Sinar matahari menyelinap di antara celah gorden kamar Sia yang berwarna merah muda. Dengan lembut, sang surya menyapa Sia agar gadis itu segera membuka matanya. Perlahan, kelopak mata Sia membuka dan gadis itu pun terjaga. Diambilnya handphone yang dia letakkan di meja yang berada di sebelah kasurnya. Jam digital yang terpampang di layar iPhone putih itu menunjukkan pukul enam lebih lima belas menit. Setelah meletakkan kembali handphone itu di atas meja, Sia menggeliat di atas kasur untuk merenggangkan tubuhnya.
Gadis itu membuka gorden yang menutupi jendela kamarnya dan membiarkan cahaya matahari memenuhi seluruh sudut kamarnya. Dibukanya jendela tersebut agar udara segar juga masuk ke kamarnya. Sia melongok ke arah halaman samping, yang berupa kebun kecil milik Mama dan hamparan rumput jepang yang cukup lebar, dan mendapati kakaknya sudah sibuk berolahraga.
Sia kembali duduk di tepi tempat tidurnya dan membuka handphone-nya. Ini sudah hari kedua, lebih tepatnya sejak Jum'at kemarin, tak ada satu pun notification yang berasal dari Zidan masuk. Mencoba mengalihkan perhatiannya, Sia membuka aplikasi Instagram. Setelah lewat beberapa foto, Sia mendapati sebuah foto dengan latar yang sangat ingin dia kunjungi belakangan ini dan lebih mengejutkannya lagi di foto itu juga ada orang yang sangat ingin Sia ajak untuk mengunjungi tempat itu.
"Oh jadi gitu ya, padahal janji mau ke Museum Angkut sama aku, malah yang diajak berangkat mereka." Sia mencibir melihat foto yang diupload Zidan tersebut. Bukan hanya kesal karena seharusnya dialah yang berada di foto tersebut, tapi juga karena yang pergi bersama Zidan hanyalah perempuan. Sia tahu kalau mereka teman-teman Zidan dari program pertukaran pelajar, tapi apakah wajar seorang laki-laki waras untuk membatalkan kencannya untuk pergi ke tempat yang sama dengan sekumpulan wanita yang seharusnya tidak lebih penting dari pacarnya sendiri?
"Pantas saja lebih milih bareng mereka daripada sama pacar sendiri." komentarnya lagi saat membaca caption yang ada di foto tersebut. "SUPER FUN!! It would be great if we could hang out everyday, girls." Sia membaca keras-keras caption tersebut dengan nada kesal.
"Dasar buaya!!!"
Sia membanting handphone itu di atas kasur dan mulai mengoceh tidak jelas. Dia pun keluar kamar dan menuju ke dapur untuk meminum satu gelas besar susu vanilla dingin.
Diteguknya cairan putih dalam gelas besar dan tak sampai satu menit semua isi gelas itu habis tak bersisa. Kelakuan Sia ini membuat Rendra yang baru saja selesai berolahraga heran dibuatnya.
"Ada apaan sih pagi-pagi kok bawaannya udah sambat aja." tanya Rendra heran dengan kelakuan adik kesayangannya ini. Lengannya yang kekar itu menyambar kotak susu yang dipegang Sia dan menuangkannya ke dalam mug yang digenggamnya.
Sia hanya mendengus. Dia tidak sedang dalam mood untuk menjawab pertanyaan Rendra. Karena Sia yakin betul, jika dia menjawab pertanyaan kakaknya itu, amarahnya yang sudah ternetralisir oleh satu gelas besar susu vanilla itu akan kembali mendominasi dirinya. Sia lebih memilih diam dan kembali ke kamarnya, meninggalkan Rendra yang tidak habis pikir dengan tingkah adiknya itu dan lebih memilih untuk menenggak habis segelas susu tersebut daripada menginterogasi gadis yang tidak akan mau menjawab bagaimana pun kerasnya dia mencoba untuk bertanya.