmu, Em."

"Karena suara pecahan itu akhirnya aku membantumu, kan?" Tuturnya dengan lembut. Digenggamnya jemari besar itu, lalu mengelusnya perlahan berharap afeksi menenangkan darinya tersampaikan.

"Beristirahatlah lagi, aku akan menyusul setelah membereskan itu." Ujar Em sambil menunjuk serpihan kaca yang berserakan tak jauh dari keduanya. Maka Jung tak banyak berkata lagi, ia hanya menurut dan segera beranjak dari dapur dengan tubuh yang berkeringat. Masih berjalan gontai, tertatih-tatih berpegangan pada dinding kokoh dipinggir tubuhnya karena efek pil yang dikonsumsi membutuhkan waktu untuk bekerja.

Setelah Em membereskan kekacauan yang ada, ia memasuki kamar dan menemukan Jungkook telah terlelap dengan piyama yang belum terganti. Tadi dirinya melihat Jungkook sangat berkeringat, pasti sangat tidak nyaman tidur dengan piyama penuh keringat begitu. Maka ia mengambil satu piyama atasan dari lemari pakaian dan mulai membuka kancing piyama Jungkook, berniat untuk menggantikannya. Tak tega bila harus membangunkan dahulu.

Tatkala misi dalam mengganti linen penuh keringat kekasihnya selesai, jemari itu tak begitu saja langsung menjauhkan diri. Masih ia gunakan untuk menyentuh kening dan leher lelaki, coba mengecek temperatur tubuh itu. Namun, ia tak dapatkan rasa panas berarti. 

Ia tak menahu pil jenis apa yang dikonsumsi Jungkook kala tadi, dan tak menahu pula sakit apa yang diderita kekasihnya. Namun, terlalu letih pula bila harus kembali kearah dapur untuk sekedar memeriksa dan menghilangkan rasa penasarannya. Ini masih di pagi buta, tubuhnya masih teramat mendamba tempat pembaringan. Lagipula, prioritasnya sekarang adalah merawat Jungkook, maka ia coba melupakan rasa penasaran itu dan segera merebahkan diri disebelah Jungkook dan terlelap bersamanya. Pula, lemas tak selalu berasal dari demam. Jadi, bila ada yang perlu ia khawatirkan, itu adalah keadaan kekasihnya.

Dirinya perlahan terlelap, dengan bunga tidur yang begitu indah. Tanpa mengetahui bunga tidur apa yang menimpa daksa di sisinya. Pada akhirnya, ia hanya mampu merawat fisik Jungkook, namun tidak dengan yang lainnya.

Spring Day isn't Spring DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang