And there she comes, the lonely daffodiL

555 93 41
                                    

"Begitu saja?"

Iya, begitu saja.

"Lalu, mengapa bukannya Choi Beomgyu yang berpulang, melainkan Anda?"

Saya tahu, bahwa bucket list-nya adalah kebohongan. Saya memang sempat menyarankan padanya untuk membuat satu daftar harapan. Tetapi, sekali lagi, saya masih berpikir, bahwa harapan terbesarnya adalah hidup sehat dan memimpikan hal-hal baru. Akan lebih baik jika Beomgyu memiliki sepasang paru-paru yang sehat dan berusia lama, ketimbang saya yang bahkan nggak punya hal untuk dipertahankan. Mungkin, satu-satunya yang layak dipertahankan dari saya adalah kehidupan Beomgyu.

"Kenapa Anda berpikir begitu?"

Beomgyu adalah seorang pemimpi, Anda tahu. Berbeda dengan saya yang nggak pernah punya mimpi sejak kecil. Beomgyu bahkan memimpikan untuk menjadi seorang astronot (saya sendiri nggak yakin dia akan jadi astronot), tapi itu lebih baik dibanding saya yang bukan apa-apa.

"Anda tidak pernah bermimpi? Satu kali pun?"

Pernah. Sekali, saya rasa. Mimpi saya adalah mimpi-mimpi Beomgyu. Menjadikannya nyata, saya rasa, itulah mimpi saya. Ha ha.

"Mengapa Anda tertawa?"

Ah, maaf. Tiba-tiba, terpikirkan oleh saya bahwasanya Tuhan mengabulkan doa peminta yang hanya mengharapkan satu harapan saja. Iya, 'kan?

"Anda berpikir demikian?"

Anda seharusnya lebih tahu, 'kan?

"Tidak. Beliau paling tahu. Beliau mengabulkan doa-doa sesuai skenario paling baik."

Begitu, ya.

"Benar. Baik, Saudari Daran. Tolong sampaikan pesan terakhir sebelum Anda pergi."

Saya harap, Beomgyu hidup dengan baik.

"Baik. Silakan jalan ke jembatan yang di sebelah kanan. Tolong tidak menoleh ke belakang."

Terima kasih.

"Berikutnya! Saudara Beomgyu."

Beomgyu: DID NOT COME TO PLAY

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beomgyu: DID NOT COME TO PLAY.
Saya: Sayonara, World.

GRÄBERFELDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang