[ ƈιɳϙ ]

90 28 15
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


°°

Setelah menyelesaikan tugas yang diberikan Yedam, Asahi segera berlari keluar kelas. Ia merogoh ponselnya di saku celana dan mencoba menghubungi Jihoon. Akan tetapi, tidak ada tanggapan. Lebih tepatnya ponselnya dimatikan.

Langkahnya mendadak berhenti ketika ia sampai pada tempat di mana tadi berpapasan dengan Jihoon. Di sana, tepatnya di lantai lorong sekolah ada tetesan darah. Yang Asahi yakini, berasal dari darah Jihoon.

"Jihoon-ah ke mana kau sebenarnya?"

Sekejap kemudian, ingatan Asahi mengantarnya pada momen ketika Jihoon sempat menceritakan kesukaannya pada atap sekolah. Memandang langit yang begitu luasnya, serta angin yang menerpa wajahnya. Seketika memberi Jihoon kebebasan dan ketenangan untuk hidup.

Tanpa pikir panjang lagi, Asahi menaiki anak tangga dan sampai ke atap. Benar saja, setelah gagang pintu dibuka, sosok Jihoon tengah tidur terlentang menatap langit dan gerombolan awan. Membiarkan wajahnya tersorot panas mentari, membuat warna kemerahan timbul di sana.

Rencananya, Asahi ingin memanggil Jihoon. Namun, ia mengurungkan niatnya setelah melihat genangan darah timbul di kedua telapak tangan temannya itu.

Dengan mata terpejam dan kedua telinga disumpal headphone, Jihoon tidak menyadari kehadiran Asahi yang sudah ada di hadapannya. Asahi menatap lekat luka di tangan Jihoon dan meraihnya. Sadar akan sentuhan Asahi, Jihoon pun kontan membuka mata dan terperanjat kaget setengah mati.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Jihoon seraya bangkit untuk duduk.

"Kau terluka, kau baik-baik saja?" Tanpa membalas, Asahi justru bertanya balik pada Jihoon.

"Ini bukan apa-apa. Pergilah, aku ingin sendiri." Pemuda itu segera menyembunyikan kedua tangannya yang masih basah akan darah.

Lucunya, Asahi justru menarik lengan Jihoon agar tangannya tidak lagi bersembunyi. "Itu harus diobati, takut infeksi. Berbahaya."

"Sejak kapan kau jadi cerewet?"

"Sejak 10 menit yang lalu," gumam Asahi. "Cepatlah kita ke UKS sekarang. Bersihkan lukamu, ayo." Akhirnya Asahi mendesak Jihoon.

Lantas di sana Jihoon hanya memutarkan bola matanya, seolah jengah. "Bawel. Ini akan sembuh sendiri."

"Bagaimana mungkin pianis jenius sepertimu bisa bertindak sebodoh ini?"

"Ck. Aku akan berhenti menjadi pianis, maka ini adalah pilihan yang benar."

Lantas Asahi pun bangkit berdiri. Berjalan menjauh beberapa langkah dan memunggungi Jihoon. Pemuda itu menatap langit dan berteriak, "Park Jihoon bodoh. Bodoh sekali!"

ᴅᴏɴ'ᴛ ᴡᴀᴛᴄʜ ᴍᴇ ᴄʀʏ [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang