02

84 18 2
                                    

- akhirnya masih sama, ia belum dapat menemukan kembali tempatnya

.


"shh, sakit.." seorang anak merintih kesakitan. memandangi pilu luka di lututnya juga lebam di wajahnya. tangan kecilnya juga terluka untuk sekedar menopang dirinya berdiri.

"junho!" seseorang lain memanggilnya hingga salah fokus dan kembali terjerembab ke tanah.

"aduh, duh.." rintihnya lagi.

"ish, naik sini." orang lain itu berjongkok membelakanginya. mengode junho agar naik ke gendongan belakangnya. "tahan ya, kita obati di rumahku."

ia berjalan pelan. melangkah hati-hati menghindari gerakan yang dapat membuat junho merintih kesakitan.

perlahan mendudukkan junho pada sofa, sementara ia berlari kecil mencari kotak obat. mengobatinya dengan hati-hati dan penuh perhatian.

"aw, s-sakit."

junho meringis perih ketika kasa basah itu mulai membersihkan lukanya. juga ketika obat merah diteteskan tepat di atas lukanya.

"m-maaf, ini aku udah pelanin kok." kembali mengobati luka-luka junho dengan lebih hati-hati. "lagian kenapa bisa luka sih? berantem lagi pasti, ya?"

junho hanya mengangguk kecil. tak ada gunanya ia berbohong pada orang di hadapannya. "soalnya mereka ngejekin kamu."

"tapi ngga sampai korbanin diri kamu kayak gini." tangannya terulur maju mengelus pelan pipi junho dengan lembut. "lihat tuh wajah kamu jadi nyeremin. kan cantiknya jadi ngga kelihatan."

"aku ganteng ya. bukan cantik!" junho mendengus kesal.

"terserah, yang penting jangan diulangi." dan junho hanya mengangguk patuh, meski tak yakin jika besoknya ia takkan mengulanginya lagi. mengingat banyak hal yang dapat membuatnya marah seketika.

"ngga janji tapi, ya."

☆ :˚ •

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.


junho mengernyit ketika kesadarannya pulih setengahnya. ia merasa seakan rasa kapas yang basah karena alkohol itu sangat nyata. dingin yang membuatnya perih.

hingga ketika ia terbiasa dengan cahaya disekitarnya, netranya langsung bertubrukan dengan iris gelap pekat milik eunsang yang sedang berusaha mengobati luka di wajahnya.

ah, pantas saja.

bahkan pakaian basahnya sudah berganti dengan pakaian kering milik eunsang. juga rambutnya tak lagi basah sebagaimana terakhir dia sadar.

berusaha terduduk dengan tergesa berakhir dengan meringis sakit karena luka di tubuhnya. dan ketika tangan eunsang terulur membantunya, junho dengan cepat menepisnya kasar.

terkekeh kecil tak menyangka eunsang sepeduli itu dengannya.

"wah, sejak kapan lo peduli sama gue, lee?" menatap sinis manik yang ia yakini pasti berpikir, lagi lagi anak ini menyia-nyiakan hidupnya. karena junho pun juga berpikir hal yang sama.

"aku ngga mungkin ninggalin kamu disana apalagi dengan keaadaan kayak gitu."

sebuah kalimat yang membuat junho rasanya ingin tertawa keras, tapi ia sadar lukanya masih sakit. "aku? kamu? pft, kita ngga sedeket itu, lee."

dan junho sadar kini eunsang sedang tersenyum kecut juga tatapannya miris. tapi ia tak peduli akan hal itu, tak mungkin.

"gue ngga butuh rasa kasihan lo."

junho beranjak berdiri meski mengharuskan dirinya meringis menahan sakit dari lukanya. mulai melangkah menuju pintu keluar sebelum sebuah tangan menjegal pergelangannya.

menghela napas kasar sebelum berbalik kembali menghadap eunsang yang kini juga berdiri menatapnya.

"cuma untuk malam ini. setidaknya obatin dulu lukanya, setelah itu kamu boleh pergi."

baiklah, meski junho orang yang kasar tapi ia masih tahu terimakasih. bagaimana kini ia sedang meminjam pakaian hangat eunsang. juga eunsang yang berusaha mengobatinya. toh, setelah itu ia boleh pergi.

akhirnya ia menurut. kembali duduk membiarkan eunsang mengobati lukanya. meski junho tak berani menatap lekat mata eunsang. memilih memandang hal lain atau memejamkan matanya.

eunsang sadar bahwa lelaki di hadapannya menghindarinya, enggan menatapnya. tapi, menatapnya sedekat ini membuat semua perasaan eunsang membuncah, meronta ingin tersampaikan.

semua hal yang tak pernah dapat ia ucapkan selama ini. atau mungkin lebih tepatnya ia takut, takut semuanya kembali menjadi buruk. namun ketika eunsang memilik kesempatan itu, semua kalimatnya hilang hanya tertahan dalam benak yang membuat hatinya pedih.

tolong, beri eunsang satu kesempatan lagi.

"oke, makasih atas baju dan perawatannya, lee."

kalimat terakhirnya sebelum keluar dan menghilang dibalik pintu yang tertutup.



"izinkan aku memperbaiki semuanya."


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝐇𝐨𝐦𝐞 • Sangjun (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang