04. Besok

11 1 1
                                    

"Ayolah, Ge?"

"Besok saja."

"Sekarang saja, bagaimana?" bujuknya lagi.

"Besok. Kalau sekarang aku tidak bisa Kaena!" terang Gerus gemas.

Kaena memandang Gerus dengan wajah memberengut. Tidak terima usahanya sia-sia membujuk Gerus. Ternyata sesusah ini untuk membujuk Gerus, pantas saja Weja sudah angkat tangan terlebih dahulu saat dimintainya untuk membujuk seorang Gerus Soselik.

"Memangnya kenapa kalau hari ini?" tanya Kaena penasaran kenapa Gerus terus menolak untuk hari ini.

Gerus menatap perempuan dengan rambut pendek sebahu di depannya ini. Tingginya setara dengan Gerus, membuat Gerus tidak perlu bersusah payah untuk menunduk saat berbicara dengannya. Kaena, perempuan tetangga kostan depan yang selalu bersemangat untuk mengajaknya kesana dan kemari. Mungkin menurutnya, Gerus ini sudah seperti teman akrab yang selalu ada dan siap sedia kala dibutuhkan. Hei, Gerus juga punya kegiatan lain.

"Aku harus kerja, Kae."

Kaena hanya mengangguk paham dengan jawaban Gerus. Tidak berkata apa-apa lagi, langsung pergi meninggalkan Gerus yang tengah memasang wajah bertanya-tanya, tumben hari ini Kaena tidak cerewet seperti biasanya. Mungkinkah dia sedang sakit gigi. Ataukah Kaena sedang ada urusan mendadak, seperti teringat bahwa dia belum sikat gigi. Entahlah.

Hari ini memang tidak ada jadwal mata kuliah bagi Gerus, dan itu membuatnya bisa bekerja dengan sepenuh hari di konter tempatnya bekerja. Biasanya saat ada jadwal kuliah, dia hanya separuh waktu untuk bekerja. Untungnya pemiliknya bisa memahami keadaan Gerus yang seperti itu. Bos yang baik.

"Sebaiknya aku bergegas," monolog Gerus sambil masuk ke kostannya.

Gerus mengambil tasnya yang tergetak di samping lemari yang berwarna biru gelap, memeriksa isi tasnya sebentar kemudian mencari kunci pintu kostannya. Sepertinya Gerus merupakan orang yang mudah lupa akan sesuatu. Padahal kunci pintu sudah tergeletak tak jauh dari pintu itu sendiri. Mengenaskan memang.

Dengan keadaan tergesah, Gerus berjalan meninggalkan kostannya menuju tempat kerja yang telah menunggu. Sesampainya di konter malah sudah disambut oleh wajah cemberut rekan kerjanya, Kegia.

"Dih, kenapa kamu, Ke? Aneh begitu wajahmu?" komentar Gerus sambil melangkah melewati Kegia yang masih berdiri di samping rak-rak ponsel yang beraneka macam.

Kegia mendecih kesal. Masa, Gerus tidak menyadari sama sekali. Dasar Gerus tidak peka. Harus bagaimana memangnya menyadarkan seorang Gerus.

"Ge!"

"O!"

"Aih, kamu tahu tidak, sih?"

"Tahu apa?"

"Ei, kemarin ada seorang stalker yang sangat menakutkan!" cerita Kegia sambil memasang wajah takut.

Gerus hanya terus berjalan ke tempat penyimpanan barang, menyimpan tasnya di sana. Sementara Kegia terus mengikutinya berjalan kesana kemari dengan rentetan ceritanya yang terus mengalir.

"Jadi?"

Mereka tengah berada di balik sebuah mesin fotokopi yang berjejer beberapa buah di dekat rak komputer.

"Jadi, kamu harus mengantarku pulang hari ini!" putus Kegia dengan senyum kemenangan.

"Hah?" beo Gerus dengan tampang cengonya.

Kegia hanya menampilkan senyum lebar melihat ekspresi Gerus yang menurutnya lucu. Ingin rasanya Kegia langsung menjitak kepala Gerus yang tengah bengong itu, menyadarkannya agar segera kembali ke alam nyata.

"Biasa saja dong, tuh muka sudah kayak bebek peliharaan yang tak mau pulang saja."

Gerus mengerutkan keningnya bingung. Apa hubungannya coba. Apa ini sejenis majas yang digunakan oleh Kegia. Sebentar, Gerus tengah berpikir majas apakah yang tengah digunakan oleh Kegia. Hn, sepertinya Gerus menyerah untuk mencari tahu.

"Maksudnya?"

"Maksudnya, aku sebagai si pemilik bebek yang tidak mau pulang tadi cuma mau bilang, menyebalkan!" tekan Kegia pada akhir kalimatnya.

"Oh," respon Gerus dengan wajah lempengnya.

Kegia yang melihat itu pun jadi tambah gemas. Tangannya gatal ingin menimpuk Gerus yang tidak asyik sama sekali diajak berbicara sedari tadi. Tiba-tiba terlintas ide yang membuat Kegia yakin bahwa topik ini mungkin akan membuat Gerus jadi asyik diajak berbincang.

"Ge, besok kita jalan-jalan, yuk?" antusias Kegia berharap Gerus akan menanggapinya dengan 'Oh, benarkah? Tapi jalan kaki, yah?' Setidaknya ia bisa membuat Gerus yang sekarang sedikit lebih ceria.

"Maaf, Ke. Besok aku ada janji sama Kaena,"

Kegia menatap lesu pada Gerus seolah dirinya tengah dalam kondisi tidak tahu lagi harus berbuat apa.

Capung (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang