Langkah kaki ralin menuntun untuk berjalan ke arah kampus. Ia tak yakin akan mengikuti kelas namun ia juga tak mau diam di rumah. Dari jauh ia melihat seseorang dengan ibu dan adiknya. Terlihat sangat akrab.
"Ma.. kenapa kesini? Ey benji tingginya nambah padahal rasanya baru kemaren digendong.."
"Aku gamau ketemu kakak.. muka ben gak sama sama kakak." anak balita itu berteriak pada kakaknya dan terus merengek ingin pulang.
"Kamu mau bilang kalo kamu lebih ganteng.. Iyakan?"
"Udah ah jangan dianggap serius.. ini mama ada sedikit buat kamu. Mama tadinya mau kasih ke kosan, tapi lewat sini kebetulan ketemu kamu juga.. lain kali aja mama kesana ya." Seorang wanita paru baya mengeluarkan amplop dan bermaksud memberikannya pada anaknya itu.
"Eh, jangan.. aku bisa kerja.. harga diri aku sebagai kakak didepan ben gaada dong ma.." ujarnya dengan nada sedikit merengek sambil melihat anak kecil yang terus menarik tangan ibunya.
"Kamu tuh.. jangan makan mi! Makan nasi! Ini mama ngasih biar kamu makan apapun sesuka kamu.."
"Aku makan nasi kok.. udah jangan khawatir. Udah pergi maa~ kasian benji."
Ralin sejak tadi memperhatikan, matanya mulai berkaca-kaca.
"Ih.. kenapa sih.." ia bergumam sambil menyeka air matanya yang mulai menetes. Betapa beruntungnya dia masih bisa berjumpa ibunya. Ia selalu malas pulang kerumah dan lebih sering melakukan sesuatu diluar karena ia sudah tak punya siapa siapa. Rumahnya selalu mengingatkan pada kenangan.
Sepertinya ia harus ke suatu tempat untuk saat ini..
Kris menyadari sesuatu, ternyata dari tadi ralin memperhatikannya namun kenapa ia kemudian berbalik arah. Apa mungkin ia tidak ada kelas hari ini?
Kris mendengar kabar dari dosen kalau ralin kehilangan beasiswanya. Sebetulnya ia terkadang mengamati ralin dari jauh. Kabar kecelakaan yang dialami ralin cukup mengagetkan baginya. Dan sekarang ia menjumpai ralin yang berbeda. Ralin yang sekarang tidak terlalu tertarik pada kuliah dan ia tak seceria dulu. Kris tak mau larut untuk memberi perhatian padanya namun terkadang nalurinya berkata lain. Bukan sekedar ingin tahu tapi nampaknya seorang seperti ralin punya medan daya yang sulit dihindari khususnya bagi dirinya.
"Oy brow!" Seseorang mengagetkannya dari belakang. Ares, teman seangkatannya.
"Apa?"
"Sombong amet.. eh iya lu udah tugas nyari jurnal?
"Udah."
"Ah iya sih ketebak.. Tapi ngomong ngomong lu aneh gak si.. ralin adik tingkat kita itu, kan biasanya dia selalu jadi perhatian dosen karena pinter tapi sekarang dia jarang banget ada di kelas."
"Res.. udahlah, orang tu punya urusan masing masing.."
"Iya.. iya.. gue gaakan ngerumpi. Padahal gue gak pernah ngerumpi sama orang lain cuma depan lu gue berani kaya gini.. Kepo nih banyak desas desus dia yatim piatu. Kalo dipikir kasian banget. Dia juga menarik kok. ya lu tau lah cakep mah iya meski bukan selera gue, dapet beasiswa pula.. kalo dia mau dia bisa jadi bintang di kampus."
Kris terdiam, ia tak mau lebih lanjut membahas. Ia menyimpan lebih dalam rasa ingin tahunya.
"Ohiya.. keluarga lu baik baik aja kan?"
"Ya.. gak terlalu buruk.." ia mencoba tersenyum.
Kris sebetulnya anak broken home. Ia ikut ibunya, dan sekarang ia memilih untuk tinggal sendiri karena ibunya menikah lagi. Anak yang tadi ibunya bawa adalah saudara tirinya. Meskipun menurutnya masa lalu seperti itu tidak terlalu kelam namun lukanya masih tersimpan.
Sehari-hari ia mengurus semua keperluannya sendiri. Di akhir pekan ia kadang melepas penat dengan berlatih boxing. Ia juga melakukan pekerjaan part time. Penghasilan part time memang tak seberapa. Uangnya ia tabung, dan susah payah ia sisihkan untuk biaya sewa kost dan makan. Pemberian orang tua masih ia terima namun sengaja ia tabung, kakaknya yang berprofesi sebagai polisi jarang mengirimi uang namun selalu mengirimkan pakaian. Pakaian yang dibelikan kakaknya cukup bagus dan nyaman dan hampir selalu ia pakai. Seringkali ares iri karena kebanyakan pakaian kris memang bermerek. Orang lain memandang kris orang kaya yang selain pandai dipelajaran juga pandai dalam hal olahraga. Agak sulit jika mencari kelemahan orang seperti dia.
Hari berganti.. sosok ralin tak kunjung ditemukan. Lea beberapa kali pergi ke rumahnya namun ia tak menjumpai ralin. Ia bertemu dengan anak sekolah yang sepertinya menunggu juga pemilik rumah.
"Kamu.. nunggu siapa?"
"Yang punya rumah.. ohiya pada kemana ya kak?"
"Ohh.. Ralin? Kamu siapanya?"
"Iya, kak ralin.. sebenernya dia gebetan saya kak.." felix membual namun berusaha kembali ke kesadarannya.
"Kakak pungut-- kakak angkat saya maksudnya.." felix menyeringai.
Karena sudah masuk waktu untuk berangkat sekolah ia beralih pamit pergi.
---
vommentnya jangan lupa :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Only You || Bangchan
Random"Lo pasti ngerasa kuat banget bisa nahan rasa sedih, tapi sebenernya lo lemah karenanya. Seperti apapun lo sekarang, yang ada dipikiran gue cuma lo.."- Kris "bukan gue gak suka sama lo, tapi keadaan yang gak berpihak sama kita."-Ralin Bangchan AU. B...