Pagi tadi Anin dikejutkan dengan kehadiran Jo yang secara tiba-tiba mengajaknya untuk fitting dress. Sejauh yang ia tangkap dari omongan Jo beberapa jam yang lalu, katanya malam ini akan ada undangan makan malam perusahaan yang dihadiri oleh perusahaan-perusahaan lain juga. Tugasnya malam ini adalah menjadi pendamping yang baik sesuai dengan skenario yang sudah disampaikan. Ia hanya perlu berdandan cantik dan selalu berada di samping Haikal apapun yang terjadi. Awalnya ia kira tidak akan terlalu memusingkan, tapi nyatanya...
"Jo, aku... harus banget pake ini?" ujar Anin sambil mengelus bagian bahunya yang terbuka. Rasanya sedikit tidak nyaman, apalagi mengingat acaranya malam hari kemungkinan akan dingin.
"Cocok," sahut Jo dengan binaran mata yang tampak puas sekali.
"Apa gak berlebihan?" tanyanya lagi.
Jo langsung menggeleng. "Pas. Lo tuh cantik sebenarnya, cuman kurang dipoles dikit aja."
Tidak henti sampai di situ. Kali ini Anin harus bersabar karena wajahnya harus didandani supaya terlihat cocok saat bersanding dengan Haikal nanti.
Menit demi menit berlalu dan Anin mulai terbiasa dengan kuas yang sejak tadi menari di wajahnya. Bahkan saat salah satu hair stylist mengepang rambutnya ia malah menikmati. Rasanya seperti kembali ke masa lalu saat Mamanya mengepang rambutnya sebelum ia berangkat ke sekolah. Selalu dengan style yang sama, tapi dengan pancaran bahagia yang berbeda.
"Ma, Anin mau sampai besar dikuncir sama Mama yah?"
Di belakangnya sang Mama tersenyum. "Ya enggak bisa dong sayang. Kalau sudah besar, berarti sudah bisa ngelakuin semuanya sendiri."
Anin menekuk wajahnya di depan kaca, membuat sang Mama tertawa kecil. "Iya, nanti kalau ada umur panjang Mama akan kepangin kamu setiap hari sampai kamu sudah dewasa nanti."
Saat itu Anin bahagia tiada tara. Rasanya seperti ia memang bisa berharap pada untaian kata itu. Tapi ternyata sebaliknya, itu adalah kepangin terakhir dari sang Mama. Setelah itu tidak ada lagi wanita yang akan duduk di belakangnya untuk mengepang rambutnya. Tidak ada lagi senyuman indah yang selalu terpancar dari wanita cantik itu. Semuanya berubah. Rumahnya yang semula terang benderang berubah menjadi gelap gulita. Semuanya hilang hanya dalam waktu semalam, tepatnya sesaat sebelum ia memejamkan mata.
"Anin, heh!"
Anin membuka matanya, dan objek pertama yang ia lihat adalah wajahnya sendiri. Ia hampir saja tidak percaya bahwa gadis yang ada di pantulan kaca itu adalah dirinya. Tidak pernah sekali pun terbesit ia akan menjadi secantik ini.
"Cantik, kan? Gue bilang juga apa, lo tuh cantik. Cuman tinggal di poles dikit aja," ujar Jo jumawa karena hipotesisnya terbukti.
Senyumannya redup saat menyadaru bahwa wanita di pantulan kaca itu sangat mirip dengan wanita yang dulu selalu duduk di belakangnya sambil mengepangi rambut panjangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ephemeral | Lee Haechan
Fanfiction[ON HOLD] "Pulang, Nin." Dan Anin-nya benar-benar pulang.