Bunyi dering dari ponsel Haikal membuat cowok itu terbangun dengan sendirinya. Sudah bisa di tebak siapa yang berani meneleponnya pagi-pagi begini.
"Iya, gue udah bangun," sahut Haikal dengan suara serak, ia mematikan ponselnya setelah itu.
Namun alih-alih membuka matanya, Haikal malah memeluk guling semakin erat. Seperti tidak berniat untuk bangun dari zona nyamannya ini. Persetan dengan-
"Anjir," misuhnya saat mendengar dering ponselnya tidak juga berhenti.
"Ini gue udah bangun, seriusan."
Terdengar suara tawa dari ujung telepon sana. "Gue on the way ke rumah lo sekarang, sekalian jelasin jadwal lo buat minggu depan."
"Duh Jo, udah dulu deh ya. Gue gak minat bahas jadwal."
"Minat gak minat lo tetep harus tau. Ini gue udah di jalan, palingan sepuluh menit lagi sampe sana."
Haikal sontak bangun dari tidurnya. Ia teringat satu hal. Itu cewek kan masih di sini, kalo sampe Jo ketemu sama dia...
"Lo kesini agak siangan aja sih, Jo. Gue masih mau tidur, gila ya capek banget nih badan jadi budak agensi seminggu kemaren," Haikal mengeluarkan alasannya, sontak membuat Jo terkekeh.
"Lo mending buka gorden deh. Ini bukan siang lagi, tapi mau sore."
Benar saja, ia langsung beranjak turun dari kasur lalu membuka tirai gorden jendelanya. Setelah itu ia hanya bisa menghela napas karena tidak memiliki alasan apapun lagi.
"Udah liat belom? Kalo gitu gue tutup teleponnya, see ya!"
Tuttt.
"Emang hidup lo selalu penuh surprise ya, Kal," monolognya. Baru saja ia tersandung skandal, sekarang apakah harus mendapat skandal baru?
Memikirkannya benar-benar menguras energi. Tanpa sadar perutnya berbunyi, tanda bahwasannya makhluk di dalam sana butuh asupan makanan. Bersamaan dengan itu Haikal mencium bau sesuatu. Familiar sekali.
Sambil mengendus ia berjalan mengikuti arah wewangian ini. Semakin dekat, semakin ia sampai di dapur. Benar saja, ada banyak makanan di meja makan. Hanya masakan rumah biasa, tapi sumpah Haikal benar-benar tersiksa melihat makanan enak itu.
"Kamu udah bangun?"
Haikal langsung balik ke posisi tegak, bertingkah seolah tidak sedang melakukan apapun. Ia memperhatikan gadis itu meletakkan beberapa lauk lagi di meja makan, lalu menyusun piring juga.
"Bisa masak lo?"
Gadis itu mengangguk dengan polosnya, dengan ekspresi senatural mungkin. "Bisa."
Indera penciuman Haikal benar-benar menyiksa perutnya. Ia bahkan tidak tahan lagi melihat makanan itu hanya dijadikan objek pandangan, maka dari itu ia mengambil sendok lalu menyendokkan salah satu lauk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ephemeral | Lee Haechan
Fanfiction[ON HOLD] "Pulang, Nin." Dan Anin-nya benar-benar pulang.