Bulan Meratap

3.8K 581 269
                                    

Di siang hari yang terik. Duduk di depan meja sembari menopang dagu dengan telapak tangan. Wajahnya nampak mengeras. Rahangnya mengencang. Alisnya tersulam membentuk jembatan mengerikan. Aura di sekitarnya sangat membunuh. Dokumen-dokumen tersebar begitu saja di depannya. Berkali-kali menghela napas. Menghembuskannya penuh frustasi.

Semalam Jake tidak tidur. Ia hanya duduk di ranjang menatap daun pintu. Matanya mengerjap, pikirannya dipenuhi dengan bayangan seseorang. Tangannya terus mengepal menanggung amarahnya.

Hingga pagi menyingsing, ia datang ke kantor membawa aura hitam yang mengerikan. Tatapannya tajam seolah mampu menusuk siapa pun yang dilihatnya. Karyawan yang menyapanya, ia tidak peduli. Hanya terus berjalan, seolah tidak ada satu pun orang disekitarnya.

Jake meluapkan emosinya kepada semua karyawannya. Laporan-laporan yang diberikan padanya berakhir dengan bentakan. Tak peduli seberapa banyak mereka merevisi bahkan mengetiknya dari awal, Jake masih akan membentak. Keadaan di kantornya terasa dingin. Setiap karyawan nampak ragu untuk menghela napas. Tidak ada yang membuka suara. Mereka bekerja dalam diam. Hanya suara papan ketik yang terus mengalun. Setiap karyawan terus bertanya di dalam hatinya, apa yang salah dengan bos baru itu? Laporanku sudah benar, bagian mana yang salah? Aku bahkan merivisi lebih dari tiga kali! Hampir semua karyawan menggerutu di dalam hati.

Sore hari, Jake masih duduk di depan meja kerjanya. Ia memijat pelipisnya beberapa kali. Hingga suara ketukan pintu terdengar. Ia memejam dengan mengepalkan tangan. Berharap yang datang bukan karyawannya. Orang yang di luar membuka pintu dan melangkah masuk. Jake bersyukur dalam hati. Itu bukan karyawannya, melainkan Han Seokyu. Ia membawa sebuah dokumen di tangannya. Jake menegakkan duduknya ketika pamannya duduk di hadapannya.

“Yang kau butuhkan.” Paman Han meletakkan dokumen itu di hadapan Jake. Ia juga meletakkan sebuah flashdisk di atasnya.

Jake menghembuskan napasnya dengan kasar. Mengambil dokumen itu dengan tidak sabaran. Ia mempelajarinya dengan emosi namun tetap teliti. Setiap kata yang ia baca akan membuat darahnya mendidih. Membuat rahangnya semakin mengatup.

Dokumen itu sendiri berisi data-data seseorang yang membuatnya kacau sedari semalam. Ya, dokumen itu berisi riwayat hidup Jay Park. Tersangka yang telah membawa Sunoo pergi. Semakin lama ia membaca, maka semakin dalam kerutan di keningnya. Lalu tiba-tiba saja ia terkekeh pelan. Ia berhenti membaca. Mengangkat kepalanya dan memandang keluar dari kaca besar disampingnya. Ia memandang bangunan tinggi di samping gedung perusahaannya.

“Apa yang kau tertawakan?” Paman Han nampak bingung. Matanya mengikuti tatapan Jake. Ia tidak mengerti.

“Tidak ada. Hanya merasa lucu. Orang yang kucari ternyata tidak jauh dariku.” Jake kembali terkekeh. Tangannya bergerak menancapkan flashdisk di komputernya. Data di dalam berisi rekaman CCTV di kamar Jake. Ia memasangnya tanpa sepengetahuan Sunoo.

“Sebenarnya siapa yang kau cari? Dan siapa Jay Park? Apa dia orang yang kau cari?” Paman Han menautkan alisnya. Ia tidak mengerti apa yang direncanakan keponakannya. Hanya saja ia merasa ada yang tidak beres. Dari ia memasuki kantor ini tadi, rasanya begitu mengerikan. Ia sempat mendapati beberapa karyawan yang bergidik ketakutan setelah keluar dari ruangan Jake. Dalam hati ia berdoa agar keponakannya tidak menghancurkan perusahaan ayahnya.

“Aku mencari kekasihku.” Jake berkata dengan enteng, kini matanya menatap tajam di layar komputernya. Meneliti setiap gerakan Sunoo. Lalu saat dia menemukan adegan dimana Bibi Ryu membukakan pintu, ia menggertakkan giginya.

Paman Han semakin menautkan alisnya. Kekasih? Sejak kapan? Bukankah selama ini keponakannya begitu menutup diri dengan siapa pun?

Jake berdiri dari duduknya. Ia bersiap untuk melangkah namun Paman Han menahannya. “Mau kemana?”

Obsession ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang