Manik mata Sia dan Ghea masih menatap intens pemandanganーmemuakkanー di depannya. Tepat di titik pusat pandangan mereka, ada dua orang yang sangat mereka kenal. Sesosok pria berambut ikal dengan tubuh kurus kering dan tinggi yang melebihi rata-rata. Gigi putihnya yang berderet rapi terlihat menyembul ketika dia tertawa dengan gadis di sampingnya. Mereka terlihat seru bercanda sambil mendengarkan sesuatuーdari earphone yang sama.
Sang gadis sendiri terlihat sedikit curi-curi pandang untuk melirik lelaki yang sibuk dengan suara-suara di telinganya. Kulit gadis itu putih pucat. Rambutnya yang hitam sebahu itu poninya disisir ke belakang dan dijepit dengan aksen pita berwarna tosca. Tubuhnya cukup tinggi untuk gadis seusianya namun sayangnya dia agak gemuk. Lesung pipit muncul menghiasi pipinya saat gadis itu tertawa.
"Memuakkan. Jijik deh lihatnya." Ghea bergidik saat mengomentari dua orang di hadapannya itu. Ada raut muka tidak senang terlukis di wajah ayunya itu.
"Ghe, lihat deh. Ini cuma aku aja atau emang wajahnya Diana itu bodoh?" Ucap Sia sambil menunjuk sang gadis yang ekor matanya terlihat jelas sedang melirik sang pria.
Mata Ghea dan Sia bertemu untuk beberapa detik sebelum keduanya larut dalam tawa masing-masing.
"Zidan sama Diana emang gak pernah belajar dari kesalahan. Dan lihat Diana, cantik sih tapi kok wajahnya bego ya." Ejek Ghea yang membuat Sia tidak bisa menghentikan tawanya.
Diana, itulah nama gadis yang sedang berduaan dengan Zidan. Entah apa yang membuat Sia sangat tidak suka dengan gadis yang merupakan mantan target Zidan (kata Ghea) itu, tapi yang jelas muka bodoh gadis itu merupakan salah satu penyebabnya. Sia benar-benar muak dengan wajah Diana yang terlihat sangat polos, seakan dia sengaja membuatnya seperti itu agar para pria terjerat dalam buaiannya. Padahal di sisi lain dia selalu mencampakkan pria yang tertarik padanya dan membuat merekaーkorbannyaー tak bisa lepas darinya. Dan bagi Sia, Zidan adalah salah satunya meski Zidan selalu berkata padanya bahwa dia tak lagi punya perasaan apa pun untuk Diana.
"Menurutmu, hal ini perlu kuungkit nggak, Ghe?"
"Ah, buaya itu mah paling-paling ya menghindar, Si. Nggak perlu deh, biarin aja."
Sia manggut-manggut setelah mendengar saran dari sahabatnya itu. Benar juga sih, Sia sudah hafal betul dengan jawaban Zidan tiap kali dia mempertanyakan kedekatannya dengan Diana. Hanya teman, itulah alasannya untuk kedekatan mereka dan Sia sudah sangat muak mendengar hal itu.
Mata Sia dan Zidan tiba-tiba bertemu. Sia hanya tersenyum saat melihat Zidan panik dan sepertinya memotong pembicaraan mereka. Zidan kemudian melepaskan earphone, memberikannya pada Diana dan buru-buru menghilang dari jarak pandang Sia.
"Kuharap nanti dia akan minta maaf."
"Oh Sia, dia pasti nanti hanya akan bertingkah seperti tak ada apa pun yang terjadi," Ghea menoleh ke arah Sia dan memperlihatkan cengirannya, "Kurasa kamu harus benar-benar marah pada Zidan atau yaa... mungkin memutuskannya?" lanjut Ghea ringan dengan nada bercanda di dalamnya.
"Well, mungkin?" ujar Sia sambil mengedikkan bahunya.