Author POV
Seusai pertandingan itu, Luca memutuskan untuk beristirahat di kamarnya. Tentu dengan Andrew yang senantiasa berada di sampingnya.
Awalnya Luca hanya membaringkan tubuh diatas kasur putih selagi Andrew membersihkan bekas tanah dari sekopnya.
Namun perlahan katup mata Luca tertutup, secara tidak sadar dia berjalan menuju alam bawah sadar.Ruangan gelap, jeruji besi, juga borgol besi yang terkalung di leher. Itulah objek-objek pertama yang Luca tangkap dengan lensanya.
Namun hal yang paling berkesan dari tempat itu adalah hawa dingin yang selalu siap menerkamnya. Membalutnya dalam kesendirian dan ketakutan tanpa batas.
Suaranya melengking dari tenggorokan, tapi tak ada seorang pun yang bisa mendengar. Dia tau hanya dirinya saja yang berada di ruang itu.
Dia mengharapkan suatu kehangatan datang dalam hidupnya. Tapi bagaimana? Kalau semua orang hanya menatapnya tak peduli."AAARGGHH!!"
Jeritan itu lepas dari mulutnya. Tubuh Luca kini terjatuh ke lantai. Tangannya merangkul erat tubuhnya, menahan segala rasa dingin yang perlahan mencengkram.
Andrew yang duduk di kursi itu sampai terkejut dibuatnya. Sudah biasa jika Luca berteriak saat matanya terlelap. Mimpi buruk juga masalalu kelam selalu menakutinya, membuat sosok yang selalu tampak ceria hampir gila itu kini bergetar hebat karena ketakutan.
"Luca! Luca! Aku disini! Aku disini!"
Suara Andrew seketika menyadarkan Luca dari mimpi buruknya. Tangannya langsung saja mendekap tubuh manusia yang jauh lebih hangat darinya.
Melihat keadaan Luca yang seperti ini, selalu menarik rasa iba dari hati Andrew. Tangannya diusapkan pada punggung Luca, sebaik mungkin dia menenangkan mantan tahanan itu.Tepat saat hal itu terjadi, seorang survivor lain muncul dari balik pintu. Dengan tatapan penuh rasa khawatir yang juga terlihat dari pelipisnya yang berderai keringat dingin. Dialah Edgar, sang pelukis.
Lensa Edgar terbuka lebar setelah mendapati kejadian itu di depan matanya. Tentu rasa kesal dan cemburu menyelimuti dirinya saat ini. Tapi rasa yang paling menguasai hanyalah satu, patah hati.
"E-eh, Edgar? kenapa kau kemari?"
Luca yang baru mengetahui kehadiran Edgar itupun sama bingungnya dengan Andrew, dia menatap dari balik pundak Andrew.
Edgar, yang tentunya dipenuhi amarah itu melantangkan suaranya.
"JANGAN MEMBUAT TETANGGAMU KHAWATIR, LUCA BODOH!"
BRAK!, pintu kamar dibantingnya keras. Segera saja dia angkat kaki dari ruangan itu, tepat sebelum airmatanya menetes dari kelopak.
Andrew dan Luca kini saling menatap. Bingung dengan apa yang baru dikatakan Edgar.
"Bukannya dia bilang dia tidak peduli siapapun? Tapi kenapa dia khawatir dengan Luca?", pikir Andrew. Tanda tanya itu membuat rasa penasarannya tumbuh akan apa hubungan Luca dan Edgar sebenarnya. Apa mungkin hubungan masalalu?
===============
Sementara itu, Edgar Valden, kini fia merasakan seperti apa penderitaan para pasangan di luar sana.
Melihat orang yang begitu dia cintai bersama dengan orang lain–penggantinya.Hatinya menjerit-njerit, sama seperti mulutnya yang kini sudah tak bisa lagi menahan segala rasa sakit dalam diam.
Edgar menangis bagaikan anak kecil malam itu. Bahkan dia sampai kesulitan untuk menutup matanya yang sembab.
Bagaimana bisa dia pejamkan? Kalau dia hanya akan kembali mengenang Luca saat berjalan menuju alam bawah sadar.Sama seperti Luca, dia juga mengalami mimpi buruk. Dimana dirinya kehilangan kehangatan dala. hidupnya, berjuang dan bertahan dalam hawa dingin yang terus menerpa.
Hanya dirinya seorang yang mengetahui itu, selama mulutnya terkunci rapat, tak akan ada siapapun yang tahu, apalagi Luca yang dia maksud.=================
Fajar tak lama menjelang, Edgar bangun dengan pipi yang basah karena airmatanya sendiri.
Kakinya perlahan berjalan menuju kamar mandi, menyegarkan kembali wajahnya.
Sebentar dia menatap sosoknya yang tampak begitu menyedihkan di depan cermin."Apa kau benar-benar akan melupakanku?"
"Walau aku kembali padamu lagi suatu hari nanti?"
Tanyanya beribu kali pada diri sendiri. Retakan dalam hatinya semakin melebar, semakin harapannya memudar.
"Aku hanya ingin kau mengingatku. Aku ingin kau kembali padaku."
"Aku ingin kita bergandengan tangan lagi seperti dulu.."
Kini dirinya berbicara di depan cermin layaknya orang yang kehilangan akal sehat.
Dia tahu apa yang dilakukannya tidak berguna. Setidaknya dia mengucapkan segala beban dalam dirinya sebelum kembali mengenakan topeng 'tidak peduli'.Wajahnya diguyur air dingin, di tepuk-tepuk pipinya, menyadarkan kembali kewarasannya.
"Aku harus mendapatkan memori itu. Apapun yang terjadi."
Dia berjalan menuju kanvas dan kuas yang bertengger di samping kasur. Diraihnya sebelum bergegas menuju suatu tempat yang sudah pasti bisa ditebak dimana itu.
Kakinya berhenti di depan pintu dengan nomer satu yang terukir di permukaan kayunya.
Pintu nomer satu, ruang yang digunakan untuk suatu pertandingan penting.
Pertandingan peringkat.
Dimana Edgar akan berjuang menuju peringkay tertinggi untuk menagih hadiah itu dari Orpheus.
"Aku akan melakukan ini hanya untukmu.", bisiknya sebelum membuka kenop pintu. Edgar lantas mengangkat wajahnya ke arah dimana jendela berada, tepatnya mengarah ke sebuah taman kecil disana. Taman yang terlihat begitu indah saat sinar mentari meneranginya.
"Tunggu aku, Luca."
Senyum tipisnya pudar sebelum membuka kenop pintu itu. Dimana beberapa survivor veteran sudah duduk bersampingan menunggu kedatangan survivor lain.
===================
To be continued
Catatan Author :
Watduh, kok kayaknya bakal panjang ini chapter Fanfictnya?
Neko bingung nih mau ngesingkatin atau terus aja ikutin alur.Kalau ikutin alur bisa lebih dari 20 mungkin? hehehe~
Gimana menurut kalian?
Semisal neko bakal agak panjangin fanfict ini, apa kalian bakal tetep baca atau skip aja?Tolong tulis di kolom komentar, ya!
Sebagai pemasukan author untuk melanjutkan penulisan Fanfict Lost Memories.Thankyou and happy reading, semuanya ^o^)/
Jangan lupa komentarnya o(≧ω≦)o
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost Memories (LucaxEdgar) || Identity V Fanfict
Fanfiction#1 rank in #idv : [10/12/2022] [COMPLETE] [WARNING!! YAOI CONTENT!] Ini adalah kisah tentang dua orang survivor bernama Luca Balsa (Prisoner) dan Edgar Valden (Painter) Dua orang yang pernah bertemu di masalalu, tak mengingat seperti apa jelasnya ke...