"Zi, besok jadi?" tanya Sia pada Zidan yang sedang sibuk menyetir Honda City hitam yang sedang mereka naiki.
"Hmm?" Matanya masih berfokus pada jalanan yang ramai. Lelaki bertubuh cungkring itu mengumpat ketika ada sepeda motor yang tiba-tiba melintas di depannya.
Sia menghela napas panjang. Dia sudah terlalu terbiasa mendengar pujaan hatinya itu mengumpat karena hal-hal kecil.
"Sudah berapa kali aku nyeramahin kamu, tapi kok ya tetep aja mulutnya nggak bisa dijaga." ucap Sia dengan nada ketus.
"Hehehe, iya iyaa, lagi khilaf."
"Khilaf aja terus" Sia mencibir "Jadi, rencana kita besok jadi?" Sia mengulang kembali pertanyaannya.
"Eeh, kayaknya nggak bisa deh. Aku ada acara sama temen-temen buat nyiapin student exchange."
Mobil kesayangan Zidan itu pun berhenti ketika mereka sudah sampai di depan rumah Sia. Rumah berlantai dua itu terlihat rindang karena banyaknya tanaman yang ada di halaman depannya yang cukup luas.
"Lagi? Ya udah deh nggak masalah sih, have fun with your friends, mate." ucap Sia sebelum keluar mobil.
Setelah membuka pintu pagar, Sia langsung menangkap keberadaan Rendra, kakak laki-lakinya itu sedang duduk di kursi kayu beraksen vintage yang berada di teras rumah. Lelaki berkulit putih itu sedang asyik dengan tablet-nya. Dia terlihat seperti sedang memakan sesuatu. Di saat otaknya menerka-nerka apa yang sedang dimakan oleh Rendra, mata coklat Sia langsung tertuju pada sebuah kotak, yang dihiasi dengan pita merah muda, yang berada di atas meja dengan aksen yang sama dengan kursi kayu yang sedang diduduki oleh Rendra.
"Bon Bon Chocolat!!!" cerik Sia riang. Gadis itu berlari kecil menghampiri kakaknya dan langsung menyambar kotak coklat itu.
"Dasar!" Rendra hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat kelakuan adik perempuannya. Namun melihat wajah bahagia Sia, dia hanya bisa tersenyum.
"Hei, coklatnya jangan dihabiskan!" teriak Rendra panik ketika dia melihat coklat yang tersisa di kotak, yang saat ini didekap erat oleh Sia, itu hanya tersisa dua buah.
Sia menatap wajah kakaknya itu dengan mata yang dibulatkan dan segaris senyum simpul. Jemarinya mengambil sebuah lagi dan memasukkannya ke dalam mulutnya.
"Yang terakhir buat kakak." ucapnya dengan wajah manis sembari menyodorkan kotak itu kepada Rendra.
Sia kemudian membuka pintu utama rumah mereka yang berwarna putih itu, meninggalkan kakaknya yang hanya bisa menghela napas melihat coklat miliknya kini tinggal sebuah. Tangga melingkar yang menuju lantai dua itu dia naiki dengan langkah yang dipercepat.
Setelah melemparkan tas kuning bermerek Jansport miliknya ke atas meja belajar, Sia melemparkan dirinya ke atas kasur. Dipandangnya langit-langit kamarnya yang dia lukis menyerupai galaksi dengan tinta yang akan menyala dalam gelap. Senyum yang tadi sempat menyambangi wajahnya itu kini mulai pudar. Gadis berambut coklat itu menghela napas panjang dan mengubah posisinya yang telentang tadi menjadi menyamping. Pikirannya mulai memikirkan Zidan yang terus menerus membatalkan acara kencan mereka. Ada sedikit, tidak, mungkin banyak rasa kecewa yang menyelimuti hatinya. Tak disadarinya, tetes demi tetes air mata mulai membasahi pipinya.