II

56 8 0
                                    

Tangan kanan Lyra masih menyentuh pipi pemuda yang diyakini sebagai Jeffrey sampai ketika sadar tak menemukan memori mereka pada manik coklat kehitaman, gadis itu melangkah mundur. Sedangkan Jay seakan kembali ke kesadaran, segera pemuda bersurai coklat mengerjapkan mata. Jay mengeluarkan suara untuk mengatur tenggorokannya, baru ingin bicara si gadis malah semakin jauh dua langkah.

"Eh tunggu!"

Lyra membiarkan pergelangan tangan digenggam begitu saja oleh pemuda dihdapannya. Ada lesung pipi di dua sisi serta paras yang sama seperti malam ketika dia bertemu pelaut tersohor di wilayah ini.

"Sorry udah lihatin kayak tadi," ucap Jay terpatah karena demi apapun, selama dua puluh tahun hidup, belum pernah dia bertemu perempuan secantik plus menarik atensi seperti sekarang. "Gue Jayden, cuma lebih sering dipanggil Jay."

Bukan, menurut Lyra harusnya pemuda itu langsung memeluknya dengan kembali membawakan kalung emas serta janji untuk kembali bukannya memperkenalkan diri seperti sekarang. Sementara Jay justru mati-matian berusaha mengatur detak jantung juga nafasnya, apa mungkin si cantik tidak paham sama bahasanya mengingat rambut icy blonde dan iris matanya berbeda dari kebanyakan penduduk disini.

"Do you speak English? I'm Jayden and you can call me Jay," jelasnya untuk kali kedua lalu mengulurkan tangan kanan. "What's your name?"

Lyra menundukan kepala, merasa kesal ternyata malam biru belum berakhir disini. Bahunya turun lalu dengan sigap Jay mendekat, merasa bersalah meskipun hanya melihat gesture sedih dari perempuan yang baru ditemui beberapa menit. Mungkin memang dia belum mau memberikan identitas ke orang asing, bukan masalah karena zaman sekarang banyak ancaman dari stranger jadi boleh juga sikap hati-hati perempuan itu, pikir Jayden.

"Hey, what's wrong?"

Gadis dihadapanya masih diam membuat Jay harus memastikan satu hal, dia bisa diajak bicara pakai bahasa apa. Malu betul kalau terlanjur ngoceh sana-sini tapi ternyata si cantik tidak paham.

"Okey sebelumnya, kamu ngerti aku ngomong apa?"

Lyra mendongakan kepala, kalau memakai aku dan kamu maka dia lebih bisa mencerna apa ucapapan laki-laki itu. Ia pun menjawab dengan sekali anggukan membuat Jay senang bukan main, paling tidak bahasa mereka sama. Kedua, Jay harus lebih banyak usaha karena sepertinya dia bertemu orang super pendiam.

"Okay, jadi namaku Jayden, kamu bisa panggil Jay. Dan sekarang, apa kamu butuh bantuan?"

Lagi Lyra mengangguk namun tak memberitahu pasti bantuan apa yang diminta. Jadi untuk kesekian kali, Jay memakai inisitaif tanya lebih dulu. Lagipula menurut pepatah malu bertanya sesat dijalan, harusnya si cantik banyak tanya supaya tidak sendirian di malam gelap seperti sekarang.

"Apa yang bisa aku bantu?"

Sekarang Lyra menatap laut lepas didepan mereka berdua lalu duduk tanpa bicara. Okey, bagi Jay bukan masalah karena selama belum diusir, dia belum mau melangkah pergi. Pemuda itu ikut duduk disebelah kiri lalu memandang bergantian gemerlap permukaan air yang terkena cahaya bulan dan wajah sempurna gadis pendiam disebelahnya. Kalaupun mereka harus terjebak sampai pagi, rasa-rasanya Jayden siap selama bisa terus dekat dengan si manik biru turquoise.

Helaian rambut pirang menjurus pada putih disebelahnya sedikit tersapu angin, hidung bangirnya semakin terlihat jelas. Masa bodoh dengan bulan purnama diatas laut biru, Jay lebih suka melihat paras menawan penyita perhatian milik gadis ini. Cukup lama dirinya tidak berpaling sehingga Lyra tanpa berfikir lagi langsung membalas tatapan Jay. Ia pun mendekatkan wajahnya pada si laki-laki sembari tangannya terus bergerak menjadi denyut nadi di pergelangan tangan Jayden.

LYRA [Jung Jaehyun]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang