[ 2 ] : Kalimantan Selatan

250 27 20
                                    

Begitu memutuskan dengan tekad bulat, Rian pun segera merapikan barang-barangnya dan bersiap untuk segera pulang. Mempersiapkan perlengkapan untuk pergi ke tempat sejauh itu juga tersembunyi, tentu memerlukan barang-barang yang tepat. Ia segera keluar dari bilik kerja. Namun, sebuah suara mencegatnya untuk berjalan mencapai lift.

"Rian!"

Mengenali suara itu, Rian hanya menolehkan kepala. Ia merasa sedikit heran, mengapa wanita satu ini belum pulang, padahal hari sudah gelap, waktu seperti ini bukanlah waktu yang cocok untuk wanita sepertinya pulang sendirian. Wanita itu berjalan mendekat, dengan senyum sumringah di wajah.

"Malem, Rian," sapanya begitu tiba di depan Rian.

"Ya, malam." Tampak jelas di wajah Rian ketika ia menjawab panggilan dari wanita itu.

Wanita itu, Anna, manajer Rian di divisi mereka, tersenyum ramah sambil memeluk satu tangan Rian. Ia tersenyum dengan penuh maksud, sampai Rian merasa 'tak nyaman dan melepas pelukan itu segera. "Makan malem bareng, yuk? Gue udah nungguin lo dari tadi," ajak Anna.

"Enggak, gue sibuk. Ada kegiatan," jawab Rian dan meninggalkan Anna di sana sendirian.

Anna membalik badannya dengan memandang Rian heran. "Kegiatan apa, hah? Bukannya semua kerjaan lo udah tuntas?" tanya Anna.

"Lo lupa, punya anggota yang namanya Riana, dan udah hilang selama dua minggu? Ga ada niat buat nyari dia, gitu?" balas Rian tanpa membalikkan badannya, tapi berhenti berjalan.

"Jadi, lo mau nyusul Riana ke sana? Ke Kalimantan? Ke tempat mistis yang gak jelas asal-usulnyaㅡ"

"Gak jelas asal-usulnya, tapi kalian selalu pake naskah dia buat bahan artikel setiap minggu? Otak kalian di mana?" tanya Rian dengan nada tajam.

Mendengar jawaban Rian, Anna hanya bisa diam sambil memikirkan jawaban yang sebaiknya bisa ia gunakan untuk membalas. Namun, sepertinya Rian juga tidak ingin mendengar jawaban Anna, jadilah ia pergi meninggalkan Anna sendirian di sana.

Ting!

Rian langsung memasuki lift yang tiba, tanpa menoleh sedikit pun ke arah Anna yang sedang memandangnya. Berada sendirian di ruangan luas dan gelap seperti itu, tentu saja membuat bulu kuduk Anna berdiri sendiri. Ia buru-buru pergi menuju lift, dan menunggu di sana.

"Kenapa tadi gak bareng Rian aja, sih? Ngapain gue takut sama dia, coba? Aneh," gerutu Anna.

"Ck, kenapa dia seniat itu sih sampe mau nyusulin Riana ke sana? Waktu gue keseleo gara-gara dia senggol aja, dia ngelirik juga enggak. Ini? Gue kalah sama seorang Riana?"

Ting!

Lift pun tiba, dan Anna buru-buru masuk lalu menekan tombol menuju basement. Ia menyingkirkan segala pemikiran negatif dan mengisi dengan segala hal positif. Bukan salahnya kalau ia selalu membuang Riana, karena semua orang di divisinya melakukan hal yang sama, ia juga ikut-ikutan.

"Kota Saranjana? Bukannya itu kota yang bahaya juga, ya, buat orang awam kayak gue, Rian, sama Riana?"

•••

Setibanya di rumah, Rian segera mendata barang-barang yang ia butuhkan, juga cadangan makanan dan beberapa alat komunikasi. 'Tak lupa pakaian yang cukup untuk ia habiskan di kota tersebut. Kota yang bahkan tidak terdeteksi di peta Indonesia.

"Gue butuh makan juga, oh ya, sama tiket penerbangan ke sana. Gue beli di mana, ya?" Rian pun melompat ke kasur dan membuka situs pembelian tiket pesawat secara online.

Ketika sedang sibuk-sibuknya memilih penerbangan yang akan ia pakai, dan harga tiket yang ia pertimbangkan, ia mendapat panggilan masuk. Tertera nama 'Brian' di sana, dengan embel-embel 'Bang' di depannya. Menandakan kalau Brian itu adalah kakak dari Rian.

Pruja SaranjanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang