Chapter 14 [Present]

104 16 35
                                    

"Tunggu sebentar!"

Suara seseorang muncul dari samping, tepat sebelum aku membuka pintu pertandingan peringkat.

Surainya putih, seputih kulitnya. Dia membawa sekop dan sedang berlari ke arahku. Sudah bisa kutebak siapa dia.

"Oh, kau juga ikut peringkat?", tanyaku ketus. Dia terdiam sejenak sebelum akhirnya mengangguk kaku. Mungkin dia terkejut dengan sifat dinginku, dan memang sudah seharusnya dia tau apa alasan dibalik itu.

Pintu terbuka perlahan, menampakkan dua orang survivor lain yang sudah menunggu. Pria bertudung hijau, dengan pria bersurai abu-abu yang membawa kotak make up. Tunggu–apa? kotak make up?

Pria bertudung hijau yang pertama menyapaku dengan mengangkat tangannya.

"Hey, Edgar Valden!", aku mengangguk dan duduk di sebelahnya. Sementara Andrew duduk di dekat pria bersurai abu-abu.

"Aku melihat pertandinganmu kemarin. Kau sengaja membunuh Tracy, bukan?", belum juga berkenalan, orang ini sudah asal membahas sesuatu. "Kau pikir apa?", dia tertawa saat aku berkata begitu. Pundakku di senggolnya dengan siku. "Licik juga pertandinganmu. Namaku Naib Subedar, prajurit bayaran. Kuharap aku bisa merasakan pertandingan yang berbeda denganmu.", ya, salam kenal juga, kulontarkan padanya hanya dengan anggukan.

Setelah berbicara dengan Naib, aku beralih menuju pria lain yang sedari tadi memeriksa kotaknya. Keringatnya mengucur, mengetahui tatapanku yang sedari tadi kutujukan padanya. "M-maaf?", tanyanya padaku. "Oh, maaf, aku hanya penasaran dengan apa yang kau bawa.", telunjukku mengarah pada tas yang dia bawa. "Ini? hanya alat make up.", jawabnya singkat. Sebentar aku memikirkan apa perannya dalam manor ini. "Kau seorang perias?", dia mengangguk. "Bedanya, aku merias sebuah mayat." jawabannya membuat mataku terbelak lebar. Hampir saja aku melompat dari kursi karena terkejut dengan pekerjaannya. Tapi, tunggu, sepertinya aku pernah mengenal pekerjaan semacam itu. "Ah, perias mayat! Kau menata tubuh mayat yang sudah berantakan menjadi sedia kala sebelum dimasukkan ke dalam liang kubur, kan?" Jawabanku membuatnya mengangguk mantap. Tangannya seketika kugenggam, kuayunkan. "Hal itu begitu mengandung kesenian dan estetika. Aku Edgar Valden, pelukis. Aku ingin bisa melihat kelebihanmu di pertandingan ini!" Dia sedikit terkejut melihat reaksiku. Mungkin dia berpikir pekerjaan seperti itu tampak aneh dan menjijikkan. Tapi tidak, justru hal itu tak mudah dilakukan dan butuh usaha juga nilai seni di dalamnya.

"N-namaku Aesop Carl, perias mayat. Senang bisa bertanding denganmu.", ucapannya tampak begitu sopan. Apa mungkin dia orang dengan derajat tinggi?

Setelah aku mengenal semua survivor disana. Tombol merah muncul kembali diatas meja. Seperti biasa diperbolehkan menekannya jika sudah benar-benar siap dengan pertandingan.

Tanpa berpikir panjang, aku menekannya sama seperti yang lain. Tepat setelah semua menekan tombol, seorang wanita keluar dari balik bilik.
"Nona Mary?!", Nona Mary yang muncul itu tersenyum padaku. "Wah, Edgar sudah siap untuk pertandingan peringkat? Kau pemberani juga, ya?". Lantas dia berjalan mendekatiku, membisikkan suatu peringatan tentang pertandingan ini.

"Aku tidak akan lembut di pertandingan ini, Edgar Valden. Jadi tolong lebih berhati-hatilah dengan hunter."

Setelah mengucap itu, pandangan mata kami semakin memburam, menggelap. Dan seperti biasa, kami berdiri dalam satu arena dari banyak arena di manor ini.

Kenangan Leo.

Pemandangan suatu pabrik yang sudah berhenti bekerja tampil di hadapanku. Salju putih yang terasa dingin juga lembut secara bersamaan, seketika mengingatkanku pada dirinya.

"Tidak, aku harus fokus!", dua tangan kutamparkan pada pipi, mengembalikan konsentrasiku akan pertandingan kali ini.

Seperti biasa mencari mesin ketik yang tersebar di sekitar arena. Tepat saat mataku berhasil menemukan salah satunya, seorang survivor lain sudah lebih dahulu mengetik disana.

Lost Memories (LucaxEdgar) || Identity V FanfictTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang