BAB 9 PERINGATAN DARI HANTU

79 15 0
                                    

"NAH, bagaimana pendapatmu tentang kejadian tadi?" tanya Jupiter.

Saat itu sejam setelah mereka pulang, ikut truk kecil dengan mana Hans menjemput mereka lagi. Bob sudah lebih dulu pulang ke rumahnya, untuk mandi serta berganti pakaian. Dan itu memang perlu! Kini, hanya Pete dan Jupiter saja yang ada di kantor Trio Detektif.

Pete mengangkat bahu.

"Aku tidak bisa memahaminya. Aku tidak tahu siapa kedua penyelam itu, kecuali bahwa nama mereka masing-masing Harry dan Jack. Aku tidak mengerti, apa sebabnya Harry - atau mungkin juga itu Jack - membidikkan senapan tombaknya ke arah kita. Aku tidak tahu, kenapa mereka mengejar kita ke dalam gua. Aku tidak tahu ke mana mereka kemudian menghilang, dan dengan cara bagaimana. Aku bankan masih belum bisa mengerti, bagaimana kita bisa lolos dari sana dengan selamat."

Jupiter menarik-narik bibir bawahnya, lalu mengangguk. "Kalau ditambah lagi dengan kejadian robohnya tangga tebing secara aneh, jelaslah bahwa kita sudah menghadapi berbagai pertanyaan sebelum kita bisa mulai mengusut misteri hilangnya anjing Mr. Allen."

"Aku punya ide, yang mungkin bisa membantu kita," kata Pete.

"O ya?" Jupiter memutar kursinya. Minat besar terpancar dari matanya. "Apa idemu itu?" Pete menggerakkan tangannya ke arah pesawat telepon yang ada di meja.

"Kau menelepon Mr. Allen. Katakan padanya, kita tidak jadi mencarikan anjingnya yang hilang itu. Bilang padanya, kita sendiri tadi juga nyaris hilang. Katakan, kita ingin membatalkan tawaran bantuan kita padanya."

Saran itu sama sekali tak diacuhkan oleh Jupiter.

"Problem kita yang pertama ialah menyelidiki siapa sebenarnya kedua penyelam itu," katanya, "dan apa yang mereka lakukan di dalam gua."

Pete menggeleng.

"Apa peduli kita dengan kedua manusia kasar itu?" tukasnya. "Kita sendiri pun tadi juga masuk ke sana, dan aku sama sekali tidak tahu, untuk apa sebetulnya hal itu kita lakukan."

"Kita mencari tanda-tanda adanya naga yang diceritakan Mr. Allen," kata Jupiter. "Dan juga jejak anjing setter Irlandianya, Red Rover."

"Yah - tapi nyatanya tidak banyak yang kita jumpai di sana," tukas Pete. "Kecuali lubang tadi. Bob yang menemukannya untuk kita."

"Kita juga menemukan lorong yang tersembunyi di balik papan-papan tertutup," kata Jupiter.

"Mungkin itu lorong rahasia untuk masuk ke dalam gua. Atau bisa juga salah satu tempat penyembunyian rahasia, yang dulu dipakai para penyelundup."

"Apa hubungannya soal itu dengan kita," kata Pete berkeras. "Anjing Mr. Allen kan tidak ada di situ."

Kening Jupiter berkerut.

"Selaku penyelidik, kita harus kembali ke sana dan memeriksa gua itu dengan lebih cermat. Masa hal itu tidak kausadari sendiri?!"

"Ya, memang." Pete mengangguk, walau dengan sikap segan. "Aku cuma heran, apa sebabnya kedua penyelam itu tidak terjerumus ke dalam lubang yang ditemukan oleh Bob! Bukan­kah itu merupakan bukti bahwa mereka mengenal tempat itu?!"

"Itu bisa saja - tapi jangan lupa, mereka membawa senter," kata Jupiter. "Dan tentang bagaimana dan kenapa keduanya kemudian tahu- tahu lenyap - kurasa jika kita kembali ke sana dengan berbekal senter, mungkin kita akan -"

Saat itu telepon berdering, untuk kedua kalinya hari itu.

Pete dan Jupiter tidak bergerak. Hanya mata mereka saja yang menatap pesawat itu.

Telepon berdering sekali lagi. "Terima dong," kata Pete.

"Baiklah." Jupiter meraih gagang telepon, lalu mendekatkannya ke kepala.

"Halo?" Lalu sekali lagi, "Halo?"

Didekatkannya alat komunikasi itu ke mikrofon, supaya Pete bisa mengikuti pembicaraan. Keduanya mendengar bunyi gemeresik. Tapi tidak ada yang berbicara.

"Halo?" kata Jupiter sekali lagi. Tetap saja tidak ada yang berbicara.

"Mungkin salah sambung," kata Pete. "Ku-kurasa tidak," kata Jupiter tergagap. "Coba dengar baik-baik!" Bunyi serak tadi terdengar lagi, seakan-akan suara orang yang berusaha menarik napas dengan susah payah. Kemudian bunyi napas itu berganti, menjadi suara orang yang sedang tercekik. Seakan-akan sudah sekarat!

"Jangan -" kata orang itu dengan sulit - lalu berkata lagi, seolah-olah dengan sisa-sisa suara yang masih ada, "Jangan - ke - mari." Kemudian menyusul lagi bunyi napas mendesah.

"Kemari - ke mana?" tanya Jupiter.

"Gua ... guaku," kata suara aneh itu. Terdengar lagi bunyi, seperti napas tersentak. Setelah itu - sunyi -

"Kenapa jangan?" tanya Jupiter. "Siapa yang bicara ini?" Suara yang menjawabnya menggaung.

"Orang... mati-," kata suara itu lambat-lambat, "- tidak ... suka ... bicara!"

Kata-kata itu disusul desahan panjang dan bergetar. Setelah itu sunyi lagi.

Jupiter mengembalikan gagang telepon ke tempatnya. Sesaat ia hanya menatap pesawat itu, tanpa mengatakan apa-apa. Pete juga begitu. Tapi tiba-tiba ia meloncat dari tempatnya duduk selama itu.

"Wah! - Untung teringat, malam ini kami makan agak lebih sore dari biasanya," katanya. "Aku pulang saja sekarang."

Jupiter ikut berdiri.

"Aku keluar juga, ah! Mungkin Bibi Mathilda memerlukan aku, untuk merapikan pekarangan." Kedua remaja itu bergegas ke luar. Mereka langsung memahami pesan suara yang menyeramkan tadi. Pesannya memang sederhana:

Jangan datangi guaku! Orang mati tidak suka bicara!

Mr. Allen bercerita tentang naga, yang masuk ke dalam gua. Tapi ia tidak mengatakan apa-apa tentang orang mati - atau hantu!

(13) TRIO DETEKTIF: MISTERI NAGA BATUKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang