8

990 62 2
                                    

Flashback

Seorang pria dengan stelan klasik dan setangkai bunga yang berada di genggamannya kini sedang berjalan memasuki sebuah apartemen. Memang tidak terlalu besar dan mewah, tapi terlihat begitu rapi dan bersih.

Pria itu kemudian sampai di salah satu pintu apartrmen. Tidak perlu menekan bel, atau sekedar mengetuk pintu, ia bisa dengan mudahnya masuk kedalam sana.

Berjalan dengan santai sambil sesekali bersiul. Sebelah tangannya ia masukkan kedalam kantung celana jeans bagian kanan, sementara tangan lainnya menggenggam setangkai bunga.

Ya, hanya setangkai, tidak banyak. Karena gadisnya hanya satu, tidak ada yang lain. Simbol kesetiaan. Walaupun diluaran sana banyak gadis yang selalu datang dan pergi, tapi pemilik hatinya hanya satu. Hanya gadisnya seorang.

Perlahan tungkainya melangkah menuju sebuah ruangan dengan pasti. Langkah demi langkah begitu nyaring terdengar, karena kondisi yang sangat hening.

"Baru selesai mandi, hmm?" Ujar pria itu saat mendapati gadisnya sedang berdandan didepan cermin rias dengan mengenakan pakaian manis yang mini. Begitu cantik, begitu seksi, dan menggoda.

"Tentu saja. Kau bisa mencium aromanya."

"Aku tidak hanya ingin mencium aromamu saja. Aku ingin mencium semuanya. Seluruh tubuhmu." Ujar pria itu sambil menaruh bunga yang ia bawa di meja rias, kemudian mendekatkan tubuhnya pada sang gadis.

Mulai mengganggu aktivitas gadisnya dengan mengecupi bagian leher jenjang putih miliknya. Tangannya bergerilya, memeta seluruh tubuh sang gadis tanpa permisi.

"Jim, jangan menggodaku, atau acara kita hari ini akan sia-sia."

"Tidak masalah,"

"Tapi kita sudah mendapatkan tiket konser yang sangat langka. Kapan lagi kita akan menonton konser itu?"

"Kapanpun kau mau, aku bisa membawamu pada mereka. Yang aku inginkan saat ini hanya kau. Suruh siapa menggodaku dengan pakaian seperti ini?" Jimin menggendong tubuh gadisnya keatas meja rias. Ia kemudian memberikan setangkai bunga yang sedari tadi ia bawa.

"Untukku?" Tanya gadis itu.

"Ya, tentu saja. Rose. Bunga yang cantik, sama seperti kau. Begitu memikat. Begitu memabukkan."

Jimin mulai menerjang bibir cherry milik Rose, gadisnya yang saat ini telah mengalungkan tangannya pada leher Jimin. Tidak perduli dengan riasan yang telah ia pakai. Persetan dengan pakaian yang telah ia pasangkan dengan rapi.

Rose hanya ingin Jimin.

Dengan gerakan tergesa, Jimin melebarkan paha Rose. Jemari mungilnya bermain disana, hingga naik ke pangkal paha dan tiba di selangkangan gadis itu. Menggesek pusat tubuh milik Rose dengan sensual, berantakan, dan liar.

"Apa kau masih ingin pergi ke konser?" Rose menggeleng kecil.

"Bagus, honey." Jimin mulai menaikkan rok mini milik Rose dan melepaskan celana dalam berwarna pink dengan motif renda yang masih terpasang disana. Melemparkan benda itu sembarangan, kemudian mengelus kewanitaan Rose dengan lembut sambil memejamkan matanya guna meresapi kenikmatan yang saat ini sedang menyerangnya. Menggelitik hingga sang empunya melenguh.

"Sudah basah. Mau ku jilat?" Tatapan Jimin begitu sayu. Mirip seperti anak anjing yang meminta makan pada majikannya.

"Lakukanlah."

Maka dengan secepat kilat, Jimin menarik bokong Rose agar bagian kewanitaannya lebih condong. Ia kemudian mengambil kursi untuk kemudian ia gunakan. Duduk didepan liang kewanitaan milik sang gadis.

Jimin kemudian mendekatkan wajahnya pada pusat tubuh Rose. Hidungnya menempel, menghirup semerbak wangi yang menguar dari sana.

"Rose. Ya, ini wangi aroma bunga rose. Seperti namamu. Cantik, manis, wangi. Boleh kucicipi milikku sekarang juga?"

"Jangan terlalu banyak bicara, lakukan saja apa yang kau mau."

Jimin kemudian menerjang liang kewanitaan milik Rose yang berwarna pink. Basah dan lembut. Jimin mengecupi bibir lain milik gadisnya itu. Menikmati hingga lidahnya terjulur masuk kedalam sana. Sementara diatas sana, Rose mendesah sambil menyandarkan tubuhnya pada cermin riasnya.

Perlahan Jimin memasukkan satu jarinya. Mengaduk sambil menjilati klirotis milik sang gadis. Menyalurkan kenikmatan dunia yang begitu memabukkan.

"Aku tidak tahan, masukki aku."

"Tapi aku tidak membawa kondom."

"Tidak masalah, kau jangan mengeluarkannya didalam, lagipula ini bukan masa suburku."

Setelah mendapat persetujuan dari sang gadis, akhirnya Jimin membawa tubuh Rose keatas kasur kemudian menerjangnya. Mengunci tubuh itu untuk kemudian menghantamnya dengan kenikmatan yang tidak bisa ia dapatkan dari pria manapun.

Desahan, keringat, dan lelehan cairan keduanya menghiasi seluruh penjuru ruangan. Hingga tanpa mereka sadari, sebuah benda pipih berwarna putih sedari tadi berdering.

•••••••••

"Masih mau pergi ke konser?" Tanya Jimin yang kini tengah duduk sambil menyandarkan kepalanya pada headboard.

"Tidak, tapi aku lapar. Aku ingin makan." Jawab Rose sambil bergelayut manja pada kekasihnya.

"Aku akan pesan sesuatu."

"Tidak, aku ingin kita keluar. Kencan. Jangan hanya disini. Aku bosan."

"Baiklah, aku akan membersihkan tubuhku dulu."

"Mau mandi bersama?"

"Rose, jangan menggodaku. Itu akan lama, lalu kapan kau akan makan? Tadi kau bilang lapar?"

"Hanya mandi saja, tidak yang lainnya."

"Aku tidak bisa menjaminnya."

Hingga akhirnya kedua insan tersebut melanjutkan pergelutannya dan merapikan diri setelah semuanya benar-benar berakhir.

Ya, hasrat yang belum tuntas, mana bisa ditahan, terkecuali jika keduanya sudah merasakan puas secara bersamaan. Klimaks. Hal itulah yang dicari oleh setiap pasangan yang tengah bercinta.

Rose dan Jimin kini keluar dari apartemen, berbincang kecil sambil tertawa sebelum detik berikutnya seorang pria yang terlihat sebaya menghampiri keduanya.

Tatapan matanya begitu menakutkan, belum lagi ia membawa sebuah obeng runcing di tangannya.

"Sudah bersenang-senang, noona? Sekarang pria mana yang kau bawa? Sudah ganti lagi?" Sarkas pria itu. Jimin kemudian menghalangi tubuh Rose. Berdiri tegap di hadapan gadis itu.

"Pergi. Aku kekasihnya. Jangan ikut campur dengan kehidupannya."

"Kau harus melihat ke arahku, noona. Kau jangan mau dijadikan mainan oleh mereka. Aku mencintaimu dengan tulus. Tolong lihat aku. Aku tidak rela jika kau bersama para bajingan itu. Kau harus menjadi milikku atau tidak ada siapapun yang bisa memilikimu!" Teriak pria itu. Namun, Jimin sudah lebih dulu membawa Rose pergi dari sana, dari pria pesakitan itu.

"Apa dia masih sering mengganggumu?"

"Tidak terlalu,"

"Aish, kenapa orang tidak waras seperti dia dibiarkan bebas seperti itu? Bukankah seharusnya ada yang melaporkannya ke pihak rumah sakit jiwa?"

"A-aku tidak tahu."

"Aku takut jika suatu saat dia akan mengganggumu."

"Tidak akan, aku akan menjaminnya. Bukankah kau akan selalu ada untukku?"

TBC

Lama bgt gak up cerita ini
Kangen banget monangis😭
Semoga suka sama ceritaku yg satu ini
Jangan lupa vote dan komen
Thanks for your support💜🖤💖

Camaraderie [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang