BAB 3 UJIAN MENTAL

86 16 0
                                    

JARI Mr. Carter yang memegang picu nampak menegang. "Aku ini penembak jitu! Tembakanku belum pernah meleset. Ada pertanyaan lagi?"

Jupiter menggeleng. Dipaksanya dirinya agar tidak nampak gentar menghadapi moncong senapan yang terarah ke mukanya.

"Tidak, Sir," katanya. "Maaf, jika kami mengganggu Anda. Permisi, Sir." Bibir laki-laki itu menipis.

"Aku baru benar-benar senang, apabila anjing-anjing sialan itu tak pernah kulihat berkeliaran di sini lagi. Sekarang pergi!"

Kata-kata itu diiringi moncong senapan yang disodokkan ke depan. Jupiter dan kedua temannya mundur pelan-pelan.

"Ayo, putar tubuh!" bentak Mr. Carter. "Aku tidak ingin kalian menginjak-injak rumputku!"

Jupiter memandang kedua temannya, lalu mengangkat bahu. Ketiga remaja itu berpaling dengan perasaan kecut, membelakangi laki-laki pemarah yang mengacung-acungkan senapan berburu. Mereka berjalan dengan langkah pelan.

"Pelan, jangan lari," bisik Jupiter pada kedua temannya.

Jantung ketiga remaja itu seperti terlompat, ketika tiba-tiba terdengar bunyi nyaring di belakang mereka!

"Tenang, Teman-teman," kata Jupiter, "itu cuma Mr. Carter yang membanting pintu."

Ketiga remaja itu menoleh ke belakang. Ternyata Jupiter benar! Tanpa menunggu lagi, ketiga-tiganya langsung lari.

Mereka baru berhenti ketika separuh jalan sudah dilewati. Mereka menoleh lagi. Mereka tidak dikejar. Pintu depan rumah Mr. Carter tetap tertutup.

"Uhh," desah Bob, "nyaris saja!"

"Pakai senapan buru dengan mimis segede gajah lagi," kata Pete. Ia memeriksa apakah keningnya berkeringat atau tidak. "Sedetik lagi, habislah tubuh kita dirobek-robek mimis!"

"Kemungkinan itu kecil," kata Jupiter. "Geren­del pengokang tidak ditarik, jadi senapan itu belum siap untuk ditembakkan."

Bob dan Pete memandangnya dengan mata melotot.

"Dan itu sejak semula sudah kauketahui," kata Pete dengan nada menuduh. "Pantas kau tenang-tenang saja."

"Kurasa Mr. Carter memang sama sekali tidak berniat menembak kita," kata Jupiter. "Ia cuma ingin melampiaskan kemarahannya saja. Dan kemarahannya itu tercetus, karena aku kebetulan menyinggung satu hal yang tidak disukainya. Aku bertanya tentang anjing!"

"Dan kini ada satu tambahan lagi yang bisa memancing kemarahannya," kata Pete. "Manusia!"

Jupiter memonyongkan bibirnya sambil merenung. "Lain kali kita perlu lebih berhati-hati, jika mendatangi Mr. Carter," katanya.

Pete menggeleng.

"Kau keliru! Lain kali kau saja yang berhati-hati, jika datang lagi ke tempat Mr. Carter. Aku tidak perlu kaupikirkan, karena aku takkan ikut. Aku lupa bilang, kulitku ini sangat peka! Tidak tahan kena mimis - apalagi yang ditembakkan dari senapan berburu!"

"Aku juga begitu," kata Bob. "Jika harus ditembak, aku memilih ditembak dengan pistol air, dengan jarak sepuluh langkah."

"Tapi mungkin juga Mr. Carter tadi sangat pandai bersandiwara-jauh lebih pandai dari yang kuanggap mungkin," kata Jupiter. "Mungkin saja ia terlibat dalam kasus lenyapnya anjing-anjing itu."

"Masuk akal juga," kata Bob.

"Sekarang merupakan soal mudah bagi kita, untuk membandingkan tanggapan Mr. Carter yang sengit, dengan sikap orang yang kini akan kita datangi."

(13) TRIO DETEKTIF: MISTERI NAGA BATUKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang