[ Sιx ]

103 23 10
                                    

[Foto di atas anggap saja ketika Jihoon datang ke resital Jaehyuk dengan buket bunga berukuran besar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Foto di atas anggap saja ketika Jihoon datang ke resital Jaehyuk dengan buket bunga berukuran besar.]

___

Tindakan Jaehyuk yang begitu nekat itu sudah terbaca jelas oleh Jihoon, mungkin apa yang dirasakan Jaehyuk pernah dirasakannya juga. Setelah mendengar langkah kaki, Jaehyuk sedikit menoleh. Ia terperanjat ketika menyadari bahwa presensi Jihoon sudah berada di dekatnya.

“Lompatlah. Kau tidak akan mati hari ini, percayalah padaku.” Dengan santainya Jihoon menyandarkan setengah badannya di dinding tempat Jaehyuk berpijak, sembari melipatkan kedua tangannya di depan dada.

Masih dengan air mata yang deras membasahi pipi, Jaehyuk mengatur napasnya yang sedikit terengah-engah. Sorot mata begitu menebar kebencian pada Jihoon.

“Diam! Aku tidak ingin mendengar ceramahmu!” Tangannya menunjuk pada Jihoon.

Jihoon pun terkekeh pelan. “Lihatlah orang-orang di bawah, mereka baru saja melihatmu tampil. Dan mungkin akan terlihat lucu kalau kau menjadi pusat perhatian karena kematianmu.”

“Lucu katamu?” Seolah tak percaya atas apa yang baru dikatakan Jihoon, Jaehyuk menghela napas panjang.

“Membuat dirimu mati sia-sia karena tidak ingin ditinggal ibu, tidak akan membuat kalian bersama di surga.” Jihoon dengan mudahnya meluncurkan beberapa kata yang begitu membuat emosi Jaehyuk memuncak.

“Park Jihoon!” Kalau tadi Jaehyuk bersikeras menahan emosi atas perkataan Jihoon yang menyayat hati, sekarang justru pemuda itu melompat tepat di hadapan Jihoon. Tangannya menarik kerah kemeja lawannya dengan kuat-kuat. Membuat Jihoon susah bernapas.

“Kau lihat ini?” Jihoon mengibaskan kedua tangannya yang dibalut kain kasa pada Jaehyuk. Ia tahu kalau temannya itu tidak akan mudah dialihkan. “Aku tidak akan bisa melawanmu, pukullah sampai kau merasa puas.”

Masih dengan napas tercekat, Jihoon menyeringai tepat di wajah Jaehyuk. 
“Aku sedang tidak ingin memamerkan siapa yang paling menderita di antara kita.”

Bersamaan dengan hal itu, Jaehyuk melepaskan Jihoon. Membuat lelaki itu terbatuk-batuk sembari mengisi udara di paru-parunya. “Pergilah!”

“Aku tidak akan membiarkanmu mati, setelah aku kehilangan semuanya.” Pemuda Park itu setengah berbisik, tapi dengan penuh penekanan di setiap kata-katanya.

“Apa? Kehilangan? Anak orang kaya sepertimu mana bisa merasakan kehilangan. Semua bisa dibeli dengan uang.”

“Benar kata Asahi, kau sudah cukup berubah.”

Di sana Jaehyuk hanya bisa terdiam, ia bahkan tidak menolak atas apa yang diungkapkan Jihoon atas dirinya. “Kalau aku bisa memilih, aku tidak ingin terlahir di keluarga kaya. Aku ingin sepertimu. Begitu dicintai banyak orang. Bagiku, bernapas bersama di satu atap dengan manusia yang dianggap orang tua adalah siksaan. Kedua tanganku ini bukan apa-apanya.”

ᴅᴏɴ'ᴛ ᴡᴀᴛᴄʜ ᴍᴇ ᴄʀʏ [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang