6

12 2 0
                                    

Felix ke rumah ralin di pagi hari. Ia tak segan memanggil manggil ralin dari gerbang depan. Suaranya yang berat agaknya mampu membuat ralin terganggu.

"Kak~ kak ralinn~"

"apa sih ah.. masih pagi tau gak?" Ralin keluar dari balkon rumahnya bermaksud melihat pembuat onar pagi hari yang memanggil manggil namanya.

"Justru itu.. nanti takut keburu gaada orang lagi rumahnya.. mau ngambil motor nih!"

"rese banget. yauda bentar!"

Ralin keluar dengan muka kesal membuka gerbang rumah dan menyerahkan kuncinya, kemudian pergi masuk kembali. Ralin tertahan karena felix tiba tiba mengerang kesakitan.

"Kenapa lagi?"

"A-ah gapapa gapapa kemaren keseleo sedikit cuma sekarang harus pergi kesekolah.. duhh ini bawa tas jinjing berat banget mana kalo ga--"

Beberapa saat kemudian felix sudah dibonceng oleh ralin ke sekolah naik sepeda motor yang felix punya. Felix duduk dengan nyaman di jok belakang. Halaman depan sekolah terlihat ramai oleh bus. Siswa sekolah berdatangan.

"Ada apaan? Study tour?" Ralin terlihat kebingungan melihat situasi ramai.

Dari belakang teman felix tiba-tiba naik ke punggungnya. Felix tidak teriak meskipun beban dipunggungnya bertambah dan kakinya terlihat baik hanya saja ekspresi mukanya terlihat mencurigakan—ah sudah diduga... ralin begitu marah karena anak didepannya sudah mempermainkannya dengan berbohong.

"Wih siapa ni lix? Kakak lo?" Ujar temannya menduga duga.

Felix cuma bisa nyengir kemudian kabur dengan temannya yang masih ada digendongannya.

"felix!! Awas lu ya!"

Ralin mengendarai motor itu dan akhirnya sampai lagi di rumah. Diperjalanan ternyata hujan lebat mengguyur. Ralin nekat menerobos karena ia tak mau terlambat untuk kuliah. Setelah ia sampai dirumah ia hanya bisa mengeringkan tubuhnya mengganti baju dan harus kembali keluar untuk belanja karena sama sekali tidak ada makanan dirumah.

Diperjalanan pulang ia merasa ada yang aneh. Udara nya sangat dingin. Ia tak bisa berhenti menggigil. Ralin merasa sudah memakai baju yang cukup tebal namun tetap saja terasa dingin.

"Tinggal deket sini?" Ralin menengok kearah sumber suara namun mendadak tubuhnya tak bisa ia kuasai.

Ralin tak sadarkan diri.

---

Mimpi.. Dalam mimpinya ralin bertemu dengan seorang wanita yang ia kenali sebagai sosok ibunya. Ia berada ditepi tebing yang mengarah ke lautan lepas.

Ralin.. maafkan ibu.. sesaat kemudian ibu itu jatuh dari tebing dan membuat ralin tersadar dari mimpinya. Lea sudah duduk disamping ranjangnya.

"lin? Masih pusing? Mau gue ambilin--"

"Lea gue kangen ibu.." ralin menangis sambil memeluk lea temannya.

---

Situasi hening selama seperempat jam karena tangisan ralin. Setelah ralin tenang, lea baru menawarkan makanan, karena ralin terlihat sangat pucat.

"Belom makan kan lu? Makannya jadi gini.. nih gue bawain bubur."

Ralin memandang makanan itu lidahnya sedikit kelu namun ia akhirnya berkata.

"Makasih le.."

"Baru gue denger lagi kata 'makasih' dari lu.. makan aja ah udah.." lea beranjak dan merapikan kamar ralin yang agak berantakan. Jika dilihat ralin sepertinya lebih banyak menghabiskan waktu dikamar sehingga bekas bungkus makananpun ada di kamarnya.

"Lu gak kuliah?"

"Ya lu liat sendiri gue disini.. berarti enggak lah." Lea menjawab sambil memunguti kertas dan beberapa sampah yang masih berserakan.

Ralin tersenyum tipis. Lea mulai mengikuti gaya bicaranya.

"Oh iya tadi lu ketemu reno gak? Gue yakin denger suara dia." Ralin penasaran.

Lea terdiam sesaat.

"Tadi kayanya dia nolongin lu pas pingsan.. terus langsung nelpon gue untung gue bawa mobil pas dijalan mau ke kampus. Tapi gak lama ada disini, dia terima telpon terus pergi lagi."

"Oh.."

"Untung ada dia lin.."

"Le.. lu masih suka kan sama dia?" Ralin menggoda temannya.

"Kan itu dulu.. sekarang.."

"Masih?"

"Ah.. udahlah itu gausah dipikirin, itu tu pikirin dulu jidat lu.. lu dah check up?"

Ralin hanya bisa tersenyum mendengarnya. Ia agak malas pergi ke rumah sakit untuk saat ini.

---

"Lu kalo ada apa apa telpon gausah gengsi.. ni juga jangan lupa kunci gerbang pas malem. Kemaren ada anak SMA yang rambutnya diwarnain nanyain, siapa lu sih?"

"Gatau dia gajelas emang dari kemaren kemaren.." Ralin bicara asal.

"Ini juga, gajelas banget.. lu beli motor? Jangan naek keseringan ah.. gue tau lu kalo bawa motor kaya gimana, gue pernah diboncenglu aja keder. Pokoknya kabarin aja ya kalo ada apa apa.. gue balik dulu."

"Iya.." ralin menjawab singkat, ia tak mau bicara banyak dan diomeli lebih lama. Namun pada akhirnya Ralin menahan tangan lea yang membuka pintu mobil.

"le, maaf.. makasih.." kata kata yang bisa terucap dari mulut ralin.

"dah ah basi.. gue cabut." Lea tertawa kecil.

Setelah lea pergi, ralin beranjak masuk namun tiba tiba menemukan amplop cokelat di depan pintu berisi uang.

Selama tiga bulan akhirnya hidup ralin tenang namun sekarang kembali meradang. Ralin lari ke samping rumahnya disana ada 5 pucuk amplop yang sama. Ia tak berniat memasukkannya kedalam rumah. Isinya pun sama. Sampai sekarang ralin tidak bisa berhenti memikirkan orang itu. Orang yang membuat ia jadi seperti sekarang.

Ralin kembali ke depan gerbang namun anehnya ia menjumpai kris disana yang sedang melihat ke arah rumahnya.

"Kenapa dia ada disini?"

---

Duh doubel update guys.. hiats dulu ya mau TA huaaa

salam cinta dari kris buat yang vote juga comment :)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 10, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Only You || BangchanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang