16. Pergilah

5 1 1
                                    

Gerus berjalan memasuki kostannya, meninggalkan Kaena yang termenung seorang diri di depan pintu kostannya. Menatap Gerus yang tengah membuka pintu kostan yang kemudian dihampiri oleh Swangge Tan dengan lembaran kertas.

Swangge terus mengekori Gerus hingga masuk kamarnya. Mengikutinya seperti kucing yang tengah kelaparan dan meminta makanan kepada tuannya. Bedanya ini Swangge yang terus mengoceh tentang pameran di wilayah Jakabaring dan tengah membujuk Gerus untuk ikut dengannya ke sana. Namun, Gerus terus mengatakan hal sama sedari awal. Meletakkan tasnya kemudian melepaskan sepatunya lalu mengeluarkan roti yang ia simpan dan memakannya dengan lahap. Menawari Swangge dengan mengacungkan rotinya di depan Swangge yang ditanggapi dengan gelengan sambil terus membujuk Gerus.

"Pergilah!"

Sedari tadi Gerus terus menanggapi Swangge dengan kata tersebut. Terus berulang-ulang. Sampai sudah seperti lirik lagu dengang nada yang sama.

"Ayolah, Ge?!" bujuk Swangge.

"Pergilah, aku tak bisa ke sana." tolak Gerus lagi.

"Ayolah, aku bisa mentraktirmu di sana!" Swangge tak gentar membujuk Gerus dengan kemampuannya.

"Pergilah. Aku bukannya tidak mau tetapi tidak bisa. Beda bukan, tidak mau dengan tidak bisa?" jelas Gerus mencoba menerangkan pada Swangge yang tak gentar membujuknya.

"Kenapa, Ge? Bagaimana bisa beda, bukannya sama saja intinya kamu menolak ingin pergi saja?!" bingung Swangge sambil mengacung-acungkan kertas yang dibawanya sedari tadi.

"Yah, karena aku tidak bisa. Kalau aku tidak mau itu artinya aku bisa melakukannya tapi aku tak ingin melakukannya sedangkan aku tidak bisa itu artinya aku kemungkinan mau tetapi aku tidak bisa untuk ke sana. Jadi aku tak bisa ke sana," terang Gerus sambil mengunyah rotinya.

Ayolah, Gerus harus menyelesaikan tugasnya hari ini jika ingin cepat menyelesaikan tugas lain yang menunggu. Sementara pekerjaannya pasti sudah menumpuk untuk dikerjakan. Ada banyak tumpukan barang elekronik untuk diperbaiki. Pastinya ia akan memakan banyak waktu saat bekerja nanti dan tak memungkinkan untuknya mengerjakan tugas kuliah karena akan sangat lelah baginya sampai rasanya tak sadarkan diri.

"Tapi kenapa, Ge? Apa alasannya?" Swangge begitu penasaran dengan alasan Gerus menolak ajakannya.

"Aku ada tugas yang harus kuselesaikan hari ini. Tugas ini tak bisa ditunda lagi, aku tak bisa meninggalkan tugas ini hanya untuk pergi ke pameran tersebut walaupun aku ingin kesana. Kamu tentu mengerti maksudku, kan?"

Gerus menyudahi acara makan rotinya kemudian mengambil minum. Tangan kirinya mengambil laptopnya. Membuka kemudian menghidupkannya. Sementara menunggu, Gerus mengambil buku-buku yang akan dijadikannya sebagai sumber acuan materi dari tugasnya.

"Seriusan, Ge?" tanya Swangge memastikan untuk yang kesekian kalinya.

"Hooh, pergilah tanpaku. Lain kali bila ada kesempatan aku akan usahakan ikut."

Baiklah. Mungkin lain kali yang dimaksud oleh Gerus adalah saat dia sedang tak ada tugas ataupun pekerjaan yang menumpuk. Kemungkinan saat setelah Ulangan Akhir Semester, itupun kalau ia tidak pulang kampung.

Gerus sudah merindukan keluarganya di kampung. Rasanya sudah lama ia tak melihat mereka. Hanya sesekali ia menghubungi mereka karena ia tak punya banyak pulsa dan waktunya juga terlalu padat untuk berbagai kegiatan. Ingin rasanya Gerus langsung menghilang dari kostan dan langsung muncul di hadapan keluarganya tanpa perlu mengendarai kendaraan selama berjam-jam lamanya. Tanpa perlu menggunakan uang yang cukup untuknya membeli makan untuk sebulan. Andai saja bisa seperti itu. Pasti ia akan sering melakukannya.

"Baiklah, aku pergi Ge!" pamit Swangge berjalan meninggalkan Gerus menuju pintu kamar kostan Gerus.

"Yah, pergilah." Gerus menjawab pelan setelah Swangge menghilang dari balik pintunya.

Capung (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang