Suara nyaring Bu Ranti tidak berhasil membuat murid-murid di kelasnya mampu menahan kantuk. Satu persatu kepala yang sebelumnya tegak itu terjatuh ke atas meja dan mulai terlelap. Suasana siang itu memang sangat cocok untuk tidur. Siapa sih yang bisa tahan dari godaan angin sepoi sepoi yang menyelinap masuk lewat jendela dan panas matahari yang hangat hangat kuku karena panasnya terhalang oleh awan awan putih yang terlihat empuk dan manis.
Berbeda dengan Sia, gadis itu masih fokus mendengarkan 'dongeng' guru matematikanya itu. Yaa, meski sesekali dia mencuri pandang ke arah Zidan yang sudah terlelap di bangku belakang. Rasa kesal masih menempel di dalam hatinya dan mungkin melepasnya adalah suatu pekerjaan yang sulit. Mungkin hanya sekotak Bon Bon Chocolat dan satu rangkaian maaf si buaya yang bisa menghilangkan rasa kesal itu.
"Astaga, ganteng banget.." Sia tidak bisa berhenti memuji Zidan meski hanya dalam benaknya. Tapi memang, lelaki yang membuatnya jatuh cinta itu memiliki paras yang tampan. Rambut ikal sebatas kerah yang terlihat lembut, hidung mancung yang terlihat tegas dan menawan, rahang bergaris kuat dan mata kecil yang berwana hitam pekat. Semuanya berhasil membuat Sia tidak berhasil untuk mengalihkan pandangannya dari lelaki yang sedang tertidur itu.
***
Sia menghela napas panjang saat bel tanda pelajaran selesai berbunyi. Dia menyesal karena selama satu jam pelajaran terakhir dia habiskan untuk memandangi wajah Zidan yang sedang terlelap. Padahal apa yang sedang diterangkan oleh Bu Ranti merupakan materi penting yang seharusnya tidak dia lewatkan.
"Ah yasudahlah, minta ajarin Kak Ren aja." batin Sia sebelum menyadari Zidan sudah berada di belakangnya.
"Sia, nanti mau temenin aku nggak?" tawaran Zidan ini sempat mengejutkan Sia karena dia tiba-tiba muncul di belakangnya.
"Eh? Nemenin ke mana emang?"
"Ke suatu tempat yang aku yakin kamu bakal suka." jawab Zidan sambil menarik lengan Sia.untuk mengisyaratkan agar gadis itu mau bangkit.
Sia berlari kecil, berusaha menyamakan langkahnya dengan Zidan yang sudah duluan keluar kelas. Ada sebersit perasaan gembira yang datang menghampirinya dan menyingkirkan rasa kesal yang selama ini menghantuinya. Bibirnya pun ikut melengkung membentuk sebuah senyum yang bagaikan bulan sabit, menyesuaikan dengan isi hatinya.
"Mungkin Zidan mau mengganti kencan kami yang batal kemarin. Hmm... pacarku memang manis sekali!"