Ch 4

1.3K 186 1
                                    

Hari ini adalah hari keberangkatan orang tua Jimin ke Kanada bersama paman Hitman dan beberapa anak buah yang lain.

Jimin duduk di mobil yang akan membawanya ke bandara, menemui kedua orang tuanya sebelum akhirnya berpisah untuk waktu yang lama.

Jimin benci bandara, tempat dimana dia harus merelakan kepergian seseorang dalam jangka waktu tertentu.

Melepas kasih dan membendung rindu yang entah kapan bisa dia lepaskan.

Mobil Jimin berhenti di area bandara. Dengan bantuan Jungkook yang membukakan pintu, Jimin keluar dari mobil dan masuk kedalam bandara.

Anak buah ayahnya sudah menunggu didepan, lalu mengarahkan Jimin untuk masuk kedalam ruang VIP bandara dimana keluarganya sudah menunggu disana.

Pintu kayu jati besar itu terbuka lebar, Jimin masuk kedalam lalu menyapa dua kakak laki-lakinya dan kedua orang tuanya lalu duduk disamping kakak keduanya.

Paman Hitman berdiri di belakang ayahnya dan saling bertukar pandang dengan Jungkook yang berdiri dibelakang Jimin, sejajar dengan para pengawal lainnya. 

Dilihat dari tatapan mata paman Hitman, sepertinya ada rasa keberatan harus meninggalkan Jimin yang sudah sejak kecil dia jaga, tapi apa boleh buat. Dia hanya seorang pekerja yang dibayar dan harus melakukan perintah sesuai atasan.

"Jaga diri baik-baik, Jiminie. Ibu pasti akan datang sesekali untuk menjengukmu."

Senyum lembut diraut wajah sang ibu membuat hati Jimin melemah. 

Awalnya amarah menguasainya, dia ingin mengungkapkan isi hatinya pada keluarganya yang akan pergi jauh tanpa dirinya, tapi melihat wajah sang ibu membuat hati Jimin melembut.

"Jangan membuat masalah, Jimin. Apa yang kau lakukan akan berdampak bagi semua orang disekitarmu. Mengerti?"

Ini yang Jimin tidak suka. Sikap tegas sang ayah yang hanya bisa melukainya dengan kata-kata. 

Jimin diam sebentar, dia meneguk sedikit minuman miliknya, lalu kembali menatap sang ayah.

"Apa ayah sedang membicarakan diri sendiri? Seingatku, aku tidak pernah membuat masalah sejak kecil. Jika ayah sih sering. Ya kan, bu?" 

Jimin melihat sang ibu yang memberi isyarat untuk berhenti berbicara dan tidak memancing emosi sang ayah, tapi Jimin seakan enggan menghentikan ucapannya yang tidak sopan.

"Apa perlu kuingatkan masalah apa yang sudah ayah lakukan? Salah satunya memukul ibu setiap ayah tengah mendapat masalah di kantor lalu berlagak sok baik didepan umum, aku muak sekali-"

Prang!!!

"DIAM, JIMIN!"

Ayahnya marah, dia berdiri lalu menghampiri Jimin dan menariknya.

Keadaan berubah menjadi menyeramkan, ayahnya tanpa berbelas kasih memukul Jimin tepat diwajahnya. Tapi Jimin tidak menunjukan rasa sakitnya, yang ada dia hanya menunjukan senyum kemenangan. Seakan membuat ayahnya emosi adalah hal yang memang dia inginkan.

Paman Hitman dan pengawal lainnya mencoba membantu Jimin, tapi perintah Tuan Besar untuk menjauh dan membiarkannya membuat semua orang kembali berbaris ditempatnya masing-masing. Mereka menyaksikan bagaimana tubuh Jimin dipukuli habis-habisan oleh ayahnya.

"Bisakah aku ikut dengan kalian? Jangan membuangku seperti sampah, ayah. Jangan membuatku terlihat tidak berguna dan hanya menyusahkan kalian. Aku juga bisa membuat kalian bangga terhadapku."

Nafasnya masih tercekat, cengkraman sang ayah dilehernya masih kuat dan menyesakan. Pasti setelah ini semua pukulan yang dia terima akan membekas, dan akan hilang setelah beberapa hari kedepan. 

"TIDAK! KAU AKAN TETAP TINGGAL DISINI! AKU TIDAK MAU DISUSAHKAN OLEHMU LAGI, JIMIN!"

Tubuh Jimin terjatuh diatas lantai berlapis karpet, ayahnya melepaskannya lalu pergi dari ruang tunggu.

Ibu dan kedua kakaknya mengikuti sang ayah, mereka tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan sekedar mengulurkan tangan untuk membantu Jimin berdiri.

Mereka terlalu takut melawan Tuan Park yang kasar.

Paman Hitman menundukan kepala, melewati Jimin begitu saja. Dia meninggalkan Jungkook, Jimin, dan beberapa anak buah lainnya di ruangan tersebut.

Jungkook berlutut mendekati Jimin, lalu mengeluarkan sapu tangannya berniat membersihkan darah diwajah Jimin, tetapi Jimin menepisnya dengan kasar.

"Jangan mengasihaniku, Jungkook."

Ucapnya, lalu berjalan tergopoh-gopoh meninggalkan ruangan tersebut.





‡‡‡‡




Jimin ini anak ketiga dari tiga bersaudara. Sejak kecil dia sering bermain dengan kedua kakaknya, sampai pada akhirnya harus dipisahkan dari kedua kakak tersayangnya ketika berumur 8 tahun.

Ayahnya pergi bersama kakaknya keluar negeri sekalian memberi pendidikan terbaik pada dua anaknya, meninggalkan
Jimin dan ibunya di Korea.

Tidak lama kemudian, sang ayah meminta ibunya untuk menyusulnya dan meninggalkan Jimin di Korea seorang diri.

Sejak itu, Jimin merasa terbuang. Kemanapun dan rencana apapun yang keluarganya lakukan tidak pernah menghitung suara Jimin didalam keputusan yang mereka ambil, seakan pendapat Jimin sama sekali tidak dibutuhkan.

Maka dari itu, Jimin mulai bertingkah semaunya, melakukan ini dan itu yang membuat ayahnya semakin tidak menyukainya.

Pernah sekali, waktu itu Jimin mengikuti sang ayah seharian dan mendapati ayahnya berselingkuh dengan wanita lain.

Pulang ke rumah membawa berita beserta bukti, berharap sang ibu memberikan penghargaan untuknya dan memberi pelajaran pada sang ayah, tapi yang dia dapat malah bungkamnya mulut sang ibu dan aduan kakak pertama pada ayahnya.

Alhasil yang Jimin dapat adalah luka di tubuhnya dan kebencian yang semakin menjadi dari sang ayah.

Begitulah awal mula bagaimana Jimin mulai diasingkan oleh keluarganya sendiri.

Jimin yang malang.

[End] PengawalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang