bella

724 115 2
                                    

salahku yang sejak awal menaruh perasaan padamu,
yang belum pasti sama denganku.











Serhan menemani Bella yang sedang dalam kesedihan karena Sabian. Ia hanya duduk menjadi sandaran Bella ketika menangis. Sabian benar, ia memang mencintai Bella tapi ia terlalu takut untuk mengungkapkannya.

"Sudah jangan menangis lagi. Nanti hidung mu merah seperti badut."

Bella memukul lengan Serhan pelan. "Jangan meledekku, Serhan."

"Aku tidak meledekmu, itu kan kenyataan." Kekeh Serhan sambil mencubit hidung merah Bella pelan.

Bella menatap Serhan kesal. "Kau ini menyebalkan sekali. Aku sedang sedih tau!"

"Kenapa sih nangisin Sabian terus? Mending makan ice cream. Mau tidak?"

Bella mengangguk dengan semangat. "Mau, ayo beli tapi kau yang traktir ya?"

Serhan mengangguk, mengikuti langkah Bella yang kini meninggalkan taman. Mereka mengantri di salah satu kedai tempat menjaual ice cream. Bella memesan satu con vanilla dan satu con coklat untuk Serhan.

Bella duduk diayunan setelah Serhan membayar ice creamnya. Mereka menikati ice cream sambil bermain ayunan.

Serhan menatap Bella yang sangat senang menikmati ice creamnya. Dia terlihat lebih cantik berkali kali lipat. Bukannya ia alay atau apapun.

Tapi, Bella itu memang sangat cantik, bahkan membuat kakak beradik itu jatuh cinta. Rambut panjang Bella tertiup angin menjuntai indah. Serhan yang lebih dulu mengahabiskan ice creamnya berjalan kebelakang Bella.

Menarik sulur yang ada di pohon dan mengikat rambut Bella menjadi satu. Bella menoleh kearah Serhan dengan senyum yang amat manis membuat jantung Serhan berdetak lebih cepat. Serhan membalas senyum Bella.

Ia mendorong ayunan yang diduduki Bella membuat ayunan itu maju kedepan dan kemudian mundur kebelakang. Serhan mengayunkan ayunan Bella membuat empunya tertawa senang.

"Ayo Serhan lebih keceng lagi." Ucap Bella di sela tawanya.

"Pegangan." Serhan mengayunkan lebih kenacang hingga membuat Bella makin keras tertawa.

Ketika itu ayunan makin kencang, Bella lupa untuk berpegangan dengan erat hingga membuatnya terlempar depan. Serhan dengan sigap berlari begitu melihat Bella terlempar. Jantungnya berdegup kencang juga merasa sangat panik.

Bella membuka matanya, dilihatnya dada Sehan. Ia tersenyum menatap Serhan.

"Jangan senyum senyum, kamu buat aku takut." Ucap Serhan dengan kesal.

Ia hampir saja terkena serangan jantung melihat Bella terlempar dari ayunan. Tapi pelaku utamanya malah tersenyum tak beralasan. Itu membuat Serhan menahan geram.

"Aku tau, kalo kamu pasti gak akan biarin aku jatuh. Inget waktu aku yang hampir terlempar di ayunan?"

Serhan menerawang jauh. Pertemuan pertamanya dengan Bella. Ketika itu ia berumur sembilan tahun dan Bella baru lima tahun. Posisi ini sama, sama saat pertemuan awal mereka.

"Inget kan? Kamu kan pernah bilang 'Aku Serhan gak akan biarin Bella jatuh dan terluka'. Inget kan?"

Serhan mengangguk, ia ingat kata kata itu. Kata kata yang ia ucapkan saat Bella akan menangis. Saat itu, mungkin ia sudah jatuh cinta pada senyuman manis Bella.

"Aku Serhan gak akan biarin Bella jatuh dan terluka." Ucap Serhan persis seperti dulu.

Bella tersenyum melihat Serhan, "Aku Bella gak akan pernah ninggalin Serhan." Ucap Bella.

Serhan merasa kembali ke masa itu. Ketika ia jatuh cinta dengan senyum gadis kecil yang bermain di taman istana. Gadis dengan rambut panjangnya dan gaun warna putih gading.

Serhan ingin kembali ke masa itu. Dimana ia belum tau apa itu cinta, kehilangan dan patah hati. Ia hanya ingin menikmati senyum Bella terus menerus.

"Serhan akan selalu sama Bella."

"Bella juga akan sama Serhan."

♡♡♡


Malam itu, Dira sudah siap dengan gaun warna putih di padukan dengan warna emas. Rambut hitamnya digerai indah dengan diberi beberapa pernak pernik. Gaun yang Dira pakai bewarna putih gading dengan sekat emas dipinggangnya. Dibagian ujung pundak terdapat kain yang memanjang sampai bawah seperti jubah dengan dihiasi motif bunga. Bagian rok nya juga sama, berwarna putih dengan hiasan brokat emas bermotif bunga.

Dira menggunakan hils dengan warna putih. Kini ia sudah tidak terlihat begitu pendek disamping Sabian. Senada dengan pakain Sabian yang seperti pangeran kerajaan dalam pikiran Dira. Dira tak berhenti berdecak kagum melihat pakaian Sabian.

Anak anak pun juga tak kalah kece dengan mereka. Aretha diberi bando dikepalanya bewarna emas. Astaga Dira masih tak menyangkan ini akan benar benar terjadi. Ia masih tidak mempercayai kalau ia telah menjadi Putri Kerajaan.

Sabian mengajak Dira untuk segera memasuki mobil limosin hitam. Dira rasa sudah waktunya ia mengubah seleranya. Semua yang berada disekitarnya benar benar mewah.

"Bian, aku gugup, aku takut." Ucap Dira sambil menggengam tangan Sabian.

Sabian menoleh sambil tersenyum menenangkan. "Semua akan baik baik saja. Jadi diri kamu sendiri aja itu cukup."

"Tapi kan, arghhh." Dira menggerang kesal.

Ini sama sekali tidak membantunya meredakan rasa gugup. Ia butuh sesuatu untuk meredakan gugupnya yang berlebihan. Tentu saja, ini acara keluarga kerajaan yang tak penah sekali pun Dira bayangkan.

Ia takut akan mempermalukan Sabian. Ia takut membuat masalah untuk Sabian. Ia takut menyinggung keluarga kerajaan. Ia takut....argh banyak.

Sabian menggenggam tangan Dira, membawanya dalam tangkupan tangan hangatnya. Ia mencoba menenagkan Dira yang begitu gugup. Sabian juga pernah merasakan saat dalam posisi Dira.

"Tenang, mas udah bilang, cukup jadi diri kamu sendiri. Jangan coba jadi orang lain, itu gak akan membantu sama sekali."

"Tapi nanti kalau aku bikin masalah buat kamu gimana?"

"Gak apa apa, aku malah ngerasa kamu akan jadi perempuan hebat disana nanti."

Dira menyengrit heran, "Tau darimana?"

Sabian mangangkat bahunya, "Gak ada, cuman perasaan aja."

Dira mengangguk paham, ia kemudian meneliti pakaian Sabian. Setelah itu kembali menatap wajah Sabian.

"Bian, kok kamu tambah ganteng ya kalo pake baju kayak gini?"

Sabian menatap Dira aneh dan kemudian tertawa. "Kan emang dari dulu aku ganteng, baru sadar?"

Dira menggeleng,"Bukan bian, ini tuh berkali kali lipat gantengnya. Aku jadi takut deh."

"Takut kenapa?"

"Takut aja gitu kalo suami aku diambil orang. Apalagi ini jantung aku degupnya kenceng. Aku jadi khawatir punya masalah jantung kalo lihat kamu."

Sabian mencubit hidung Dira gemas. Dira mengatakan semua itu dengan wajah polos seolah olah ia mengatakan kejujuran yang memang jujur. Tapi itu malah terdengar seperti Dira sedang menggombalinya

"Kamu juga cantik banget malam ini."

"Jelas lah istrinya Sabian." Ucapan Dira sukses membuat keduanya tertawa.

"Tuan, nona kita sudah sampai."

P R I N C E ( S S ) | SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang