Harapan yang Egois

73 7 0
                                    

Multimedia: Kian Nai Jai Raung Nai Pleng (Written in My Heart, Sung in A Song) – Da Endorphine (2017)

_____________________________________

Aku tahu pertemuan kami bukan kebetulan. Pertemuan itu adalah sesuatu yang akan terjadi. Tapi kadang, aku menyesali kenapa kami tidak bertemu lebih cepat, kenapa P'Tom harus bertemu dengannya terlebih dulu, dan kenapa mereka kembali bertemu sebagai rekan kerja.

Awalnya, aku tidak terlalu peduli dengan p'New karena p'Tom tak pernah benar-benar bercerita tentangnya kepadaku. Tapi, aku sudah merasakan perasaan aneh ini saat kami bertemu dengannya di Hua Hin bulan lalu karena pekerjaan.

Saat itu terjadi, p'Tom masih menjagaku seperti biasanya, tapi ada sesuatu yang berbeda di senyumnya. Senyumnya kepada wanita itu, tidak sama dengan senyum yang biasa dia tunjukkan kepadaku.

Pertemuan itu berlangsung singkat. Aku sempat bertanya tentangnya dan p'Tom menjawab dengan santai bahwa mereka pernah bekerja bersama beberapa tahun lalu. Jadi, aku tidak terlalu memikirkannya. Tapi kali ini, hatiku seakan berteriak "Kenapa dia harus ada di sini?"

Aku ingat p'Tom pernah cerita kalau p'New suka melancong dan bahkan punya kanal YT sendiri. Lalu kenapa dia ada di sini dan melakukan pekerjaan modelling bersama P'Tommy?

"P' ...."

"Kenapa? Kau haus, ya? Tunggu sebentar, biar kuambilkan minuman." Dengan hati-hati, p'Tom mengulurkan tangan ke depan, berusaha untuk meraih segelas es kopi yang ada di atas meja.

"P, kau masih menyukainya?" Sebelum dia berhasil meraih gelas, pertanyaan itu terselip dari mulutku. Bukan hal mudah mengatakannya, tapi dadaku terasa begitu berat seakan tertindih batu. Kupikir menanyakannya akan meringankan perasaan ini, tapi kenyataannya tidak. Aku justru merasa lebih buruk. Kepalaku menjadi kacau dan aku merasa tidak lagi mengenali diriku sendiri.

Di hadapanku, P'Tom tersenyum, tetapi tidak memberikan jawaban yang tegas, membuatku merasa semakin buruk.

"Dia sembilan tahun lebih tua darimu, P. Kenapa tidak memilih yang lebih muda?"

"Nong, aku harus kembali bekerja. Tidurlah di sini selagi menungguku, oke?" Sambil mencoba mengalihkan topik, tangannya meraih bantal untukku. Dia mungkin berusaha keras untuk menyembunyikan ekspresi malu dan juga perasaannya saat ini, tapi aku bisa melihat semuanya dengan jelas. Reaksi alaminya adalah jawaban paling jelas yang dia berikan sekalipun dia tidak menyadarinya.

Kenapa aku merasa begini? Aku tak ingin dia memilih wanita itu.

Dengan pikiranku yg kacau, aku tak bisa menahan diri untuk tidak memeluknya. Aku pun merengkuh figur mungil di hadapanku dan membawanya ke dalam pelukan. Saat ini, aku hanya ingin mengikuti kata hatiku dan memeluknya erat, mencoba memilikinya untuk diriku sendiri lebih lama lagi.

"Jimmy, kau kenapa? Kau merasa tidak sehat?" Nada suara P'Tom penuh dengan kekhawatiran. Tanpa melihat pun, aku tahu kalau saat ini kekhawatiran terlukis jelas di wajahnya. Namun, hati sialan ini justru terasa amat penuh oleh kebahagiaan.

Menggelengkan kepala, aku berkata, "Tidak, P. Aku hanya ingin bersamamu. Tolong izinkan aku memelukmu sebentar. Kalau bisa, biarkan aku melakukannya lebih lama."

Dengan lembut, tangan mungilnya mengusap kepalaku. "Kau kesepian, ya? Tunggulah sebentar. Waktu istirahatnya hampir habis dan aku masih ada sedikit pekerjaan. Sambil menungguku, kau tidur di sini, ya, Tofu?"

Aku tahu ia harus menyelesaikan pekerjaan. Namun, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak mengekspresikan kekecewaanku.

"Tunggu, ya. Aku janji tidak akan lama. Saat pekerjaanku selesai, aku akan langsung ke sini. Setelah itu, kita pergi keluar bersama."

Tidak Ada yang Namanya KebetulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang