"Mana oleh-oleh Kia?" Kiara melihat ke seluruh penjuru kamarnya. Nihil, tidak ada paperbag baru atau boks yang kekasihnya bawa.
"Ini."
Ringga menunjuk dirinya sendiri. Demi Nenek Tapasya, apa itu? Kenapa pipinya tiba-tiba terasa panas?
"Gaga jangan bercanda mulu ah! Kia tanya beneran ini!"
"Aku nggak bercanda babe." Gadis itu menatap mata elang Ringga lekat.
"Gaga lupa beli ya?" tanyanya gusar sambil menunduk.
Ringga tetap diam, ia hanya ingin melihat reaksi gadis yang dicintainya sejak kecil.
"Kalo iya kenapa?"
"Y-ya nggak papa, Kia kan tadi cuma nanya," terselip nada takut dan ragu dalam bicaranya.
Pria tampan ini tergelak sambil mencubit hidung Kiara,"Gemes banget, anak siapa sih?"
"Anaknya Bunda sama Ayah."
Ringga mengangkat Kia ke gendongannya lalu mulai berjalan.
"Kita mau kemana?"
"KUA."
"Kia tabok nih mulutnya?"
"Jangan dong ntar jadi dower nggak seksi lagi, mending kamu cium atau kamu manjain. Aku ikhlas kok."
"Omes!" teriaknya smbil menabok punggung Ringga.
"Jangan gerak-gerak Sayang! Nanti jatuh."
"Gaga yang mulai!" Kiara terdiam, ia tak mau terjatuh seperti saat gadis itu masih kecil. Sakit rasanya.
"Yang."
"Apa?"
"Garukin bokong aku, gatel."
Sialan pria ini benar-benar.
***
"Sering-sering ke luar kota gini, Ngga," ujar Leo yang sedikit kesusahan menelan bolu pisang buatan Acha.
"Bener, bisa makan enak terus kita."
"Sialan Lo!" umpat Ringga sambil melempar bantal bergambar telur mata sapi kearah temannya itu.
"Markas aman?" tanyanya menurunkan volume suaranya.
"Aman, Lo tenang aje."
Mereka hanya bertiga di mansion besar ini, ralat, bersama para maid tentunya. Sedangkan Kiara yang tadi digendongan Ringga kini sudah pulang. Mau pamer oleh-oleh ke Mela katanya.
"Tentang penyerangan tiga hari lalu, udah Lo urus?"
"Udah, gue udah tau siapa pelakunya."
Mimik ketiganya menjadi serius. Ringga melirik ke salah satu bodyguard yang sedari tadi mencuri tatap kearah mereka.
"Ke kamar gue, ada pengintai."
Sementara di kamar bernuansa girly milik Kiara, gadis itu tak berhenti tersenyum setelah menerima oleh-oleh dari sang pacar.
Ia mengelus pergelangan tangannya yang tersemat bracelet cantik dari Ringga sembari tersenyum.
"Ah Kia sampe lupa mau ngasih makan Cimi sama Cimot."
Kiara membuka kandang cicak lalu memekik senang saat melihat banyak sekali telur disana.
"AYAH! CIMI BERANAK!"
Gedebuk... Gedebuk...
Rio, ayah satu anak itu dengan cepat datang karena terkejut mendengar teriakan putrinya.
"Kenapa?"
"Cimi lahiran."
Jantungnya seolah merosot, ia kira terjadi sesuatu pada putrinya.
"Ayah kira ada apa! Jangan suka teriak-teriak gitu ah! Ayah udah tua nanti jantungan."
Rio mendekat,"Mana?"
"Itu! Banyak kan?"
"Wih iya banyak, semalem berapa ronde Cim? Ngegas bener," kekehnya lalu mengambil sarung tangan di nakas.
"Ronde-ronde! Ayah kira gulat!"
"Ya emang gulat, gulat-eh astagfirullah."
Hampir saja keceplosan.
"Satu dua tiga enam sepuluh-buset tiga belas!"
Setelah semua telur itu ia kumpulkan di wadah, kini tugas Kiara adalah memasukkan dan menatanya di inkubator kecil.
"Jangan keseringan dibuka yaa, nanti telurnya rusak."
"Siap, makasih Ayah!"
Rio mengecup kening putrinya sebelum keluar kamar. Hati Kiara menghangat, dirinya sangat beruntung lahir di keluarga ini.
***
"Aiyaya hatiku tergoda!"
"Aiyaya sungguh mempesona! Padamu aku ben-"
"Asu! Siapa yang matiin entu speaker?!"
"Gue kenapa?" jawab Ringga lugas lalu mendaratkan pantat seksinya di sofa tua pojok ruangan.
"Lo nggak liat gue lagi mau fanchat oppa nassar kiyowo, Ngga?!"
"Liat. Tapi gue nggak peduli."
Sabar-sabar. Leo anak ganteng, baik hati dan rajin ngutang tidak boleh marah-marah.
Ringga menghirup wangi khas dari markas mereka. Perpaduan wangi anyir dan bau barang yang usang malah menjadi candu tersendiri untuknya.
"Main yok?" ajak salah satu dari mereka yang nampaknya bosan berdiam diri di markas.
"Club huh?"
"Yoi! Gimana Ngga?"
Ringga menoleh dan menaikkan sebelah alisnya pertanda setuju.
"Yess!"
Mereka bangkit dengan semangat menuju parkiran. Membelah jalanan dengan derum motor yang memekakkan telinga para pengendara lain. Sampai di tempat para pengunjung langsung mengalihkan atensi kearah mereka. Tak ada yang tak mengenali mereka, terlebih Ringga. Aura lelaki itu paling kuat disana.
"Kita taruhan! Yang bisa bertahan sampe akhir bakalan gue turutin semua permintaanya," cetus Zion membuat mereka tertarik.
Satu botol...
Dua botol...
Hingga botol ke lima belas, hanya Ringga yang masih bisa bertahan. Walau sedikit kehilangan kesadarannya. Dengan pandangan yang mengabur pria itu mencoba mendial nomor kekasihnya.
"Halloh..."
"Gaga? Kenapa telpon Kia malem-malem? Terus kenapa suaranya kayak gitu?"
Ringga tak menjawab.
"Kok dibelakang Gaga rame banget? Gaga lagi dimana? Jawab Kia!"
"Club. Bilangin Mang Darman buat jemput aku sayang..."
Tutt!
Panggilan dimatikan sehipak oleh Kiara. Pasti gadis itu sedang menuju kemari sekarang. Setidaknya ia harus tetap sadar, sampai Kiara datang menjemputnya.
***
TBC
YOWW UDAH LAMA BGT GAKETEMU DILAPAK INI
MAKASI BANGET YANG UDAH MAU NUNGGUIN AKU UPDATE
STAY SAFE YA GUYS
BUBAY