1

21 2 0
                                    

Bukk

Suara buku jatuh yang sempat sempatnya mendarat dibahu sebelum ke lantai. Kesal yang dirasa oleh orang yang tertimpa dan seketika bertanya dalam hati kenapa lokernya harus dibawah sehingga harus berjongkok dan menerima ketidak beruntungan karena benda berat menimpa.

"Ini buku berat loh hati hati bisa kan?" Tegur perempuan yang memakai topi hitam itu sambil bangkit dan menatap orang didepannya.

"Ma-maaf.." lawan bicaranya tergagap. Air mukanya seakan kaget, kenapa ia bisa semarah ini. Padahal biasanya...

"Ini gimana kalo kena kepala? Mau bawa ke rumah sakit emangnya hah?!"

Dari jauh seorang perempuan dengan rambut dikuncir menghambur kearahnya dengan tergesa-gesa. Seakan ingin menengahi jika terjadi sesuatu yang tidak diingin kan.

"Lin, udah udah.. duh maafin teman saya kak.. Permisi..."

Setelahnya ia mengenggam tangan ralin dan membawa ke luar gedung. Dengan perasaan dongkol ralin melepaskan genggaman lea, secara kasar.

"Temen? gue gak ngerasa."

"Lin.. gue bilang lu jangan jauh jauh dulu dari gue bisa kan?"

"Gue gamau denger lagi.. Gue lebih mending hilang ingatan dan gainget nama lu, dari pada gini.."

"Oke.. Terserah.."

Mata lea berkaca-kaca, ia meninggalkan temannya itu.

Ralin meninggalkan tempat tadi. Ia tak tahu mengapa ia melakukan hal itu pada temannya, seakan ia tak mau memberi celah agar lea mengerti bagaimana perasaannya. Ia memilih masuk lagi ke gedung dan pergi ke rooftop untuk menenangkan diri.

"Kepala gue kenapa sih? Gue bodoh atau apa si? Kenapa dengerin orang susah banget.. kenapa gue jadi keras kepala.. kenapa jadi gue yang dulu susah banget.. apa gue emang gak ditakdirin bahagia?" Rintih ralin sembari memukul mukul kepalanya.

Langit yang mendung, seakan tahu betapa kalut pikirannya. Ralin berkali kali bertanya keberadaan dia disini dan tak cukup mendapat jawaban. Ia masih di atap gedung, ia melihat ke bawah dan dunia terasa lebih kecil. Biasanya hal ini menyadarkannya, semua bukan apa apa, semua kecil, semua bisa dilakukan. Meski kenyataan selalu tak mudah. Namun terkadang rasanya ingin meloncat kebawah, belum yakin apa itu akan menjadikannya lebih bodoh atau bahkan lebih bodoh lagi.

"Eh awas.."

Ralin menoleh ke arah suara dan menjumpai reno dengan back packnya yang tersampir di bahu kirinya. Ia terlihat panik sesaat namun ia juga takut untuk mendekat. Ia sadar dan terlihat berusaha mengendalikan rasa takutnya.

"lu...

M-mau bungee jumping gak pake tali hah? lu gila?" Ujarnya masih dengan perasaan was was.

"Berisik.. kenapa lu kesini?" Ralin menanggapi dengan sinis.

"Lu yang kenapa.. jangan aneh aneh ya gue gak bisa nolongin lu kalo ada apa-apa."

Berakhir dengan mereka duduk di lantai dan bersandar pada penghalang gedung melihat matahari yang sudah tertutupi awan tanda akan hujan.

"Ada kelas?" tanya laki-laki itu.

"Bolos gue.."

Hening lagi sesaat.

"Gue.. gasuka gue yang sekarang.."

Reno menoleh sesaat orang disebelahnya lalu ia melihat lagi ke arah depan. Ia tak menanggapi ralin karena sebenarnya yang ia rasakan tak sama.

---

Langit mendung tak ia hiraukan. Ralin lebih sering pulang dengan berjalan kaki walaupun sebetulnya tempat tinggalnya dengan kampus mudah aksesnya jika naik bus sekalipun. Tak terasa hujan mengenai punggung tangannya. Ia berhenti sesaat dan malah sengaja merasakan derasnya hujan. Ia diam mematung, untuk sesaat ia ingin air hujan membawa pergi 'kesialan' yang menimpanya. Ia mulai berjalan untuk menyebrang.

Jalanan sepi namun seseorang yang mengendarai motor dengan cepat melaju kearahnya. Ralin  kelimpungan dan malah terduduk sambil melindungi kepalanya. Beruntung motor itu tidak sampai menyerempetnya, namun karena hujan ban motor menyipratkan genangan air ke arah ralin yang berjongkok. Menyadarinya pengendara motor itu berdecak sebal dan turun karena ia pun kaget dengan reaksi ralin.

"Mba! Bisa ga--" Seru anak berseragam itu, mengambil ancang ancang untuk menasehati.

"Lu waras?! Hah? Gimana kalo gue ketabrak terus kepala gue kenapa napa?!" Ralin balik menyahut kemudian menangis, ia memaki orang yang ia kira hampir menyakitinya itu, dan terus melindungi kepalanya. Sambil menangis ia terus berjalan untuk pulang. Pandangannya semakin kabur karena tangis dan air hujan.

Lawan bicaranya kebingungan, seharusnya pejalan kaki itu juga yang salah karena tidak memperhatikan jalan. Laki-laki berseragam itu hanya bisa memandangi ralin. Dia pikir aneh dan berlebihan sekali reaksinya.

Menyedihkan melihat situasi yang ralin alami sekarang, namun lebih menyedihkan karena ia sendiri berubah namun ia rindu kehidupan lamanya.

---

Jangan lupa vomment~ thanks

Only You || BangchanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang