Bulan Marah

5.7K 804 160
                                    

hai? :D

----

Pukul setengah delapan malam, ada sesuatu yang mengganggu Jake. Ia duduk termenung di ranjangnya. Lima menit lagi ia akan menginjakkan kaki keluar rumah. Apa ini keputusan yang tepat?

"Jake-ssi!"

Suara lembut menyahut dari luar kamarnya. Jake menengadah, menatap daun pintu yang tertutup rapat. Hatinya begitu bimbang. Seorang psikiater menunggunya di luar. Mencoba membantu Jake keluar dari persembunyiannya. Namun Jake takut. Jika ia keluar akankah orang itu meninggalkannya?

"Jake-ssi! Apa kau baik-baik saja? Jika kau tidak yakin jangan memaksakan diri. Kau bisa mencobanya lain kalㅡ"

Sunoo tak meneruskan ucapannya. Di depannya kini berdiri Jake dengan pakaian rapi. Kemeja putih dengan lengan digulung, celana jeans dan dipadukan dengan sepatu converse hitam. Sunoo lah yang menyiapkan semuanya.

"Kenapa menatapku seperti itu?"

Sunoo mengerjap, mengembalikkan kesadarannya. Orang yang di depannya sangat berbeda dengan beberapa minggu yang lalu. Laki-laki yang terlihat lusuh, memakai baju kumal, rambut panjang dan kusam. Kini berubah menjadi laki-laki yang begitu sempurna. Wajah tampan, dada bidang, dan kaki yang jenjang. Bukan kah terlihat sempurna? Tetapi...

"Umm aku rasa kau salah mengancingkan baju."

Sunoo menunjuk kancing baju Jake yang tidak benar. Jake meneguk ludah, ia kira Sunoo terpesona dengannya. Namun kenyataannya ada hal lain yang menjadi fokus Sunoo.

"Kau sudah melihatnya, kenapa tidak membantuku membetulkannya?"

"Tapi kau bisa membetulkannya sendiri!"

"Aku lupa cara mengancing baju."

Kebohongan besar! Orang amnesia pun tentu masih bisa mengingat cara mengancing baju. Sunoo mendengus kesal. Sunoo seorang psikiater. Ia menggeluti dunia psikologi. Tentu saja ia tahu gerak-gerik orang yang berdusta.

"Membohongi seorang psikiater?"

Jake hanya merespon dengan senyuman. Senyuman yang terasa begitu berbeda. Sangat tulus.

"Dokter manis, bantu aku!"

Sunoo memalingkan wajah. Ia malu dipanggil seperti itu. Ia kesal namun pada akhirnya, tangan Sunoo terulur. Membuka kancing baju Jake perlahan. Jake menunduk memandangi tangan cantik Sunoo yang berkutat dengan kacing di bajunya. Si dokter manis terlihat begitu serius. Ia kembali mengancingkan baju pasiennya. Dari kancing bawah hingga ke atas. Lalu sebuah tangan besar menggenggam punggung tangannya.

"Kim Sunoo, kau tidak akan meninggalkanku kan?"

Sebuah pertanyaan yang teramat bermakna untuk Jake. Namun lain halnya dengan Sunoo. Mereka tak sepemikiran.

"Tentu saja! Kau pasienku. Lagipula bukankah kita hanya akan berjalan-jalan ke taman kota dekat rumah? Jika aku meninggalkanmu bukankah kau masih bisa pulang? Kau hanya perlu berjalan lurus lima menit."

Lihat kan? Mereka memang tak sepemikiran. Jake memikirkan kalimatnya yang ia sampaikan untuk masa depan. Ia tak ingin Sunoo pergi ketika ia telah sembuh. Namun Sunoo telah salah tangkap. Sunoo mengira Jake takut ia akan meninggalkannya ketika berada di taman. Kalimat enteng bagi Sunoo tetapi teramat bermakna untuk Jake.

"Sunoo-ya, kalimat yang kumaksudㅡ"

"Sunoo-ya!"

Suara bariton mengintrupsi Jake. Ia tak sempat melanjutkan ucapannya. Tuan Sim berjalan mendekat. Refleks, Sunoo menarik tangannnya dari genggaman Jake.

Obsession ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang