Edgar Valden
Pria
Usia 21 tahun
Seorang pelukisItulah biodataku saat ini.
Seorang seniman yang gila akan sesuatu yang berhubungan dengan kesempurnaan dan keindahan.Tapi orang-orang di sekitarku tak memahami benar dua hal itu.
Dengan mudahnya menghujat dan mensepelekannya.Mereka semua bodoh.
Mereka tak mengerti.
Dan tak akan pernah mengerti.Mungkin itu alasanku menerima undangan menuju manor ini, selain alasan "aku kemari untuk mencari inspirasi saja".
Dunia baru yang bahkan belum pernah kuketahui.
Lingkungan baru yang terlihat seperti buku tak pernah tersentuh.
Hal yang terdengar begitu menarik untuk seorang yang haus akan inspirasi.Tapi tak pernah terpintas sedikit pun akan resiko dan konsekuensi di benakku, sesuatu yang kusesali setelah mengetahui apa isi manor ini.
Pertarungan berdarah, penuh bercak merah.
Teriak ketakutan, sekeras jeritan serigala malam.
Deru jantung yang terus terpacu, menghancurkan gerak naik-turun tensi darah.Ya, sebuah permainan mengerikan telah dimulai.
Dan inilah konsekuensinya, ini yang harus kami hadapi, para survivor yang diberkahi berbagai keahlian.
Mencoba lepas dari genggaman para hunter–makhluk yang haus akan darah dan penderitaan.Mungkin aku sudah pernah bepikir untuk menyerah saja.
Tapi tidak, pemilik manor, Orpheus, tak membiarkan siapapun menyerah dalam permainan ini.
Suatu penawaran langka lagi-lagi ada di tangannya, terus menarik para survivor untuk mengikuti permainan kejamnya."Aku tak memberimu harta, kekuasan, atau apapun yang kau inginkan."
"Tapi aku akan memberimu sesuatu paling berharga yang pernah kau tau."
"Itu adalah memori, kenangan masalalu yang terhapus saat kau memasuki manor."
"Akan kuberikan jika kau terus melanjutkan permainan ini."
Sebenarnya aku tak begitu menginginkannya.
Hingga suatu ketika aku bertemu dengan seorang survivor lain.
Survivor yang menarikku untuk menerima penawaran itu.Seseorang yang sangat familiar.
Seseorang yang pernah bertemu denganku.
Dia penyelamatku.Sengatan listrik dia pancarkan tiap kakinya dibenturkan ke tanah.
Mata kirinya lebam, entah karena apa.
Suaranya berubah setelah sekian lama tak bertemu."Gerbang keluar sudah terbuka!", ucapnya dari walkie talkie yang dimiliki per survivor.
Sosok itu berdiri di depan gerbang.
Melambaikan tangannya, memanggil survivor lain."Oh, kau rupanya."
Dia menatapku agak bingung.
"Val... siapa? Ya ampun, kenapa aku melupakannya?", dia menggaruk rambutnya yang tak terasa gagal.
"Kita baru berkenalan kemarin, apa kau benar-benar lupa namaku?", ucapku datar.
"Maaf... siapa? aku tak bisa mengingatnya jelas. Kau tau kan Luca Balsa ini punya memori jangka pendek?"
Aku menatap tajam, aku tak suka mengulang ucapanku dua kali.
"Pikir saja sendiri."
Tanpa berkata-kata lagi, aku berlari melewati gerbang.
Sebentar aku mendengar dia menyuruhku untuk menunggu yang lain, tapi aku tak peduli.
Karena isakanku pasti terdengar dan terlihat jelas jika terus menetap.
Tak kuasa melihat dirinya benar-benar melupakanku setelah sekian lama menghilang.Luca Balsa.
Pria bersurai coklat itu..
Calon penemu hebat yang bertemu denganku saat itu..Aku menemukanmu.
===================
Prolog end
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost Memories (LucaxEdgar) || Identity V Fanfict
Fanfiction#1 rank in #idv : [10/12/2022] [COMPLETE] [WARNING!! YAOI CONTENT!] Ini adalah kisah tentang dua orang survivor bernama Luca Balsa (Prisoner) dan Edgar Valden (Painter) Dua orang yang pernah bertemu di masalalu, tak mengingat seperti apa jelasnya ke...