17. Sia-sia

3 1 1
                                    

Kerajinan Gerus dalam mengerjakan sesuatu memang patut dibanggakan. Bahkan dia sudah berada dalam tingkatan yang dikategorikan sangat rajin. Dia bekerja di sela-sela kuliah. Mengerjakan tugas di sela-sela kerja. Berusaha menghibur diri bahwa dia akan baik-baik saja selama dia bisa menjalaninya. Berusaha tak putus asa kemudian menyerah dalam bertindak. Tak ada yang ia sesalkan dalam kehidupannya. Toh, dia tak dapat mengulanginya kembali setelah semua yang terjadi. Haruskah ia terpuruk dalam kesedihan yang tak akan ada orang lain datang untuk membantu. Bukankah itu hal yang sia-sia? Lebih baik dia berusaha selagi dia bisa. Memberikan kemampuannya yang terbaik dan semaksimal mungkin.

"Oke. Di mulai dari buku yang ini terlebih dahulu." Gerus bermonolog sambil memilah-milah buku yang akan di baca terlebih dahulu.

Buku yang tebalnya mencapai sekitar 500 halaman lebih itu sudah dia baca secara sekilas keseluruhan isinya. Merangkum di otaknya, apa saja yang ia akan tampilkan pada ketikannya nanti.

"Satu buku selesai. Lanjut buku yang mana, yah?" gumamnya seraya menimbang-nimbang dua buku yang berada di tangan kanan dan kirinya.

Lantai kostannya sudah penuh dengan buku-buku yang terhampar bagaikan bunga-bunga yang ada di taman. Bedanya bukan bau harum bunga yang tercium melainkan bau buku yang khas. Buku yang berukuran tebal-tebal itu sudah dilahapnya dengan ganas, seolah dia adalah orang yang sangat haus dengan ilmu. Tak ada waktu untuk berleha-leha memandangi atau meratapi buku yang tebalnya tak main-main.

"Oi, kenapa keyboardnya tidak berfungsi seperti ini?!" bingungnya seraya jarinya menekan-nekan tombol laptopnya.

Tulisannya sudah sekitar 75% selesai, belum termasuk dalam bagian editing. Namun, kenapa tiba-tiba laptopnya seperti ini. Apakah laptopnya merajuk karena sudah terlalu sering digunakan. Atau laptopnya sedang ingin istirahat. Baiklah. Gerus akan istirahat sebentar. Menggunakan waktunya sebentar untuk membaca-baca buku yang mungkin kurang dipahaminya akan maksud dari tulisan tersebut.

"Mungkin sudah baikan?" harapnya sembari meraih laptopnya.

Ketika ia menekan keyboardnya, itu sudah berjalan sebagaimana mestinya. Mungkin benar perkiraannya sebelumnya bahwa laptopnya membutuhkan istirahat sejenak. Ia tak bisa berlama-lama dalam mengerjakan tugas yang ini karena ada tugas lain yang sudah menunggu untuk dikerjakan.

Tenggelam dengan ketikannya yang sudah seperti air yang mengalir saja, membuatnya meneruskan kegiatan membuat tugasnya tanpa melihat angka persen pada baterai laptop yang tertera di pojok kanan bawah. Baterainya menunjukkan bahwa tingkat bertahannya hanya dalam hitungan menit saja, sementara sang pelaku pengetikan hanya fokus pada layar ketikannya yang tinggal sedikit lagi menuju pengeditan. Sungguh kondisi yang ironis.

"Selanjutnya, bagian daftar pustaka. Oh, buku mana saja yang aku gunakan tadi?!" panik Gerus sembari mengingat-ingat sampul buku yang ia gunakan dalam tugasnya.

Layar laptop yang menampilkan layar kerja word dengan lembaran terakhir tertulis daftar pustaka itu perlahan menggelap dari sebelumnya. Memunculkan sebuah kotak kecil sebuah peringatan bahwa baterai laptopnya sudah minim dan segera mematikannya.

Sayangnya sang pemilik tengah serius mencari buku yang menjadi sumber referensi ketikannya sedari tadi tanpa melihat ataupun mendengar peringatan dari laptopnya. Hanya soal waktu saja tugasnya akan berakhir dan teriakan frustasi terdengar. Begitukah.

"Yah, yang ini. Kemudian yang ini, eh buku yang ini perasaan tidak kugunakan tadi?!" Sibuk dengan kegiatan mencari buku yang akan dibuat untuk daftar pustaka.

Baru saja. Baru saja terjadi adegan ironi saat layar laptopnya mati seketika meninggalkan Gerus yang tengah terngangah tak percaya bahwa ia baru saja melakukan hal yang sia-sia karena tak sempat menyimpan terlebih dahulu filenya atau bahkan tak melihat bahwa baterainya sudah sekarat.

Sia-sia.

Ia tak perlu menyesalinya karen itu ulah dia sendiri.

Capung (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang