IV

50 7 3
                                    

Jay memperhatikan sekitar, memindai setiap orang lewat barangkali bertemu perempuan kemarin. Seperti belum kehabisan kesabaran, dia masih usaha sampai bisa bertatap muka. Atau kalau semesta baik hati, mungkin bisa lebih dari sekadar teman. Itu urusan belakang, sekarang lebih penting harus tahu siapa nama si cantik karena besok sore mereka sudah meninggalkan pantai.

Dentuman musik mulai memasuki pendengaran, Matthew dan lainnya tertawa sesekali meneguk minuman dari gelas mereka. Neo paling menikmati, katanya biar sering terlihat santai dengan gelar mahasiswa berprestasi plus kesayangan dosen, diam-diam stress juga selalu diberi ekspektasi tinggi. Padahal dia tidak pernah minta, lebih enak dibiarkan mengalir setelah susah payah usaha karena kalau kecewa, maka diri sendiri yang merasa bukan harus melihat helaan nafas orang lain.

"Woi, diem aja lu."

Jay tidak mengindahkan ucapan Jeka, matanya masih memilah perempuan disekitar pantai sampai kemudian seseorang dengan rambut coklat menghampiri. Rose, masih suka berada didekatnya bahkan setelah sama-sama mengkonfirmasi kalau cuma ada perasaan sepihak diantara mereka berdua.

"Lo butuh sesuatu?"

"Hah?"

"Butuh apa?" tanya Rose.

"Nothing."

"Lo lagi cari orang?"

"Gak, ayo," ajak Jay sambil menarik tangan Rose yang memegang lengannya sebelum perempuan itu terlalu lama berada disebelahnya karena Jay benar-benar ingin sendirian.

Jay ikut menari diantara beberapa kerumunan sambil terus berusaha menjari waktu yang tepat untuk keluar. Pesta baru dimulai, semua masih memiliki kesadaran penuh. Apalagi daritadi dia tahu, atensi Rose sama sekali belum berpaling sekalipun pandangannya sudah pada June atau Lisa.

"Nanti kalo jadian inget gua minta ke Aquila Resto and Café lagi," ujar Neo diantara kerasnya musik.

"Siapa yang jadian?"

"Lo sama Rose lah, masa gua."

"Gak ada arah kesana."

Rose membaur bersama delapan manusia di depan DJ sambil menggerakan badan sesuai irama. Jay langsung pergi menjauh setelah meninggalkan gelas wine di meja. Hanya berbekal ponsel kalau-kalau temannya mencari keberadaannya atau mungkin keadaan lebih parah seperti semua wasted dan cuma Jay yang tersisa. Opsi terakhir sepertinya sedikit mustahil, mereka punya toleransi alcohol tinggi.

Melangkah cukup jauh, akhirnya iris coklat tua menemukan gadis pujaan tengah duduk sendiri. Seperti pertemuan sebelumnya, dia masih menatap lautan dan bintang di langit. Sebenarnya Jay juga penasaran kenapa perempuan ini selalu sendiri di jam seperti sekarang, selama siang hari belum pernah Jay melihat batang hidungnya tapi kalau malam selalu duduk sendirian.

"Hai."

Lyra menoleh, memberikan tatapan yang tidak bisa Jay artikan sebagai rasa suka atau duka karena mereka bertemu lagi untuk ketiga kalinya.

"Kebetulan kita ketemu lagi," ucap Jay lalu melihat ruang kosong disebelah gadis itu. "Boleh duduk?"

Satu anggukan dari si cantik kembali diterima. Mungkin memang seperti ini caranya berkomunikasi dengan orang baru jadi Jayden pun tidak protes. Siapa dia mengatur orang asing yang baru bertemu tiga kali dan bahkan belum saling tahu nama satu sama lain. Sedangkan Lyra dalam hati memikirkan ucapan barusan, tidak ada kebetulan. Jay belum sadar kalau nyanyian pelan yang cuma bisa dia dengar adalah petunjuk arah keberadaan Lyra malam ini.

"Kamu disini sendiri?" tanya Jay membuat Lyra menolehkan kepala. "Ah, maksudku pergi ke pantai ini sendirian, bukan duduknya. Haha."

"Arcelia."

LYRA [Jung Jaehyun]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang