BAB 5 BAHAYA DIKAKI TEBING

76 16 0
                                    

"UHH!" Jupiter terkesiap, menatap tangan Mr. Shelby. Kelihatannya seperti tangan yang benar. Rasanya seperti benar-benar tangan manusia!

Jupiter, yang biasanya selalu berkepala dingin, sekali ini tidak tahan lagi. Cepat-cepat dilepaskannya tangan itu, sehingga terjatuh.

Kedua temannya berpaling dengan cepat, karena mendengar dengusan Jupiter.

"Iiih! Apa itu?" seru Pete kaget.

"Astaga!" kata Bob sambil mendekat. "Itu kan tangan?!" Jupiter sudah agak pulih dari kekagetannya. "I-tu ta-tangan M-mr. Shelby. Tahu-tahu terlepas, ketika kami berjabatan tangan!"

"Bagaimana?" tanya Pete seakan tidak mengerti.

"Terlepas," ulang Jupiter, yang masih agak terpana. "Kalau soal bagaimana, entah!"

Saat itu terdengar suara tertawa menggema di dalam rumah, disusul bunyi seperti tercekik, terbatuk-batuk.

Wajah Jupiter memerah. "Aku yang salah," katanya pada kedua rekannya. "Aku lupa, Mr. Shelby kan orang yang suka iseng."

Tangan yang tergeletak dipungutnya dengan hati-hati, lalu diacungkannya ke arah Bob dan Pete. Pete menggeleng. Akhirnya Bob yang menerima.

"Kelihatan seperti tangan yang sebenarnya," kata Bob. "Barangkali Mr. Shelby memakai tangan palsu, dan tangan itu secara tak sengaja terlepas ketika kalian bersalaman tadi."

Jupiter menggeleng.

"Kau kan baru saja mendengarnya tertawa di dalam," katanya. "Tidak - ini pasti keisengannya lagi. Aneh - caranya menakut-nakuti orang."

"Ya - sangat kocak!" kata Pete sengit. "Kita cepat-cepat saja pergi dari sini, sebelum timbul lagi keisengannya yang berikut."

Bob mencampakkan tangan palsu yang masih dipegangnya. Ketiga remaja itu berpaling, lalu cepat-cepat lari ke arah jalan.

"Awas - jebakan terali!" seru Pete mengingatkan.

Mereka lari dengan gerak mengular, untuk mengelakkan jebakan. Mereka baru melambatkan langkah, ketika sudah menghampiri pintu pagar yang tertutup.

Pintu itu terbuka tanpa bunyi, seperti yang terjadi sewaktu mereka masuk. Trio Detektif bergegas melewatinya.

"Setidak-tidaknya ia sportif," kata Bob, sambil berlari bersama teman- temannya menyusur jalan. "Pintu pagarnya tidak disuruh menggigit kita sewaktu keluar."

"Jangan berhenti," gumam Pete. "Nanti saja aku berterima kasih padanya, jika sudah cukup jauh."

Akhirnya mereka berhenti berlari, karena kehabisan napas.

"Apa kerja kita sekarang?" tanya Bob. "Menunggu Hans datang menjemput?"

"Kalau aku boleh mengusulkan, kita lari saja terus sampai ke Rocky Beach," kata Pete. "Apalah arti jarak dua puluh mil, jika diingat betapa kita akan jauh lebih aman jika sudah ada di sana?"

Jupiter menarik-narik bibir bawahnya. Ia melirik arlojinya.

"Kita masih punya waktu sedikit. Bagaimana jika kita melihat-lihat sebentar ke liang gua yang ada di bawah, sebelum pulang?"

Pete memandang ke arah bibir tebing.

"Maksudmu, yang dikatakan dimasuki naga itu? Kuberikan jawabanku dengan dua patah kata. Tidak mau!"

Jupiter mengangguk.

"Kalau kau, bagaimana, Bob?"

"Sama seperti Pete," kata Bob. "Disamping itu, kau kan dengar sendiri tadi kata Mr. Shelby, bahwa liang-liang di bawah itu sangat berbahaya.

Entahlah kalau naga, tapi aku sendiri pasti tidak senang kalau tertimbun tanah longsor."

Sementara itu Jupiter sudah berjalan sampai ke bibir tebing. Dijamahnya pegangan tangga tua yang sudah dimakan cuaca. Tangga itu sangat terjal, menyusur dinding tebing.

"Kalau aku, aku menyarankan kita melihat sebentar ke bawah," katanya. "Jadi kalau pulang nanti, sudah ada gambaran yang lebih jelas tentang apa yang kita hadapi."

Tanpa menunggu jawaban lagi, ia langsung menuruni tangga. Dengan segera ia sudah lenyap dari penglihatan kawan-kawannya.

Pete menatap Bob dengan sikap putus asa.

"Kenapa ia selalu saja bisa mengalahkan kita? Padahal kan satu lawan dua!" Bob mengangkat bahu. "Ia lebih keras kepala, sih! Mungkin, kita berdua ini lebih tahu diri."

"Yah - tapi itu tidak ada gunanya bagi kita," kata Pete mengomel. "Yuk - kita susul dia, sebelum Mr. Shelby meluncurkan benda terbang lagi untuk mengejar kita. Atau Mr. Carter yang di seberang jalan tiba-tiba merasa perlu melatih kejituannya menembak."

Setelah itu Pete memegang kayu sandaran tangga, lalu mulai melangkah turun. Bob menyusulnya. Jenjang-jenjang yang dilewati sudah tua dan sempit. Dan sangat terjal! Pete dan Bob yang lari menuruninya, mula- mula masih berpegangan pada sandaran. Tapi lari mereka semakin cepat. Keberanian pun bertambah. Akhirnya sandaran hanya ditepuk-tepuk saja, sambil lewat.

Jupiter menangkap bunyi langkah berlari-lari di belakangnya. Ia menoleh sebentar. Ia tertawa nyengir, ketika melihat apa yang terjadi. Perlomba­an lari ke bawah sudah dimulai!

Jupiter tidak selincah kedua temannya. Tapi jika mau, ia bisa juga berlari. Langkahnya dipercepat, sementara ia melonjak dari jenjang ke jenjang.

Jaraknya dari dasar tebing tinggal sekitar lima meter lagi - tahu-tahu jenjang yang dipijaknya patah! Jupiter terdorong terus ke bawah, karena kecepatannya berlari. Jenjang berikut yang dipijak berderak, lalu patah pula. Jupiter berusaha menahan gerak tubuhnya. Ia menyambar kayu sandaran.

Kayu sandaran itu ternyata sudah lapuk, karena langsung terlepas. Jupiter berteriak, serentak dengan gerak tubuhnya yang terpental ke samping.

Bob dan Pete yang sudah berhasil menyusui sampai dekat sekali, mendengar teriakan teman mereka itu - tapi sudah terlambat! Seluruh konstruksi tangga di sebelah bawah ambruk, bagaikan rumah-rumahan yang dibangun dari kartu-kartu. Bagian sandaran sebelah atas tempat yang disambar oleh Jupiter tadi merupakan satu-satunya kemungkinan bagi keduanya untuk menyelamatkan diri. Mereka menyambar tempat sandaran itu dengan perasaan panik.

Tapi kayu pada bagian itu juga sudah lapuk, sehingga langsung terlepas.

Kedua remaja itu tidak berdaya lagi. Mereka tersungkur ke bawah, disusul potongan-potongan papan yang berjatuhan.

Dalam keadaan jatuh, otak Jupiter masih sempat bekerja. Ada dua pikiran yang merongrongnya, sekejap sebelum ia terbanting di bawah. Apakah yang dialaminya itu kecelakaan biasa?

Atau mungkinkah itu merupakan perbuatan yang disengaja, agar Trio Detektif tidak bisa melakukan pengusutan terhadap misteri naga di pantai?

Waktu yang tersisa hanya cukup untuk memikirkan kedua hal itu. Ia terbanting dengan keras, disusul tubuh dan papan yang berjatuhan dekat kepalanya. Setelah itu segala-galanya menjadi gelap!

(13) TRIO DETEKTIF: MISTERI NAGA BATUKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang