pikiran

736 117 2
                                    

berpikirlah dengan tenang sebelum mengambil keputusan, atau kau akan menyesali kebodohan mu

berpikirlah dengan tenang sebelum mengambil keputusan, atau kau akan menyesali kebodohan mu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Sabian mengganti bajunya dan segera merebahkan badannya di atas ranjang. Ia masih berfikir cara terbaik untuk mengumumkan pernikahannya. Ia merasa frustasi. Tidak benar benar ada keputusan tebaik untuk diambil.

Setelah mempertimbangkan semua, masih tetap akan ada dampak dari keputusannya. Sabian frustasi, bingung dengan keputusannya. Otaknya serasa mau meledak.

Pintu diketuk dari luar kamarnya. Setelah mengucapkan salam Sabian pun menjawab.

Tak ada suara lagi, "Siapa?"

"Aku kak, Kanandra ."

"Masuklah."

Masuklah laki laki tampan menghampiri Sabian. Ia duduk di sofa kamar Sabian dengan santai. Dia Kanandra Gama. Adik Sabian. Putra ke lima Kaisar Haidar.

Umurnya sudah dua puluh tahun. Ia tumbuh menjadi laki laki yang tampan dan digilai perempuan. Meskipun ibunya berdarah korea tapi ia masih terlihat tampan dengan kulit putihnya.

"Ada apa kau kemari?"

Kanandra menggeleng, "Tak ada, hanya ingin mengunjungi orang yang membuat seluruh istana khawatir."

Sabian bangkit dari tidurnya. "Itu sudah seminggu berlalu. Kenapa masih diungkit?" Tanya Sabian dengan kesal.

"Tentu saja, kau mebuat Filah dan Amaroon tiap menit menanyaiku. Aku hampir gila ditanyai tentang mu. Menyebalkan." Curhat Kanandra mengingat betapa menderitanya dia diganggu adiknya dan keponakannya.

Adiknya Filah itu lebih pro dengan Sabian dari pada dirinya yang kakak kandungnya. Rafilah Keisyara itu sungguh menyebalkan. Kanandra menatap Sabian yang yang kini menertawakannya.

Sabian dan Filah memang cocok. Kakak adik yang menyebalkan.

"Kau kalah pamor denganku eh? Bahkan dengan saudara sendiri?" Ejek Sabian membuat Kanandra kesal.

Benar. Sepertinya Kanandra kalah pamor dengan Sabian. Tapi tentu saja ia tak akan mengakuinya. Malulah dia jika mengaku pada Sabian.

"Tentu saja tidak, aku lebih darimu kak. Kau itu sudah tua, tidak sepertiku yang masih muda dan menawan." Ucap Kanandra penuh percaya diri.

"Tapi aura hot ku lebih kuat dari pada aura imut mu itu."

Kanandra melotot tajam kearah Sabian. "Aura imut apanya? Kakak tidak lihat otot ku?" Ucap Kanandra memamerkan otot hasil kerja kerasnya.

Sabian mengakat alisnya, "Hanya itu?" Tanya Sabian melihat empat pack perut Kanandra.

Sabian mengangkat bajunya memperlihatkan enam pack otot perutnya. Kanandra melotot tajam pada Sabian. Bukankah dia semakin menyebalkan.

Sabian sudah cukup lama fitnes sedangakan ia baru juga mulai latihan. Tentu saja hasilanya tak akan sebanding.

"Tentu saja kau lebih unggul. Kakak kan lebih dulu fitnes." Ucap Kanandra makin kesal.

Belum selesai Kanandra mengeluarkan kata katanya, pintu kembali terdorong dengan kasar. Langkah kecil anak masuk kedalam

"Ngapain, Zan kesini?" Tanya Sabian pada anak delapan belas tahun itu.

"Nganter Amaroon nih. Kangen kak Sabian." Tunjuk Razan pada bocah kecil di gandengannya.

Amaroon menunjukan senyumannya. Ah lucu sekali dia. Sedangkan Razan mengahampiri kakaknya dan ikut duduk di sofa. Razan Travis Alka. Adik kandung Kanandra.

Sabian membawa Amaroon dalam gendongannya. "Om, Ama kangen om Sabian."

Sabian terkekeh, "Kangen om Sabian aja nih? Om Kanandra kangen gak?"

"Gak." Jawaban singkat Amaroon membuat Sabian tertawa dan juga Razan.

Namun disisi lain Kanandra sudah memelototi Amaroon dengan tatapan permusuhan. Putri dari anak pertama Kaisar Haidar ini sungguh membuat orang darah tinggi. Putri dari Fara Aghni Syafiya. Atau akrabnya dipanggil Fara.

+++

Dira berjalan mondar mandir di ruang tengah sesekali melihat arah pintu utama. Ia sudah melakukannya selama lima belas menit yang lalu. Nina yang ikut duduk diruang tengah ikut merasa kesal melihat Dira.

"Dira, kamu itu kenapa sih?"

Dira menoleh kearah Nina yang sedang bermain dengan tripel. "Duh...Nin, Sabian kok belum pulang ya? Aku jadi khawatir, Nin."

Dira kemudian duduk disamping Nina. Ia mengecek ponselnya, dan tidak ada notif apapun. Nina menghela nafas pelan, sedari tadi Dira terus mondar mandir menunggu Sabian yang katanya akan pulang.

"Udah santai aja, nanti kalo udah nyampe sini kamu juga lihat kan?" Nina mengelus punggung tangan Dira menenangkan.

Dira akhirnya pasrah, ia duduk dengan tenang di sofa sesekali bermain dengan Raqila yang tengah sibuk melihat mainan tergantung diatasnya. Baby Alvin dan Aretha melihat wajah ibu mereka dengan senang. Entah ada apa diwajah Dira yang membuat mereka tertawa.

"Aku mau kekamar dulu ya Dir. Bara telpon, bye bye." Nina langsung lari meninggalkan Dira yang cemberut.

"Mau pacaran pasti." Gumam Dira melihat kepergian Nina yang cepat sekali menghilang dari pandangannya.

Suara langkah kaki terdengar memasuki ruangan. Dira langsung menoleh kearah sumber suara. Matanya berbinar dengan sangat senang. Dira langsung berlari menghampiri.

Dira memeluknya dengan sangat erat seolah menyalurkan rindunya. Ia memang sangat rindu setelah hampir sebulan tidak bertemu. Bahkan Dira mengucapkan kata 'rindu' sambil memeluk.

"Kangen banget ya?" Dira mengangguk, "Bian pulangnya lama sih." Sabian terkekeh pelan.

Sabian merenggangkan pelukannya membuat jarak antara ia dan Dira. Sabian melihat wajah Dira yang kini ada dalam tangkupan kedua tangannya. Ah, Dira lucu sekali.

"Sampe lupa ucap salam."

Dira langsung melepaskan diri dari Sabian. Ia mengambil tangan Sabian dan menciumnya sembari mengucapkan salam dan di jawab Sabian.

"Sampe lupa." Kekeh Dira.

Dira lantas menggandeng tangan Sabian menuju ruang tengah. Sabian langsung duduk dan menyapa anak anaknya. Ia sangat merindukan anak anak selama jauh dari mereka.
Dira kembali lagi dari dapur setelah membuatkan teh lemon untuk Sabian.

"Ihhh, baby Raqila manja banget sih sama Daddy nya." Goda Dira melihat Raqila yang ingin menangis.

Sabian terkekeh dan membawa Raqila dalam pelukannya. Baby Raqila malah tersenyum senang ketika Sabian menggendongnya. Dira berdecak pelan, sepertinya anak anak rindu berat dengan Daddynya.

"Besok minggu kita kembali ke Lovenia."

"Apa?!"

P R I N C E ( S S ) | SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang