2

1.1K 124 7
                                    

Sepertinya hari ini hari kesialan seorang Firza Ahmad. Dia telah mendapatkan kesialan ganda. Yang pertama, diberi perintah untuk menjadi wali kelas di kelas yang super. Yang kedua, bertemu dengan anak-anak yang minta dibuang ke samudera Atlantik karena ulah mereka.

Sialnya, meskipun ia nyaris didzolimi oleh para siswa, ia masih harus masuk ke kelas para siluman dan melanjutkan pelajaran. Gak mantap gimana coba.

Keadaan kelas amat mencekam. Awan suram tak kasat mata seakan melayang-layang di langit kelas. Tinggal kurang suara guntur dan backsound ala-ala sinema horor pasti akan sempurna.

Firza diam di depan kelas dengan tatapan anak-anak sudah seperti pisau guillotine, Pisau terkenal karena revolusi Prancis yang siap memotong kepala siapa saja. Jujur, saat ini Firza sedikit merasa tak nyaman. Rasanya kepalanya bisa copot kapan saja jika terus-menerus ada di kelas ini.

Setelah mengumpulkan keberanian, akhirnya Firza mengambil sepotong kapur. Ia menulis namanya di sana. Decitan khas kapur yang bercumbu dengan papan tulis terdengar memecah keheningan kelas membuat beberapa anak merasa tak nyaman mendengarnya karena membuat telinga terasa sedikit sakit.

"Firza Ahmad, kalian bisa memanggil saya Pak Firza," ucap Firza dengan lancar. Bahkan, dirinya sendiri tak percaya jika kalimat itu akan keluar tanpa patah-patah dari bibirnya mengingatkan sekarang dia sedang gugup parah.

"Yes, sekarang udah tahu namanya. Bakalan gue tulis di death note ah!" Tiba-tiba terdengar seseorang yang berucap dari bangku belakang. Pemuda dengan rambut diponi ala-ala pemain boys over flower. Alhasil, ucapannya mengundang gelak tawa di kelas. Firza yakin jika anak itu seorang wibu: sebutan bagi orang yang suka dengan kebudayaan Jepang.

Firza merasa sedikit senang. Ternyata di kelas ini ada satu mahluk yang satu spesies dengan dirinya. Detak jantung Firza perlahan berdetak normal kembali.

"Baik. Cari aja si Ryuknya nak, siapa tahu nanti punya koneksi sama shinigammi. Nanti bapak mau minta tolong, suruh si Grell buat move on dari si Sebastian," jawab Firza dengan acuh tak acuh. Berhubung dia wibu, jadi istilah perwibuan sudah tidak asing lagi di telinganya.

"Salah server pak. Saya ngomongin death note, bukan black butler!"

"Kirain sama. Yaudah, perkenalkan nama kamu siapa!"

"Gak mau, nanti bapak nulis nama saya di death note!"

"Gak, paling juga bakal ditulis di pelesetannya death note. Cepetan!"

"Lah enak dong kalau di pelesetannya death note?"

"Iya, makannya cepetan perkenalkan nama kamu siapa?"

"Abas, Abas Arrahmah!"

Firza tersenyum singkat. Ia mencari korban lain untuk ditanyai. Karena nampaknya seluruh kelas telah lupa adegan pengejaran tadi.

"Ya, gadis berkerudung di sana. Bisa perkenalkan siapa dirimu!"

Firza tertarik pada gadis cantik dengan setelan hijab syar'i. Ia tak percaya jika dikelas ini masih ada anak alim. Secara image kelas sudah dikenal sebagai kelas orang-orang bar-bar yang tak tahu aturan.

Gadis itu tersenyum ramah. Lalu menjawab, "Aliya Zoya. Panggil aja Zoya"

Zoya seperti salah server sendiri di kelas ini. First impression pada Firza menjelaskan jika dia sedikit beda dengan anak-anak lain. Tak ada kesan bar-bar yang tergambar di wajah Zoya. Ukhti-abel, istilah yang tepat untuk mendeskripsikan Zoya.

Firza melanjutkan mengabsen sekaligus berkenalan singkat dengan para siswa hingga tak terasa semua telah dipanggil.

Ada tiga anak yang belum datang.

Kelas Siluman Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang