Satu bulan sudah berlalu.
Sore hari yang membosankan.
CEO muda yang begitu tampan tengah duduk di depan meja kerjanya. Ia berkutat dengan dokumen-dokumen menyebalkan. Di sampingnya, sebuah jas putih terlipat dengan rapi. Sesekali ia akan melirik jas itu lalu tersenyum seperti tengah melihat pujaan hatinya.
Berjam-jam sudah ia berada di antara dokumen-dokumen tebal. Ia mulai merasa lelah, matanya sudah pedih, dan punggungnya sudah pegal. Terlebih, ia sudah mulai merindukan seseorang yang membuatnya tidak fokus.
Dengan begitu, ia menutup sebuah dokumen di depannya. Menarik napas, lalu merenggangkan tubuhnya. Lagi-lagi matanya melirik jas putih di meja samping. Dan lagi-lagi ia tersenyum, kali ini jauh lebih lebar.
Ia meraih ponsel dan menghubungi seseorang. Panggilan pertama tidak terjawab, dan berlanjut di panggilan berikutnya, masih tidak terjawab. Ia menatap kesal layar ponselnya dan menggerutu.
"Ada apa denganmu, Jake Shim?" Tiba-tiba seseorang bersuara dengan suara bariton.
Merasa namanya disebut, ia terkejut bahkan hampir menjatuhkan ponselnya. "Tidak bisakah Paman Han mengetuk pintu dahulu sebelum masuk?" Ia mengerutu pada Han Seokyu yang kini duduk di hadapannya.
"Aku sudah mengetuknya hingga tanganku memerah!" Mendengar pertanyaan itu membuat Jake mengerjap. Benarkah? Kenapa ia tidak mendengar ketukan pintu sedaritadi?
Itu karena fokusnya sedang teralih untuk seseorang.
"Maafkan aku, Paman!" Jake mengakui kesalahannya. Han Seokyu hanya menggelengkan kepalanya.
"Lupakan! Aku kemari untuk menyampaikan agenda untukmu. Kau ada agenda makan malam bersama kolega."
Jake terdiam. Ia terlihat tengah menimbang-nimbang sesuatu. Matanya kembali menatap jas putih di meja. Lalu ia bersuara, "Aku menolaknya! Aku harus menemui seseorang yang lebih penting!" Ucapan itu diikuti dengan senyuman yang penuh misteri.
Paman Han hanya menghela napas. Ia tahu siapa 'seseorang yang lebih penting' yang Jake maksud. Ia pun mencibir, "Dasar anak muda!"
Jake tidak memperdulikan cibiran itu. Ia kini terlihat memakai jasnya yang tersampir di kursi. Paman Han menautkan alis melihat Jake tengah bersiap-siap untuk pergi.
"Paman, aku benar-benar harus pergi. Maaf merepotkanmu, tolong bantu aku memeriksa dokumen-doumen ini. Aku akan memberikan uang lembur untukmu." Belum sempat Paman Han menanggapi, Jake sudah melenggang pergi.
Namun CEO muda itu tiba-tiba berhenti di ambang pintu. Ia membalik tubuhnya dan menatap Han Seokyu. "Paman, maaf merepotkanmu lagi. Tapi, tolong ubah tujuh puluh persen penghasilan saham perusahaan atas nama Kim Sunoo. Juga, tolong katakan pada staf keuangan, transfer sembilan puluh persen gajiku ke rekening Sunoo."
Han Seokyu membulatkan matanya. Ia terkejut bukan main. Jika saja ia memiliki riwayat penyakit jantung, sudah pasti ia akan terkena serangan jantung saat itu juga. Ia berkata dengan keterkejutannya, "Jake-ya, itu terlalu banyak! Tidak kah itu terlalu berlebihan?"
Di ambang pintu, Jake tertawa keras. Ia menanggapi dengan santai, "Tidak ada kata berlebihan untuk seseorang aku cintai. Uang yang kupunya tidak sebanding dengan kasih sayang yang sudah dia berikan untukku."
Begitu kalimat itu selesai meluncur, Jake menutup pintu dan melangkah pergi meninggalkan perusahaan dengan mobil mewahnya.
Di sebuah klinik kecil namun terlihat nyaman, seorang psikiater yang begitu manis tengah menangani pasiennya. Di ruang tunggu, beberapa pasien duduk menunggu giliran. Di antara pasein-pasien itu, seorang perawat mendampingi mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsession ✔
Fanfiction「 remake; original story by yeonbinight 」 ft. jakenoo ob‧se‧si /obsési/ n Psi gangguan jiwa berupa pikiran yang selalu menggoda seseorang dan sangat sukar dihilangkan. Jake Sim pengidap thantophobia. Lalu seorang psikiater berhasil menyembuhkannya...