Kun dan Ten tertawa terbahak-bahak ketika mendengar cerita Doyoung tentang si pencemburu Jaehyun yang pergi dari lokasi kejadian—kantin tempat di mana Doyoung dan Johnny membalaskan dendamnya. Si pemuda Kim terpaksa menahan tawanya akibat tak kuasa menertawakan lagi peristiwa tersebut, itu sungguh membuatnya tidak waras.
Sekarang mereka sedang berada di rumah Ten untuk mengerjakan tugas bersama, seperti yang dikatakan si pemuda bermata kucing itu tadi pagi. Sebenarnya tak ada hal lain yang bisa mereka lakukan selain lebih banyak mengobrol dan nyaris melupakan lembar tugas mereka yang berserakan di meja. Doyoung dan Kun sibuk dengan tugas matematika mereka, sedangkan Ten sibuk dengan tugas biologinya.
"Dan kau pikir, apa yang Jaehyun lakukan jika benar ia cemburu? Tentu saja setelah pergi dari sana, ia akan terus menyumpahi Johnny dalam hati," kata Ten setelah menyeka air di ekor matanya. "Lagipula, apa kau tidak tahu kalau Jaehyun menaruh rasa padamu? Kalian sudah mengenal sejak kelas satu, bukan?" imbuhnya.
Doyoung menggeleng pelan, "Apa artinya setahun itu baginya, huh? Aku hanya ragu, Ten. Bagaimana bisa ia menyukaiku secepat itu?" tanyanya pada mereka.
"Aku akui hubungan kami saat kelas satu memang sangat dekat, selayaknya tengah menjalin hubungan yang lebih dari teman. Tapi apakah benar, kalau Jaehyun sudah menaruh rasa padaku sejak dulu?" gumamnya tak percaya.
Kini Kun mengangguk mantap, merasa sangat yakin dan percaya diri dengan apa yang ia katakan. "Jika kau bisa, tak menutup kemungkinan baginya untuk merasakan hal yang sama."
Tapi Doyoung merasa tidak percaya diri akan hal itu. Bagaimana bisa ia menyatakan perasaannya pada Jaehyun yang cukup populer dan ramah kepada semua orang? Doyoung takut merasakan patah hati, Doyoung belum siap menerima kenyataan bahwa Jaehyun menyukai orang lain dan bukan dirinya.
Egois, katakanlah Doyoung begitu egois karena telah menjadikan Jaehyun sebagai sosok nyata dalam imajinasinya untuk menyenangkan hati, mengagungkan sang pujaan hati yang belum tentu menjadi bagian dari perjalanan cintanya. Fakta bahwa ia mengandalkan dusta dan dunia fana untuk mencari kesenangan adalah suatu hal paling tak masuk akal bagi Doyoung dalam hal mencinta. Oh, ini mengerikan.
"Tidak ada salahnya menyatakan perasaanmu terlebih dulu pada Jaehyun, Doyoung," tambah Kun, lalu menepuk pundak temannya untuk menyemangati.
Lagi-lagi Doyoung menggeleng sebagai balasannya. "Aku belum siap melihat reaksi Jaehyun nanti, Kun. Aku juga tak bisa membayangkan betapa hancurnya aku ketika ia mengatakan kalau ia tak menyukaiku, atau bahkan menganggapku menjijikkan," adunya.
Ten berdecak sebal sesudah meneguk air minumnya. "Hei, tapi Jaehyun tahu kalau Jaehwan itu kekasih seorang Hwang Minhyun, bukan? Jaehyun juga memiliki banyak teman yang menyukai—maaf, sesama jenis, lagipula dia nampak tak terganggu."
Saat Doyoung ingin mengelak lagi, getaran teratur dari ponselnya yang tergeletak di atas meja mengurungkan niatnya. Tertera nama kontak yang sama seperti pagi tadi, sontak membuat ketiga pemuda itu terkejut bukan main.
"Sekarang kau bisa memercayai ucapan kami barusan, 'kan?" hardik Kun sambil menyikut lengan si tuan rumah, lalu di balas dengan wajah angkuh dan anggukan penuh kemenangan dari Ten.
Doyoung mendengus kesal setelah meraih ponselnya, kemudian berdiri dan sedikit menjauh dari mereka berdua.
"Halo, Jaehyun? Ada apa?" ucap Doyoung untuk memulai percakapan, ia memainkan ujung dasinya karena mendadak merasa gugup.
"Apa kau memiliki janji lain malam ini?" tanya Jaehyun santai seperti biasa, namun dampaknya sangat berbeda bagi Doyoung.
"Ti-tidak, tidak. Aku sedang mengerjakan tugas bersama di rumah Ten, kemudian pulang sekitar satu jam lagi," jelasnya singkat, pun berpikir tak ada lagi yang bisa ia jelaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amorist ; ᴊᴀᴇᴅᴏ
أدب الهواة[Poetry, Romance, School Life, Short Story] When someone wants to be a writer, but he falls in love before that. • Completed • BxB / Yaoi / Homo / Gay • Bahasa baku • Hope you enjoy it, don't forget to vote and comment. Thank you! • Don't like, don'...