꒰ 🧸 ❛ 𝓑𝗘𝗥𝗧𝗔𝗛𝗔𝗡

401 54 19
                                    

「 ✿ 」❝ bertahan
" ‧₊˚ ❥ question | kapan? ༄
⎯⎯ ୨ ☆ ୧ ⎯⎯

"Tsukasa ...."
"Bertahanlah untukku."

Sang empunya nama langsung terbangun dari tidurnya. Napasnya terengah-engah, keringat bercucuran dari tubuhnya, dan tangannya gemetaran. Ia melirik ke arah jam digital yang ada di meja dekat ranjangnya, ini masih terlalu pagi untuk memulai kegiatan.

Ia menghela napas kasar, Tsukasa kembali berbaring namun ia tidak menutup matanya. Ia tidak bisa. Akhir-akhir ini ia sering bermimpi buruk, ia tidak mengingat mimpi itu dengan jelas namun disaat seperti ini ada dia yang menemaninya.

Dia yang Tsukasa masih ingat betul bagaimana wanginya, wajah imutnya, sikapnya, Tsukasa suka semua tentangnya. Bahkan ia ingat kapan terakhir mereka bersama, inikah yang namanya rindu?

Tsukasa menyerah, matanya tidak mau menutup. Ia berjalan ke dapur untuk membuat teh kamomil.

Setelah membuat teh, pria bersurai pirang itu menyesapnya perlahan dan menimati aroma yang menenangkan dari teh itu. Tsukasa merasa lebih tenang sekarang.

"Kakak?"

Suara yang Tsukasa kenal membuat sang pemuda itu berbalik, mendapati adiknya yang tengah mengucek kedua matanya karena masih mengantuk.

"Ah, Saki. Apa yang kau lakukan sepagi ini?" tanya Tsukasa dengan nada yang hangat.

Saki menguap barulah ia menjawab pertanyaan yang dilontarkan kakaknya, "Aku mendengar suara ribut dari dapur, kukira tikus karena itu aku memeriksanya."

"Kakak sendiri?" Saki balik bertanya.

Tsukasa terdiam sejenak. "Hanya mimpi buruk."

Saki hanya berdehem ringan kemudian berjalan kembali ke kamarnya untuk kembali tidur, Tsukasa menghela napasnya kasar dan tertidur dalam posisi duduk di meja makan.

*

Tsukasa berjalan pelan ke tanah lapang yang ada di depannya sambil melihat untuk memastikan kalau ia ditempat yang benar. Rui dan Nene menyusulnya dibelakang untuk memastikan kalau Tsukasa tidak melakukan hal bodoh seperti tadi.

"Katakan Rui! Katakan yang sejujurnya! Dimana [Name]?!" Tsukasa membentak dan menggenggam erat kerah pakaian Rui.

Rui yang awalnya hanya memastikan Tsukasa baik-baik saja karena pria bersurai pirang itu daritadi hanya melamun terkejut dengan perubahan sikap Tsukasa yang drastis.

Nene berusaha memisahkan mereka berdua, dan Emu membawa Tsukasa ke tempat lain agar ia lebih tenang.

"Tsukasa, kau baik baik saja?"
"Aku merindukannya Emu, kenapa kalian menyembunyikan kabarnya dariku?"

Emu terdiam sejenak. "Tsukasa, bangunlah. Bukankah Rui sudah pernah bilang kalau [Name] sudah pergi?"

Sang lawan bicaranya mengepalkan tangannya kesal. "Kapan dia pergi? Kenapa? Dimana dia sekarang?"

Rui datang ia menghela napas kasar. "Kapan kau akan berhenti seperti ini Tsukasa? Kita semua tahu kalau dia sudah tidak disini, ia pergi ke tempat yang jauh."

"Kapan ia akan kembali? Dia di Amerika bukan?"

Nene, Emu dan Rui saling menatap satu sama lain. Akhirnya, Nene dan Rui-lah membawa Tsukasa ke tempat itu.

Perlahan senyum Tsukasa mengembang walaupun rasa pahit memenuhi hatinya, air matanya menetes membasahi tanah di bawahnya. Tsukasa berlutut sambil melihat nisan yang ada di depannya.

"Aku lupa kalau kau sudah tiada setahun yang lalu, [Name]."

Suasana hening, Nene dan Rui tidak berani mengusik Tsukasa yang kini nampak tidak berdaya sama sekali. Ia sudah dipisahkan oleh takdir, [Name] meninggal dalam kecelakan pesawat saat ia terbang ke Amerika setahun yang lalu.

"Aku masih ingat janji terakhir kita, maaf aku tidak bisa menepatinya sekarang namun aku sungguh akan menepatinya setelah ini." Tsukasa bermonolog.

Sang pria tersenyum, ia menghapus air matanya kemudian berdiri. "Aku akan bertahan [Name], untukmu."

⎯⎯ ୨ END ! ୧ ⎯⎯

a/n

aku gabisa bikin angst 🙂

Question┊T. Tsukasa ✔︎Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang